Hak Lahan di IKN 180 Tahun Demi Investasi, Negara Gadaikan Harga Diri

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Hak Lahan di IKN 180 Tahun Demi Investasi, Negara Gadaikan Harga Diri

 

Oleh Naina Yanyan

Pegiat Literasi

 

Hak lahan 180 tahun dianggap sebagai strategi pemanis agar investor mau masuk ke IKN. Indonesia meniru Kebijakan ini karena banyak dilakukan negara lain untuk mengembangkan investasinya.

Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia terkait revisi Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) mengenai kepemilikan hak guna lahan bagi investor selama 90 tahun hingga 180 tahun. Menurutnya, kebijakan tersebut sebagai pemanis bukan mengemis untuk menarik perhatian investor agar mau menanamkan modalnya di IKN Nusantara Kalimantan Timur. Jangka waktu kepemilikan lahan ini, menurutnya akan menjadi daya tarik tersendiri dan sudah dilakukan di berbagai negara, salah satu contoh Singapura. (kontan.co.id, 2/12/2022).

Sedangkan menurut Anggota Komisi II Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, usulan pemerintah untuk merevisi UU IKN itu cacat, tidak sempurna, dan dikerjakan terburu-buru. Mardani menegaskan bahwa sedari awal fraksi PKS menolak usulan revisi UU IKN, karena kondisi saat ini baru pulih dari pandemi dan adanya peluang menghadapi resesi tahun depan.

Dengan alasan untuk mengembangkan investasi, pemerintah memberikan insentif hak lahan hingga 180 tahun ke depan kepada investor. Hal ini menunjukkan sikap ambisius penguasa Negari atas proyek IKN. Padahal, proyek ini bukanlah proyek mendesak, apalagi di tengah rakyat yang sedang dilanda kesulitan hidup.

Hal di atas menunjukkan kecacatan hukum buatan manusia yang selalu berubah-ubah sesuai kepentingan. Tidak heran dalam sistem kapitalisme yang diemban negeri ini, sekuler dijadikan asas kehidupan, yakni pemisahan agama dari kehidupan dan bernegara. Hukum dibuat untuk dilanggar, direvisi ataupun ditawar, tergantung kepentingan. Bahkan, bisa membahayakan negara tersebut karena jual beli tanah ibu kota kepada asing. Kedaulatan negara dipertaruhkan. Harga diri negara tergadaikan.

Dalam Islam, pembangunan difokuskan kepada kepentingan rakyat, bukan demi pencitraan penguasa, apalagi demi keuntungan swasta dalam negeri maupun asing.

Kerusakan demi kerusakan yang terjadi di negeri demokrasi ini disebabkan ideologi kapitalisme yang diembannya. Langkah apa pun yang dilakukan penguasa untuk mengatasinya akan sia-sia, jika solusinya dengan paradigma kapitalisme.

Kecacatan sistem kapitalisme yang terus memproduksi kerusakan di muka bumi, bahkan tidak bisa dibendung oleh negara pengembannya sendiri

Lain halnya dengan aturan yang berasal dari Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta ini, yakni Allah Swt., sesuai dengan fitrah manusia, menenangkan hati, dan menentramkan jiwa. Islam memandang bahwa upaya penjualan tanah negara yang stategis terhadap asing akan membahayakan kedaulatan negara itu sendiri. Negara akan mudah didikte oleh asing. Negara tidak akan punya kekuatan dan kekuasaan lagi di negaranya sendiri.

Dalam Islam pembangunan infrastruktur merupakan bangunan fisik yang berfungsi untuk mendukung keberlangsungan dan pertumbuhan kegiatan sosial ekonomi suatu masyarakat. Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam buku sistem keuangan negara khilafah membagi infrastruktur dari sisi kepemilikan menjadi tiga jenis:

1. Infrastruktur milik umum yang dibagi menjadi dua bagian: Bagian pertama, seperti jalan-jalan umum dan sejenisnya, seperti laut, sungai, danau, kanal atau terusan besar seperti Terusan Suez, lapangan umum dan masjid.

Bagian kedua, seperti pabrik atau industri yang berhubungan dengan benda-benda milik umum seperti pabrik atau industri eksplorasi pertambangan, pemurnian dan peleburannya. Jenis pabrik atau industri ini boleh dijadikan milik umum mengikuti hukum yang dihasilkan pabrik tersebut dan yang berkaitan dengannya

2. Infrastruktur milik negara (marafiq ‘ammah) yakni seluruh sarana umum yang disediakan negara agar dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat seperti alat telekomunikasi, alat pembayaran, sarana transportasi umum, industri berat, dan industri militer.

3. Infrastruktur yang bisa dimiliki individu seperti industri berat dan senjata, landasan pesawat terbang, sarana transportasi seperti pesawat terbang, serta yang lainnya.

Pemetaan kepemilikan ini akan membawa pada kejelasan strategi pengelolaan dan pembiayaan. Untuk infrastruktur milik umum dan negara, keduanya yang berhak mengelola adalah negara. Bedanya infrastruktur milik umum kepemilikannya tidak boleh dialihkan kepada siapapun. Khilafah yang berhak mengelola dan mengatur, sehingga seluruh warga khilafah bisa merasakan dan memanfaatkan kekayaan tersebut. Negara tidak boleh mengambil keuntungan sedikit pun dari sektor ini.

Sedangkan untuk infrastruktur milik negara, sarana atau infrastruktur tersebut harus disediakan negara untuk melayani masyarakat dalam memudahkan kehidupan mereka. Khilafah boleh menentukan tarif tertentu atas pelayanannya termasuk juga mengambil keuntungan. Keuntungan ini akan menjadi pemasukan Baitul Mal yang disimpan pada pos fa’i dan kharaj.

Selanjutnya, infrastruktur yang dibangun oleh individu tidak akan dilarang oleh khilafah. Justru negara akan mendorong setiap individu berperan aktif dalam membantu pemerintah untuk melayani kepentingan masyarakat sesuai dengan hukum syariah.

Dari sisi jangka waktu pengadaannya, infrastruktur dalam Islam dibagi menjadi dua jenis:

1. Infrastruktur yang bisa menimbulkan bahaya jika menundanya, misal suatu daerah belum memiliki jalan umum, sekolah, universitas, rumah sakit dan saluran air minum. maka khilafah wajib menyegerakan pembangunan ini.

2. Yang bisa ditunda, misalnya jalan alternatif, pembangunan gedung sekolah tambahan, perluasan masjid, dan lain-lain. Infrastruktur ini hanya boleh dibangun ketika dana Baitul Mal mencukupi.

Pembangunan infrastruktur dalam khilafah juga akan disesuaikan dengan keperluan masyarakat per wilayah. Sebab bisa jadi pembangunan di kota satu dengan yang lainnya akan berbeda. Sehingga pembangunan infrastruktur dalam khilafah akan merata di berbagai kota. Selain itu kondisi demikian membuat khilafah mudah untuk berpindah-pindah ibu kota tanpa mengancam kedaulatan negara.

Saatnya kembali pada aturan dari Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta, yakni aturan Allah Swt. yang akan memberi rahmat bagi semesta alam.

Wallahualam bissawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *