Food Estate, Solusikah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Endang Seruni (Ibu Peduli Generasi)

Ancaman krisis pangan dunia di tengah wabah Corona yang diprediksi oleh Food Agriculture Organization (FAO), Presiden Joko Widodo merespon peringatan ini.

Untuk menyelesaikan masalah pangan di masyarakat, Presiden Joko Widodo bersama para menterinya, memilih Kemenhan Prabowo Subianto untuk memimpin proyek pembangunan lumbung pangan nasional (Food Estate).
Dengan alasan Kemenhan menyelesaikan masalah pertahanan termasuk di bidang pangan.

Lumbung pangan ini akan dibangun di Kapuas dan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Pembangunan lumbung pangan ini bentuk antisipasi pemerintah terhadap ancaman krisis pangan (Med.com,id,13/7/2020). Tetapi, para tokoh sangsi akan keberhasilan proyek ini.

Dilansir dari Kompas.com, Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan meminta pemerintah mempertimbangkan matang-matang terkait program Lumbung Pangan Nasional di Kalimantan Tengah. Menurut Syarief, beberapa tahun terakhir pemerintah sudah beberapa kali melaksanakan program Lumbung Pangan Nasional tetapi tidak membuahkan hasil seperti program sebelumnya.

Di Era pemerintahan Soeharto, lahan ini dibuka dengan mengubah lahan gambut dan rawa menjadi sawah yang berakibat kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah degradasi kesuburan tanah. Seharusnya pemerintah belajar dari kejadian di masa lalu agar tidak terulang kembali (14/7/2020).

Sementara itu menurut Wakil Ketua Komisi 4 DPR RI Daniel Johan mengatakan bahwa sebaiknya tugas tersebut dipimpin oleh Kementerian Pertanian sebab secara infrastruktur dan birokrasi akan lebih efektif jika dilakukan Kementerian Pertanian yang memang bertugas dalam bidang pangan (Kompas.com,14/7/2020).

Menurut Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar mengatakan Food Estate di Kalimantan Tengah hanya menghabiskan waktu dan anggaran karena program sebelumnya Rice Estate di Merauke tidak ada hasilnya.
Beliau juga menyarankan pemerintah mengutamakan optimalisasi lahan persawahan yang sudah ada milik petani dibandingkan dengan membangun lumbung pangan nasional yang anggarannya besar (Detik.com, 5/7/2020).

Banyak masyarakat (petani) punya lahan tetapi, tidak hasilnya tidak maksimal karena minimnya modal.
Ditambah biaya produksi yang tinggi dan hasil panen tidak sesuai dengan biaya operasional.
Harga jual hasil pertanian di pasaran tidak menentu.

Pemerintahan seharusnya mendorong program peningkatan kesejahteraan petani di banding mengeluarkan anggaran yang besar untuk membangun lumbung pangan. Jika pemerintah mampu membeli hasil panen yang layak maka secara otomatis produktivitasnya akan meningkat. Karena petani menjadi bersemangat untuk bertanam dan bersemangat untuk meningkatkan produksi pertanian.

Bagaimana cara pandang Islam dalam masalah ini? Dalam Islam, negara wajib mengerahkan seluruh perhatian untuk memastikan stok pangan tersedia dan dapat di jangkau seluruh rakyat.

Dalam pengaturannya memakai metode mekanisme pasar maupun subsidi.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintahan Islam membangun pasar-pasar yang diharapkan distribusi bahan pangan akan merata.

Proses ini disiapkan pengawas pasar agar tidak ada pedagang atau pemasok yang berbuat nakal. Seperti menimbun barang, menaikan harga barang sampai mencekik, jika keberadaan barang tersebut langka di pasaran. Bahkan jika terjadi kecurangan dalam timbangan.

Sementara mekanisme subsidi, dimana negara akan memberikan bantuan pada daerah yang kekurangan pangan dari daerah surplus. Sehingga tidak ada lagi daerah yang mengalami kekurangan pangan.

Pemerintahan Islam juga wajib mewujudkan swasembada pangan agar tidak ada ketergantungan pada negara lain (Asing) yang beresiko dijajah secara ekonomi.

Untuk mewujudkan swasembada pangan pemerintahan Islam akan menyiapkan pembiayaan yang cukup dan perencanaan yang tepat.
Penelitian di bidang pertanian digalakkan. Dari pemilihan bibit unggul, metode penanaman, pemupukan juga pengendalian hama dan penyakit tanaman.

Semua itu akan dipraktikan oleh para petani tentunya dengan bantuan pembiayaan dari pemerintah. Dengan demikian para petani dapat berkonsentrasi penuh dalam pemeliharaan dan pengembangan lahan pertaniannya. Jadi tidak perlu pusing dengan biaya operasional yang tinggi dan selalu berubah-ubah setiap waktu.

Dalam mewujudkan swasembada pangan memerlukan pengkajian yang serius demi untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hendaknya kita belajar dari kegagalan setiap program sebelumnya

Jangan sampai rakyat lagi dan lagi menjadi korban karena kesalahan dalam pengambilan kebijakan. Apalagi masalah pangan adalah masalah yang penting dan pokok dalam kehidupan masyarakat.
Waallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *