Hak Disabilitas yang Terlupakan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Hak Disabilitas yang Terlupakan

Oleh Ummu Faiha Hasna

(Pena Muslimah Cilacap)

 

Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada 3/12/ 2022, Indonesia memperingati HDI atau Hari Disabilitas Internasional. Pasalnya HDI diperingati dalam rangka meningkatkan kesadaran akan masalah yang dihadapi penyandang disabilitas dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan budaya.

Dikutip dari newsdetik.com, Sabtu, 03 Desember 2022. Dalam situs resminya, PPB mengusung tema “Transformative solutions for inclusive development: the role of innovation in fuelling an accessible and equitable world”. Tema ini berfokus pada penegakan hak asasi manusia, pembangunan berkelanjutan, serta perdamaian dan keamanan untuk penyandang disabilitas di dunia.

Sementara itu, menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, partisipasi Angkatan kerja disabilitas di Indonesia masih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh masih terbatasnya ketersediaan lapangan kerja dan diskriminasi serta stigma bagi penyandang disabilitas di dunia kerja.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Februari 2020 mencatat jumlah penduduk usia kerja penyandang disabilitas sebanyak 17,74 juta orang. Sedangkan jumlah penyandang disabilitas yang bekerja sebanyak 7,57 juta orang dan jumlah pengangguran terbuka penyandang disabilitas sebesar dua ratus empat puluh tujuh ribu orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar tiga persen. Dengan demikian, rendahnya tingkat partisipasi Angkatan kerja penyandang disabilitas menunjukkan bahwa banyak penyandang disabilitas sudah terlebih dahulu mundur dan tidak berani masuk ke dalam pasar kerja.

Selain itu, dalam rangka peringatan HDI 2022 , Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Indonesia telah memiliki peraturan yang mendukung kesetaraan bagi semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Persiden mengatakan pembangunan yang maju harus melibatkan dan mempertimbangkan akses bagi seluruh rakyat. Dan juga memberi kesetaraan akses harus didapat oleh rakyat tanpa kecuali.

“Pembangunan yang maju adalah pembangunan yang melibatkan, mempertimbangkan, dan juga memberi akses bagi seluruh rakyat tanpa kecuali,” tulisnya. (cnbcindonesia.com,3/12/2022)

Namun, miris, nasib penyandang disabilitas, kesetaraan akses yang menjamin kesejahteraan dan keamanan bagi kaum difabel ini nyatanya hak mereka belum terwujud di negeri ini.

Fakta menunjukkah bahwa masih banyak penyandang disabilitas yang hidupnya dalam kemiskinan dan ada diantara mereka yang diperlakukan tidak manusiawi. Sedikitnya dari mereka yang dapat mengakses pekerjaan yakni hanya sekitar tiga puluh persen. Sedangkan, berdasarkan data sistem informasi online Perlindungan Perempuan dan Anak atau simponi PPA sepanjang tahun 2021 terjadi sembilan ratus delapan puluh tujuh kasus kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas. Fakta ini menyadarkan bahwa sejatinya belum ada kesejahteraan dan keadilan bagi kaum difabel di negeri yang saat ini menerapkan sistem kapitalisme. Sebab, masyarakat kapitalis memandang penyandang disabilitas ini hina, sehingga mereka dikucilkan, dipinggirkan bahkan mendapatkan perlakuan tidak layak, serta mendapatkan banyak kekerasan sosial diskriminasi sampai ada pemasungan terhadap mereka.

Wajar saja hal ini terjadi, karena aturan hidup yang berlaku saat ini bukan berasal dari aturan Islam tetapi aturan kapitalisme. Dimana dalam pandangan hidup yang berlaku saat ini kaum difabel dipandang kurang mampu memberikan kontribusi dalam pencapaian materi. Manusia dalam pandangan kapitalis adalah salah satu faktor produksi. Tidak heran memang, penyandang disabilitas diriayah dengan tidak baik. Dalam kapitalisme hanya memberikan wadah tanpa memberikan pendidikan tentu bukan solusi. Inilah yang juga dilakukan oleh pemerintahan daerah saat ini. Aturan yang berlaku dalam perlakukan ini pun hanya dipandang sebagai upaya untuk mengurangi kekacauan yang mungkin dibuat oleh penyandang disabilitas mengurangi pengemis yang dipandang merusak keindahan kota dan sebagainya.

Akan sangat jauh berbeda apabila aturan Islam yang dijadikan sandaran dalam mengatur kehidupan bukan sistem lain selainnya. Dalam pandangan Islam, penyandang disabilitas memiliki hak yang sama sebagai warga negara. Sebab, mereka sama adalah makhluk Allah yang dimuliakan. Sebagaimana Allah azza wajalla berfirman dalam al Quran surat al Isra ayat 70 : ” Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak – anak adam.”

Oleh karena itu, sejatinya negara mempunyai tanggungjawab dan kewajiban untuk memperhatikan dan mengurus mereka. Sebagaimana hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, “Imam atau Khalifah adalah raa’in dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR. Al Bukhari)

Maka negara sudah semestinya memperhatikan dan memprioritaskan para penyandang disabilitas yang merupakan warga negara yang berhak dijamin kesejahteraannya jangan sampai ada haknya yang terlupakan. Dan Islam pun mengancam bagi siapapun pemimpin yang lalai memenuhi kebutuhan para penyandang disabilitas. Dalam sistem pemerintahan Islam, penyandang disabilitas tidak akan dikurung dalam sel, sebagaimana dalam sistem hari ini pemerintah dituntut aktif dalam melakukan upaya sosialisasi dan langkah penyadaran masyarakat untuk berinteraksi dengan baik terhadap penyandang disabilitas. Sebab, rendahnya kesadaran masyarakat dinilai menjadi penghambat bagi upaya pemberdayaan mereka. Pemerintah berkewajiban membuka akses pendidikan, khusus bagi para penyandang disabilitas secara gratis dan berkualitas. Sebab, pendidikan adalah salah satu instrumen penting untuk memperbaiki taraf kehidupan. Mereka sulit meningkatkan kesejahteraan mereka tanpa memberikan pendidikan yang layak. Disamping berpendidikan, juga penting memberikan kehidupan yang pantas. Negara harus mendirikam lembaga atau instansi khusus yang melayani mereka sebagaimana pada masa Khil4f4h Islam. Khalifah umar bin Abdul Aziz telah memerintahkan pejabat Syam mendata para tunanetra, pensiunan, arau orang sakit dan para jompo untuk diberikan tunjangan dari negara. Instruksi ini dijalankam dengan baik. Bahkan, konon sejumlah tunanetra memiliki pelayanan yang mememani mereka setiap waktu.

Kewajiban yang sama juga dijalankan oleh Walid ia bin Abdul Malik, saat memimpin Khil4f4h . Sementara, khalifah Abu Jafar al Manshur mendirikan rumah sakit khusus untuk penyandang cacat di Baghdad. Sungguh, memang demikian, bila sistem Islam benar benar memperhatikan nasib penyandang disabilitas.

Untuk itu, maka, sejatinya penyandang disabilitas akan merasakan kesejahteraan dan keadilan apabila aturan Islam diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan di bawah sistem pemerintahan Islam yang disebut Khil4f4h.

Wallahu a’lam bis shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *