HARGA PANGAN KEMBALI MEROKET

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Agung Andayani

 

Ramadhan adalah bulan yang dinanti-nanti umat muslim. Bulan mulia bulan nuzukul qur’an dan umat muslim wajib menjalankan ibadah puasa selama sebulan. Namun setiap menjelang ramadhan kepala emak-emak serempak mendadak pusing. Bagaimana tidak pusing, lha wong setiap ramadhan dan lebaran pasti harga pangan meroket naik. Contohnya harga daging ayam naik dari Rp 39 ribu ke Rp 45 ribu. Kemudian, harga minyak goreng juga naik mulai dari Rp 13.800 sampai dengan Rp 14.300. Lalu, harga telur ayam dari Rp 22.000 menjadi Rp 24.500, harga daging sapi juga tak ketinggalan dari harga Rp 128 ribu sampai dengan Rp 133 ribu per kilo.

Hal ini terus berulang selama bertahun-tahun setiap menjelang ramadhan dan lebaran. Meroketnya harga-harga pangan, mengisyaratkan seperti ketiadaan adanya peran negara. Padahal rakyat berharab aksi nyata kehadiran negara dalam menjaga kestabilan harga pangan. Sekali lagi rakyat kecewa, karena harga pangan tetap meroket.

Ketidak stabilnya harga pangan sangat membebani rakyat. Dibulan suci ini, semestinya umat fokus disibukkan dengan beramal shaleh. Namun apa daya setiap menjelang ramadhan terusik dengan meroketnya harga pangan. Seharusnya negara mampu mewujudkan suasana tenang, jaminan pemenuhan kebutuhan terutama menjelang Ramadhan.

Oleh karena itu negara punya peranan penting dalam menyediakan pasokan yang memadai dan menghilangkan semua penghambat pasar. Menjaga ketersediaan stok pangan agar tidak dikendalikan oleh para kartel dan pemilik modal. Dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa negara yang menerapkan sistem kapitalis dikendalikan oleh para pemilik modal. Kebijakan yang dikeluarkan dibuat untuk keuntungan para pemodal. Maka rakyat gigit jari terhadap dampak kebijakan yang tidak berpihak kepadanya.

Semestinya umat menyadari bahwa sistem kapitalis ini tidak akan sejalan dengan kepentingannya. Meriayah mengurusi umat sesuai dengan syariat Alloh SWT. Yang ada justru sebaliknya mengurusi para kapital/pemilik modal. Maka sudah selayaknya umat ini hidup dalam sistem Islam.
Waallohu a’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *