Green Economy untuk Umat?
Nina Iryani S.Pd
Kontributor Suara Inqilabi
Green Economy berasal dari bahasa Inggris yang artinya ekonomi hijau merupakan upaya kegiatan ekonomi bernilai rupiah dan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem di lingkungan. Lingkungan yang memiliki sumber daya alam baik yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui penggunaannya perlu bijak dan merata untuk umat dengan sebaik-baiknya.
Pemanfaatan potensi energi terbarukan seharusnya dapat terlaksana dengan baik mengingat di Indonesia banyak tenaga ahli, ilmuwan, profesor bidang tertentu, termasuk di dalamnya universitas-universitas terbaik yang berkompeten di bidang energi. Pemerintah harus siap mendukungnya dengan gelontoran dana untuk proyek pembuatan dan penggunaan energi terbarukan berikut dengan pembiayaan tenaga ahli tersebut. Sayangnya, defisit keuangan negeri dijadikan alasan mandegnya pengembangan energi terbarukan. Pemerintah bertarget nol emisi atau Zero emission tahun 2060 berharap terlaksananya ekonomi rendah karbon berkelanjutan. Biaya paling besar yaitu dari sektor energi dan transportasi yang memakan kebutuhan dana mencapai 26.602 triliun rupiah.
Dalam mewujudkan green Economy di Indonesia, ada enam sumber daya yang bisa dimanfaatkan dengan baik, yaitu panas bumi, angin, air, gelombang air laut, panas matahari dan bioenergi. Mewujudkan cita-cita ekonomi hijau dilakukan beberapa hal oleh pemerintah diantaranya:
1. Adanya kebijakan dalam melakukan perbaikan hasil hutan.
2. Peran kemntrian keuangan.
3. Memperkenalkan market carbon.
4. Berperan aktif dalam konferensi dunia (aktif dalam UNCED=United Nations Conference on Environtment dan Development atau KTT=Konferensi Tingkat Tinggi yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun 1997 mulai mengeluarkan kebijakan sistem ekonomi berkelanjutan).
Sayangnya, pemanfaatan berbagai potensi energi terbarukan masih kurang dalam penggunaannya. Contohnya, energi matahari Indonesia, jika dihitung dari potensinya mencapai 207,8 Gigawatt, namun baru dimanfaatkan 0,07% tahun 2022. Indonesia telah menyusun perencanaan Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon (RPK) sejak inisiatif tersebut dicetuskan pada UN Convention on Climate Change (UNCCC) Conference of the Parties (COP) 23 tahun 2017 di Jerman. Pembangunan ekonomi hijau dalam sistem kapitalisme, mewujudkan energi ramah lingkungan, proses produksinya merusak lingkungan.
Salah satu bentuk lain dari ekonomi hijau guna mengurangi polusi udara akibat karbon dari knalpot motor, mobil dan kendaraan lain ialah adanya motor dan mobil listrik. Juga adanya hutan lindung dan penanaman pohon disekitaran daerah tanah subur lainnya. Kenyataan, aki bekas yang sudah tidak terpakai akibat rusak dan lain sebagainya dari motor dan mobil listrik tersebut menjadi tumpukan sampah yang tidak ramah lingkungan.
Sementara hutan lindung dan penanaman pohon disekitaran daerah tanah subur pun terjadi penebangan pohon besar-besaran secara ilegal tanpa penanaman kembali dengan baik sehingga hutan lindung dan penanaman pohon yang diharapkan sebagai paru-paru dunia guna menyerap karbon dan mengeluarkan oksigen dengan baik pun tidak berjalan baik.
Research Manager Trend Asia Zakki Amali menyatakan, alih-alih menggunakan energi ramah lingkungan, PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Halmahera Tengah, Maluku Utara malah mengoperasikan 14 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk mendukung hilirisasi nikel, PLTU tersebut menggunakan batu bara kualitas rendah sehingga menghasilkan polusi udara yang sangat buruk. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengungkapkan fakta kerusakan lingkungan akibat hilirisasi industri nikel di Maluku Utara. Manager Advokasi Tambang WALHI Maluku Utara Mubaliq Tomagola menyatakan bahwa proyek strategis nasional (PSN) tersebut secara langsung membuat sungai-sungai hancur.
Disamping itu, Indonesia memiliki ketergantungan terhadap investasi asing dan swasta. Salah satu diantaranya Pembangkit Listrik Tenaga MikroHidro (PLTM) di wilayah Desa Gunung Halu Bandung Barat bekerjasama dengan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bandung Selatan melalui koperasi Rimba Lestari, penyediaan listrik non-PLN yaitu dari 63 rumah dengan 83 rumah sebanyak 30-40 KWH. Melibatkan swasta untuk penyediaan listrik bagi warga karena PLN belum bisa masuk wilayah tersebut dengan alasan terkendala geografis.
Demikian pula, Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS), Lulut Nambo, merupakan proyek pengelolaan sampah perkotaan dengan pengembangan energi terbarukan, khususnya daur ulang sampah menjadi energi dengan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha). PT Jabar Lestari (PT JBL) menggunakan teknologi MBT (Mechanical Biological Treatment) untuk mengkonversi sampah menjadi Refused Derived Fuel (RDF) dan kompos. Pada area 55 hektar ini, produksi RDF diestimasikan 35 persen dari potensi sampah yang masuk ke plant. Produk tersebut langsung digunakan oleh PT Indocement sebagai offtaker. Dengan kapasitas pengelolaan sampah 1.500 ton perhari, TPPAS Nambo rencananya akan mengolah sampah dari Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan kota Tanggerang Selatan. Namun Pemerintah Kabupaten Bogor menolak beroperasinya Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS), Lulut Nambo (Luna) di Kecamatan Klapa Nunggal, Kabupaten Bogor, Alasan utama penolakan adalah karena pembangunan TPPAS milik Pemprov Jawa Barat, ini tidak sesuai DED (Detail Engineering Design).
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) Rahmat bagi seluruh alam.”
(TQS. Al-Anbiya ayat 107).
Pada ayat lain Allah Subhanahu wata’ala pun berfirman:
“Janganlah kamu berbuat kerusakan dibumi setelah diatur dengan baik, berdo’a lah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya Rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.”
(TQS. Al-A’raf ayat 56).
Bahkan Rasulullah SAW bersabda:
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu Padang rumput, air dan api.”
(H.R Abu Dawud dan Ahmad).
Berdasarkan firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW, Islam sangat berperan penting dalam mengatasi semua lini permasalahan umat sebagai solusi sempurna dan paripurna. Seyogyanya bahwa seharusnya:
1. Green Economy dalam proses pengembangannya bernilai rupiah untuk umat bukan pribadi atau golongan.
2. Green Economy terbarukan penggunaannya berjalan baik dengan dana terbaik oleh pemerintah demi kesejahteraan rakyat dari Baitul mall mandiri, baik dari fai’, ganimah, Anfal, kharaj, maupun jizyah terhadap proses, penggunaan dan upah tenaga ahli.
3. Tidak membuka celah sedikitpun atas investasi baik asing maupun swasta.
4. Penggunaan energi terbarukan menjadi solusi terbaik yang tidak menimbulkan masalah baru.
5. Memberikan hukuman secara adil dan berefek jera bagi pelaku yang sengaja membuat ekosistem lingkungan rusak atau melakukan kejahatan yang dapat memicu musibah seperti pelaku penebangan hutan lindung ilegal yang merusak profil tanah hingga mengakibatkan longsor dan polusi udara memburuk dan sebagainya.
6. Pemerintah berperan aktif bersama para pejabat , masyarakat dan individu menjaga kebersihan lingkungan dan penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui secara bijak.
Demikian Islam sangat sempurna mengatasi berbagai permasalahan umat termasuk ekonomi hijau atau Green Economy, berbeda dengan sistem kapitalis seperti sekarang. Sistem kapitalisme hanya mementingkan rupiah demi pribadi dan golongan semata, tetapi tidak memikirkan kesejahteraan masyarakat dengan baik bahkan abai terhadapnya. Saatnya bersatu mewujudkan Islam kaffah solusi tuntas Green Economy (Ekonomi Hijau).
Wallahu’alam bish-shawwab.