Oleh : Nisa Andini Putri (Mahasiswi Bengkulu)
Seperti yang diketahui memasuki new normal pemerintah mewajibkan setiap warga memiliki surat keterangan bebas covid-19 jika ingin bepergian atau memasuki suatu kota di Indonesia. Maka masyarakat mau tidak mau harus melakukan tes mandiri. Namun banyak warga yang mengeluhkan mahalnya pembayaran rapid test dan swab tes tersebut. Bayangkan saja biaya rapid test yang dikutip dari Kompas.com mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 500.000, sedangkan untuk swab test (alat PCR) antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta, belum termasuk biaya-biaya lain nya.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menjelaskan tingginya harga tes Covid-19 dikarenakan pemerintah belum menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET). Pihaknya menerima banyak laporan dari masyarakat tentang mahalnya harga tes seperti rapid test, PCR, dan swab. Menurut beliau “Seharusnya pemerintah dalam hal ini Kemenkes, segera menetapkan HET rapid test. Sehingga konsumen tidak menjadi obyek pemerasan dari oknum dan lembaga kesehatan tertentu dengan mahalnya rapid test,” ujar dia. Beliau mengatakan, masyarakat sebagai konsumen perlu kepastian harga. Selain mengatur HET pemerintah juga perlu mengatur tata niaganya. https://today.line.me/
Menanggapi Uji tes covid-19 baik melalui rapid maupun swab test yang berbayar mahal ini menimbulkan dituding telah “dikomersialisasikan” oleh Pengamat kebijakan publik, hingga beliau mendorong pemerintah untuk menggratiskan biaya tes virus corona. Jika tidak memungkinkan, pemerintah dinilai perlu melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap harga tes Covid-19 sehingga terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. (id.today 20/6/2020).
Seakan tidak pernah habis beban yang harus dirasakan rakyat jelata di Negeri tercinta ini. Belum usai dari kasus pandemi corona yang berdampak pada beban hidup yang semakin sulit, iuran BPJS yang mengalami kenaikan, iuran TAPERA, tagihan listrik mencekik dan yang lain nya. Kini rakyat dipersulit lagi dengan adanya tes corona yang amat mahal sehingga mereka yang terkendala biaya tidak bisa melakukan tes corona. Seperti yang dilansir dari bbc.com seorang ibu di Makassar, Sulawesi Selatan, dilaporkan kehilangan anak didalam kandungannya setelah tidak mampu membayar biaya swab test sebesar Rp2,4 juta. Padahal kondisinya saat itu membutuhkan tindakan cepat untuk dilakukan operasi kehamilan.
Sungguh miris kondisi saat ini, serba dilematis dimana rakyat selalu jadi korban dalam pelaksanaan kebijakan dari pemerintah. Dari kasus ini sangat terlihat bahwa standar kapitalis sangat dominan dalam menilai dan menempatkan Negara sebagai regulator, bukan penanggung jawab (raa’in). Beginilah penguasa dalam sistem kapitalis, penguasa abai dan minim tangung jawab. Rakyat dibiarkan mengurusi diri sendiri dalam serba kesulitan hidup yang disebabkan oleh penerapan sistem kapitalis sekuler.
Dalam Islam, kebutuhan akan pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban Negara untuk memenuhinya. Karena hal itu merupakan bagian dari riayah atau pengurusan Negara sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
“Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Abdullah bin Umar).
Sepanjang sejarah penerapan syariah Islam dalam sistem bernegara melahirkan para pemimpin yang amanah, bertanggung jawab terhadap kemaslahatan rakyat, prioritas utama untuk rakyat. Kepemimpinan yang super hero terbukti, tatkala penyelesaian wabah pandemi dialami rakyat saat kepemimpinan Islam. Penerapan lockdown atau karantina total, pemenuhan kebutuhan rakyat hingga wabah cepat berakhir.
Kita bisa mengambil pelajaran dari apa yang terjadi ketika sistem Islam diterapkan. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasul Saw (sebagai kepala negara), mendatangkan dokter untuk mengobati Ubay (salah satu warga Daulah Islam di Madinah). Kemudian al-Hakim meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab memanggil dokter untuk mengobati Aslam (salah satu warga Daulah Khilafah Madinah). Hal ini menjadi bukti bahwa pemimpin dalam sistem Islam begitu peduli terhadap rakyatnya yang sakit.
Bukti dan dalil di atas memperlihatkan betapa pelayanan kesehatan dan pengobatan termasuk kebutuhan dasar bagi rakyat yang wajib disediakan oleh Negara secara gratis untuk orang-orang diantara rakyat yang memerlukannya. Layanan kesehatan ini tanpa memperhatikan tingkat ekonomi rakyat. Artinya bahwa setiap warga Negara memiliki hak yang sama dalam pemenuhan kebutuhan akses kesehatan.
Negara akan menindak dan memberikan sanksi kepada siapa saja yang melakukan tindakan penyelewengan tugas dan wewenang, apalagi melakukan pemalakan pada rakyat. Dalam sistem Islam keshalihan dan ketakwaan menjadi dasar perekrutan pegawai Negara termasuk para medis dan staff yang turun kelapangan. Pelayanan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana besar. Untuk itu bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan Negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya.
Tidak bisa dipungkiri, sistem ekonomi yang berlaku akan mempengaruhi pelayanan kesehatan Negara kepada rakyatnya. Karena itu, pelayanan kesehatan dalam Islam juga bersinergi dengan sistem ekonominya, sistem pemerintahannya, sistem politik dan sebagainya. Semuanya sudah diatur dalam syariah Islam, kita hanya tinggal menerapkan secara menyeluruh. Dengan demikian, kasus seperti yang menimpa ibu hamil di makassar tidak akan terjadi di sistem yang menerapkan Islam. Kalaupun terjadi, tidak akan berlarut-larut penyelesaiannya.
Fakta-fakta kehidupan yang kita jalani sekarang menegaskan kepada kita untuk segera meninggalkan sistem yang sedang berlaku sekarang, yaitu sistem kapitalisme demokrasi. Kemudian kembali ke pangkuan sistem Islam yang telah terbukti pernah berjaya selama 13 abad dalam naungan khilafah. Hanya dalam khilafah setiap individu rakyat akan mendapatkan hak-haknya termasuk pelayanan kesehatan dan pengobatan yang memadai secara gratis. Dalam khilafah, relasi antara penguasa dengan rakyatnya seperti seorang bapak terhadap anaknya. Mengayomi, mengurus dan memperhatikan layaknya seorang ibu pada anaknya. Secara fitrah, pasti semua manusia menginginkan relasi yang seperti ini, dibanding dua relasi yang lain. Untuk itu, kita mesti memperjuangkan supaya sistem Islam segera diterapkan. Wallahu ‘alam Bisshawab.
One thought on “Harga Tes Covid-19 Mahal, Dimana Peran Negara?”
Ini adalah salah satu bukti bahwa Negara tidak hadir untuk menjadi pelindung rakyat. Rakyat dibiarkan untuk berjibaku dengan pandemi.
#islamsolusinegeri