Oleh : Yani Rahmawati (Ibu Generasi Peduli Umat)
Seorang remaja perempuan (NF) berusia 15 tahun mengaku telah membunuh bocah perempuan berusia 5 tahun di rumahnya di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat. (Kompas TV, 7/3/2020)
Kapolres Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto menyebut pelaku tak menyesali perbuatannya, justru merasakan kepuasan.
NF melakukan pembunuhan dengan menenggelamkan korban, bocah A (5 tahun) ke dalam bak berisi air dan mencekiknya hingga tewas. Kemudian jasad korban disembunyikan di dalam lemari pakaian di kamar rumahnya. NF melakukan pembunuhan pada Kamis sore (5/3/2020), saat rumah dalam kondisi sepi.
Pada pagi keesokan harinya, dalam perjalanan ke sekolah NF menyerahkan diri ke Polsek Taman Sari dan mengakui perbuatannya, setelah sebelumnya berencana untuk membuang mayat korban namun tidak jadi karena kebingungan. Setelah laporan itu polisi mendatangi rumah NF dan menemukan mayat bocah di dalam lemari.
NF melakukan pembunuhan terinspirasi dari film horor Chuky. Di era digital seperti saat ini, setiap orang bebas mengakses tayangan apa pun di media sosial, melalui gawai (smartphone), termasuk tayangan yang mempertontonkan tentang kekerasan tanpa sensor, seolah tidak ada pengawas tayangan di negeri ini. Dan hal ini sangat berdampak pada kehidupan anak-anak remaja saat ini.
Seperti kasus NF, ia bukan saja sebagai remaja pelaku pembunuhan, tetapi ia juga adalah korban dari kebebasan tayangan yang lemah sensor.
Cerita tentang sadisme juga bertebaran di Facebook dan Wattpad yang seringkali tanpa penjelasan bahwa yang dilakukan pelaku adalah hal buruk. Screening pembaca hanya dilakukan dengan memberi label D (Dewasa) dan 18+. Tanpa ada jaminan bahwa label tersebut akan dipatuhi. Orang yang menonton tayangan tersebut akhirnya terdoktrin untuk menirunya.
Saat ini, Hollywood banyak membuat film yang membentuk citra positif terhadap pembunuh berantai, sehingga penonton tidak merasa benci kepada ‘sang pelaku’, malah justru terinspirasi. Kemajuan teknologi dimanfaatkan kaum kapitalisme barat untuk mendulang dolar dari tayangan kekerasan. Yang kemudian tontonan itu menjadi tuntunan.
Parahnya lagi sistem pendidikan saat ini sudah sedemikian sekulernya, ilmu yang diberikan sekolah didominasi hanya transfer materi saja, sekolah bukan lagi tempat untuk mendidik anak agar bertakwa. Liberalisasi media dan sekularisasi pendidikan menghasilkan kerusakan generasi.
Selain abainya negara, dilihat dari pengawasan tayangan media yang lemah, juga sistem pendidikan yang sangat sekuler, ditambah rapuhnya ketahanan keluarga, dimana fungsi dari setiap individu dalam keluarga yang tidak berjalan harmonis, adalah aspek yang menambah semakin komplek masalah yang dihadapai anak- anak di negeri ini.
Kondisi saat ini banyak sekali suami istri yang bercerai, karena keluarga mereka dibangun bukan atas dasar keimanan (ibadah), tapi dibangun atas dasar yang lainnya, misalnya saja karena materi, nafsu dunia atau yang lainnya. Sehingga ketika dalam biduk rumah tangga mereka menemukan masalah, maka mereka akan dengan mudah bercerai. Tidak memandang bahwa masalah dalam rumah tangga itu adalah cobaan dari Allah Swt. Dimana akhirnya anak adalah korban dari keegoisan mereka. Anak akan kecewa, terabaikan, tidak mendapat kasih sayang, dan tidak diperhatikan. Yang akhirnya anak akan mencari pelarian untuk menuntaskan kekecewaannya melalui gawai yang mereka pegang, mereka membuka You Tube, dan You Tube mengajarkan mereka untuk berlaku sadis yang merangsang mereka untuk mempraktikkannya.
Seharusnya ada solusi yang dapat menyelesaikan masalah anak-anak seperti NF. Dan solusinya bukan diserahkan kepada psikolog atau polisi. Butuh solusi integral sistemis yaitu dimulai dari mengubah asas kehidupan kita yang demikian sekuler-liberal, yang memaknai agama hanya aktivitas ritual saja, tidak dijadikan aturan dalam kehidupan.
Dan Islam adalah satu-satunya jawaban, karena Islam adalah agama yang paripurna dalam menyelesaikan seluruh masalah kehidupan termasuk menghadapi permasalahan seperti yang dihadapi NF. Akidah Islam harus dijadikan asas berfikir dan bertindak, sehingga bisa menilai sesuatu baik atau buruk, baik jika diridai Allah Swt., buruk jika dimurkai-Nya.
Islam juga mengatur fungsi setiap individu anggota keluarga dengan baik. Seorang ibu dalam Islam harus menjadi sosok yang selalu hadir dalam kehidupan anak-anak, ibu harus menjadi pendidik pertama dalam menanamkan pendidikan terutama masalah akidah, ibu harus bisa mempersiapkan anak untuk menghadapi masa akil balighnya, ibu selalu mendampingi dalam setiap perkembangan anak, sehingga anak tidak akan merasa sendiri apalagi bimbang dalam mencari jati dirinya.
Islam juga mengatur bahwa seorang suami atau ayah adalah pemegang tanggung jawab dalam mencari nafkah untuk keluarga. Selain pemegang tanggung jawab dalam nafkah keluarga, figur seorang ayah juga harus menjadi teladan, harus ada kedekatan yang baik, selalu luangkan waktu untuk mendengarkan dan berdiskusi dengan anak, agar anak tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan buruk yang mungkin mereka temui di luar. Seorang ayah juga harus memperlihatkan sikap yang baik terhadap ibu mereka dengan begitu anak akan merasa nyaman tinggal di rumah, dan anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Anak diajarkan untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri, hormat kepada orang tua dan yang paling utama selalu bertakwa kepada Allah Swt.
Dari sisi negara, Islam sangat memperhatikan relasi keluarga, apakah dalam suatu keluarga sudah terwujud sakinah atau belum. Negara memfasilitasi apabila ada anggota keluarga yang konflik untuk dinasihati, dimediasi dan dihibur. Negara juga akan memperhatikan aneka tayangan di media yang merusak keharmonisan keluarga, akan diblokir. Konten kekerasan, pornografi, kebebasan bertingkah laku, dan lain-lain akan diblokir. Konten media diatur menjadi media yang sehat bagi generasi dan meningkatkan ketakwaan.
Ketika lingkungan kondusif, keluarga dalam keadaan sakinah, maka anak akan merasakan kebahagiaan, ada dukungan dan tuntunan dari orang tua. Sehingga lahirlah generasi yang shalih, generasi yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, mereka tak perlu mencari pelarian di luar, karena keluarga telah melengkapi hidupnya.
Namun, ironis saat ini ada aktivis kaum feminisme, mereka mengembangkan penghinaannya terhadap pernikahan dan peran keibuan, mereka mengatakan seorang perempuan yang hanya tinggal d rumah mengurusi rumah tangga saja adalah suatu kemunduran.
Para feminis tidak faham bahwa banyak ayat terkait keluarga, satu di antaranya Allah Swt. berfirman, “Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sasuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS an-Nisa 4 : 19).
Juga hadis yang mengatur tentang keluarga, Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik kalian (suami) adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)
Ayat dan hadis tersebut merupakan dalil bahwa Islam mengatur urusan keluarga. Bahkan Islam memiliki serangkaian syariat yang mengatur relasi dalam keluarga. Dengan adanya negara yang menerapkan Islam kafah, akan terwujud keluarga sakinah di seluruh rumah hingga menghasilkan generasi yang sehat jiwa raganya.
Wallahu a’lam bishshawab.