Oleh: Nur Khamidah
Sejumlah wilayah di Indonesia telah melonggarkan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan memasuki masa transisi menuju tatanan kehidupan baru (new normal). Tiga wilayah yang menerapkan kebijakan ini di antaranya Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Jawa Barat dan Pemprov Jawa Timur. Ketiga wilayah tersebut selama ini menjadi penyumbang kasus positif Covid-19 tertinggi, khususnya DKI Jakarta dan Jawa Timur.
Di tengah pelonggaran pembatasan sosial di sejumlah daerah, terjadi gelombang kasus baru corona pada awal Juni 2020. Dikutip dari pemberitaan Cnnindonesia.com, Jumat (12/6/2020), terhitung sejak 5 hingga 11 Juni, jumlah kumulatif positif corona di Indonesia sebanyak 6.477 kasus. Kasus hariannya memecahkan rekor dibandingkan sebelum diberlakukan pelonggaran pembatasan sosial. Pada 6 Juni terjadi penambahan 993 kasus. Kemudian 9 Juni 1.042 kasus dan 10 Juni 1.241 kasus.
Para ahli berpandangan bahwa tingginya kasus baru corona di berbagai daerah karena pelonggaran PSBB di tengah kondisi ketidakpastian masyarakat. Dikutip dari pemberitaan Kabar24.com, Minggu (21/6/2020), Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra menuturkan, sikap gegabah pemerintah dalam membuka kembali sembilan sektor ekonomi dan penerapan AKB menimbulkan persepsi yang keliru di tengah masyarakat ihwal pencegahan penyebaran transmisi lokal virus corona. Lanjutnya, masyarakat akhirnya menganggap langkah tersebut menunjukkan kondisi yang sudah kembali normal seperti sebelum adanya pandemi Covid-19.
Di sisi lain, pihak pemerintah beralasan tingginya kasus baru corona di berbagai daerah karena faktor tes masif dan pelacakan agresif yang dilakukan oleh pemerintah. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Sabtu (20/6/2020), Juru Bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyebut masih tingginya kasus baru Covid-19 karena pelacakan yang dilakukan secara agresif.
Sejak awal, banyak pihak yang meragukan wacana pemerintah untuk melonggarkan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan memasuki masa transisi menuju tatanan kehidupan baru (new normal). Karena temuan kasus baru di Indonesia dari hari ke hari terus meningkat.
Indonesia juga belum melewati fase puncak Covid-19. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kasus baru corona setelah kebijakan pelonggaran PSBB diterapkan. Oleh karena itu, semestinya program new normal ini harus segera dicabut.
Inilah fakta yang terjadi di dalam negara sekular Kapitalis. Negara yang memang tidak berorientasi untuk melayani dan melindungi rakyat.
Namun justru menuntut rakyatnya untuk selalu berkorban. Ketika terjadi kelesuan ekonomi di tengah pandemi, pemerintah justru memaksa rakyatnya untuk beradaptasi dengan pandemi dan membuka kembali sembilan sektor ekonomi. Sebuah kebijakan yang beresiko besar mengorbankan keselamatan jiwa masyarakat luas.
Berbeda dengan Islam. Islam dengan seperangkat aturan yang ada mampu menyelesaikan permasalahan sesuai dengan petunjuk dari Allah. Bukan mengikuti hawa nafsu atau kemauan pemilik modal. Dalam Islam, seorang pemimpin memiliki amanah berat yang berkonsekuensi sura atau neraka.
Seorang pemimpin wajib menjaga dan mengurus rakyat. Ketika terjadi wabah maka negara melalui seorang pemimpin akan bersegera memantau dan mengambil kebijakan yang tepat dan komprehensif. Pemimpin akan mencari jalan keluar bagi pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
Memenuhi hak-hak rakyat selama pandemi seperti sandang, pangan, papan, kesehatan hingga keamanan. Negara juga bertanggungjawab untuk menyediakan alat tes corona secara gratis, melakukan tes dan pelacakan untuk memastikan individu yang terinfeksi tidak menularkan ke yang sehat. Inilah cara Islam dalam menghadapi pandemi seperti saat ini. Tidak ada cara lain bagi umat Islam selain kembali menerapkan aturan dari Allah swt dalam seluruh kanca kehidupan.