Final Piala Afrika 2021, Ajang Pertarungan di Benua Hitam Bertabur Pesepakbola Muslim

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Falahul Mualim Yusuf

 

 

Perhelatan kompetisi piala Afrika tengah berlangsung sejak sebulan lalu, dengan mempertemukan Senegal dan Mesir di partai puncak.

 

Timnas Senegal keluar sebagai kampiun pada pergelaran Final Piala Afrika 2021, dengan menaklukkan Mesir lewat drama adu penalti, setelah di waktu normal bermain dengan skor sama kuat 0-0, pun demikian di 30 menit extratime hingga selesai pertandingan.

 

Pertemuan keduanya berlangsung di Paul Biya Stadium, Kamerun, Senin (7/2/2022) dini hari WIB.

 

Menariknya, kedua tim yang berlaga, didominasi oleh banyaknya pesepakbola dari kalangan Muslim.

 

Di Skuad Mesir saja, hampir seluruhnya beragama Islam, Nama-nama seperti Mohammed Salah, Omar Marmoush hingga Muhammad Elneny, yang saat ini berkiprah di kompetisi benua biru turut berlaga dalam laga pamungkas itu.

 

Sementara di Timnas Senegal pun demikian, meski tak seluruhnya beragama Islam, namun, kehadiran nama-nama seperti Sadio Mane, Edoardo Mendy, Kalidou Koulibaly dan sederet pemain Muslim lainnya, banyak memberikan pengaruh dan citra positif dalam perhelatan Piala Afrika di tahun ini, hal ini pun sebagai bentuk upaya perlawanan terhadap pemberitaan media barat yang selalu masif menghadirkan citra buruk terhadap Islam dari segala aspek, tak terkecuali dalam sepakbola, dengan menjuarai turnamen internasional.

 

Menelisik jauh kebelakang, kasus-kasus rasisme dan diskriminasi yang terjadi dalam kurun waktu satu dekade bekangan ini, banyak dialami para pesepakbola Muslim, seperti Demba Ba, Koulibaly, Marega dan banyak lagi, yang dilakukan, baik oleh para pemain, staff, official dan supporter ditambah peran media terhadap Islam semakin kuat dan terus bergulir tanpa henti.

 

Bahkan “La Familia” sendiri merupakan basis kelompok garis keras pendukung Beitar Jerusalem ( Klub Israel ) yang secara terang-terangan Melabeli kelompoknya dengan basis suporter rasis dan anti Muslim terbesar di dunia pun demikian, bertindak sama.

 

Namun disisi lain, pesepakbola Muslim yang berlaga di partai final ini, telah banyak berkontribusi menyumbangkan torehan trofi dengan segudang prestasi di klub-klub Eropa.

 

Sepakbola sesungguhnya harus bisa menyatukan segalanya, dan menghapus suara sumbang dan propaganda yang sejak lama selalu mengarah kepada kebencian terhadap kelompok agama, khususnya agama Islam.

 

Pertarungan politik praktis di luar stadion seringkali menyasar hingga ke ruang pertadingan dan sarat akan kepentingan, yang tak sedikit banyak menyudutkan pemain yang berlabel Muslim.

 

Rasisme, intimidasi, diskriminasi kekerasan, hingga label terorisme jangan ada lagi melibatkan suatu agama tertentu, terlebih mengarah kepada satu ajaran yang diyakini oleh pemain.

 

Sebab, perlakuan itu semua, diluar dari ajaran agama, segala bentuk kejahatan dan kekerasan tak ada kaitan dengan agama.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *