Generasi Cerdas Buah Sistem Pendidikan Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ummu Maryam

“Terimakasih pak Gubernur dan ibu Disdik anda sudah menghilangkan generasi yang cerdas dengan kebijakan anda yang bodoh.”

Begitulah pesan yang tulis dalam salah satu karangan bunga yang terpajang di depan pintu masuk Balai Kota DKI Jakarta. Karangan bunga ini merupakan wujud kekecewaan para calon peserta didik baru dan orangtua atas aturan PPDB yang diberlakukan di DKI Jakarta tahun ini.

Sebelumnya pada 23 Juni lalu, orangtua murid berunjuk rasa di Kantor Gubernur DKI Jakarta memprotes aturan PPDB zonasi di wilayah Jakarta. Mereka protes prioritas penetapan PPDB berdasarkan usia. PPDB jalur zonasi di Jakarta, akan dibuka hingga Sabtu 27 Juni 2020, pukul 3 sore. Hasil seleksi akan diumumkan, pada pukul 5 sore via online.(Kompas.tv/27/06/2020)

Sistem zonasi wilayah yang diterapkan sejak 2017 lalu ini sejatinya ditujukan untuk memperbaiki sistem PPDB yang telah ada sebelumnya. Namun, fakta yang terjadi berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan. Setelah diberlakukannya sistem ini malah semakin banyak permasalahan yang muncul. Calon peserta didik baru kini tidak bisa bersekolah di tempat yang diinginkan karena tidak termasuk wilayah zonasi. Penambahan syarat minimal usia juga membuat anak berprestasi yang usianya kurang tidak bisa diterima di sekolah negeri.

Salah satu contohnya adalah Aristawidya Maheswari, siswi yatim piatu yang telah meraih lebih dari 700 piala belum diterima di SMA negeri mana pun hingga Sabtu (4/7/2020). Jika belum juga diterima, maka Arista akan mencoba mendaftar lagi di tahun berikutnya agar bisa masuk ke sekolah negeri. Fakta tersebut sungguh sangat disayangkan, siswa berprestasi yang bisa menjadi cikal bakal kemajuan negeri ini terhambat perkembangannya hanya karena aturan PPDB yang menyulitkan.

Selain masalah PPDB, masalah pendidikan selanjutnya adalah tidak meratanya pembangunan fasilitas pendidikan. Di daerah perkotaan fasilitas pendidikan yang layak mudah untuk didapat, bangunan memadai, buku tersedia banyak, peralatan yang menunjang pembelajaran pun lengkap. Namun di daerah pedesaan atau bahkan daerah pelosok sekolah masih sedikit jumlahnya, akses jalan sulit, bangunan tidak layak, peralatan penunjang pembelajaran sangat sulit didapat bahkan internet pun belum sampai ke daerah mereka.

Perbedaan fasilitas ini juga berakibat pada mahalnya biaya pendidikan. Sekolah yang punya fasilitas lengkap menarik biaya yang mahal dari para siswanya. Jika siswa tidak punya biaya, mereka bahkan tidak bisa masuk sekolah. Akibatnya angka putus sekolah pun semakin meningkat
Inilah yang terjadi apabila pendidikan dijadikan sebagai komoditas bukan sebagai kebutuhan. Pendidikan tinggi hanya bisa diakses oleh siswa yang memiliki uang, sedangkan siswa miskin harus berjuang mendapatkan beasiswa yang jumlahnya terbatas. Jadi, jika tidak punya beasiswa atau uang maka putus sekolah sudah menjadi pilihan terakhir.

Potret pendidikan yang terjadi saat ini adalah buah dari sistem kapitalis sekuler. Disadari atau tidak sistem ini telah menyebarkan pemikirannya ke seluruh penjuru negeri ini sampai memasuki benak kaum muslim. Sistem kapitalisme ini begitu menjunjung tinggi materi, karenanya mereka sangat mengedepankan dunia dan berusaha mati-matian untuk mendapatkan keuntungan materi. Maka pendidikan pun dijadikan alat untuk meraih materi.

Hasilnya, mayoritas orangtua yang menyekolahkan anaknya bukan untuk menunaikan kewajiban menuntut ilmu, melainkan agar mendapat ijazah dan keterampilan sehingga anaknya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan bisa mengangkat taraf ekonomi keluarganya. Siswa juga bersekolah dengan setengah hati, kalaupun mereka bersungguh-sungguh belajar itu semata-mata agar mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang mereka idamkan. Karena itu terciptalah generasi yang bermental karyawan.

Mental semacam inilah yang membuat Indonesia saat ini tidak maju, menjadi negara pengekor dan rela saja saat kekayaan alamnya diekploitasi negara asing. Indonesia bahkan tidak memiliki rencana untuk mengelola sendiri kekayaan alamnya dan memilih untuk membuka pintu investasi selebar-lebarnya. Jadi investasi diibaratkan kunci terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat, tapi pada faktanya investasi yang ada hanya menguntungkan segelintir orang saja. Masyarakat masih tetap sulit mencari kerja dan jauh dari kehidupan yang layak.

Berbeda halnya dengan Islam, Islam memandang bahwa pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh negara. Maka dengan itu negara akan berusaha sekuat tenaga untuk menciptakan pendidikan gratis atau terjangkau bagi seluruh rakyatnya baik muslim atau non-muslim. Adapun sumber dana untuk membiayai pendidikan itu berasal dari pengelolaan kekayaan alam yang sejatinya adalah milik umat.

Tidak akan ada sistem zonasi atau sekolah favorit karena semua sekolah memiliki standar dan fasilitas yang sama. Maka untuk mendapatkan pendidikan bermutu rakyat tidak perlu jauh mencari karena sudah tersebar di seluruh wilayah baik perkotaan maupun pedesaan. Akibatnya tidak akan terjadi ketimpangan jumlah siswa dan jumlah siswa di tiap sekolah akan merata.
Pengkategorian usia dalam pendidikan Islam hanya dua yakni prabaligh dan baligh. Masa prabaligh adalah waktu untuk menanamkan aqidah Islam dan keimanan pada Allah Swt. Sedangkan masa baligh adalah masa untuk mempersiapkan anak terjun ke masyarakat dan memberikan dasar agar anak bisa memecahkan masalahnya dengan solusi Islam. Rentang pendidikan dalam Islam hanya berjalan selama 9 tahun, maka tak heran banyak cendekiawan muda muslim yang terlahir.

Selain itu negara Islam akan menyediakan semua fasilitas yang dapat menunjang pembelajaran di seluruh wilayah, seperti bangunan sekolah, perpustakaan, laboratorium, planetarium, museum, sampai alat-alat praktek yang dibutuhkan siswa. Negara juga akan mendukung siswa yang berprestasi untuk mengembangkan kemampuannya, mulai dari memberikan guru pendamping yang mumpuni, peralatan yang memadai bahkan biaya untuk mengembangkan penelitian yang hasilnya bermanfaat untuk umat secara keseluruhan

Tujuan pendidikan negara dalam Islam adalah untuk menghasilkan individu berkualitas sampai taraf mujtahid atau setidaknya muttabi’. Serta menyediakan lapangan pekerjaan yang mencukupi sehingga selain bisa mencari nafkah untuk bisa hidup didunia masyarakat pun tidak terlalaikan dengan kewajibannya sebagai hamba Allah untuk senantiasa beribadah dan meraih pahala untuk bekal di akhirat kelak.

Sungguh Islam memiliki aturan yang sempurna dan paripurna untuk mengatur seluruh urusan manusia termasuk masalah pendidikan. Aturan sempurna itu tidak akan menyebabkan kesemrawutan seperti yang terjadi saat ini karena diturunkan oleh Zat Yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Masih mau direpotkan dengan aturan pendidikan saat ini? Marilah kita beralih pada aturan Islam yang sempurna dan berdakwah untuk mewujudkan Daulah Khilafah yang sesuai dengan metode kenabian. Karena sistem pendidikan Islam yang sempurna itu tidak bisa diterapkan dalam sistem kapitalis yang rusak melainkan dalam sistem Islam.
Wallahu a’lam bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *