Oleh : Fauziah Meilinasari
Menko muhadjir mengusulkan kepada Menteri Agama Fachrul Razi untuk membuat fatwa pernikahan lintas ekonomi. Muhadjir beralasan, usulan fatwa tersebut untuk menekan mata rantai kemiskinan.
“Itu kan intermezzo. Fatwa kan bahasa Arabnya anjuran. Anjuran, saran. Silakan saja. Saya minta ada semacam gerakan moral bagaimana agar memutus mata rantai kemiskinan itu, antara lain supaya si kaya tidak memilih-milih, mencari jodoh atau menantu yang sesama kaya. Jadi gerakan moral saja,” kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020).
Muhadjir mengamati ada fenomena di mana kecenderungan seseorang untuk menikah dengan yang memiliki kondisi ekonomi setara, misal si kaya dengan si kaya, atau si miskin dengan si miskin. Fenomena inilah yang menurut Muhadjir lahirnya keluarga miskin baru.
Namun usulan tersebut masih sebatas intermezzo. Muhadjir menegaskan usulan dalam fatwa tidak bersifat wajib.
Menurut pandangan saya, ada baiknya pemerintah mencari cara bagaimana menanggulangi kemiskinan, mengatasi ketimpangan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan menyejahterakan rakyatnya. Pernikahan juga merupakan urusan pribadi masing-masing individu tidak sepatutnya pemerintah menyampuri urusan pernikahan seseorang. Dalam islam juga menganjurkan menikah dengan sekufu, apasih sekufu yang dimaksud? Kufu atau kafa’ah, artinya adalah kesepadanan. Yakni kesepadanan antara calon suami dan calon istri yang akan menikah dan membina rumah tangga.
Allah SWT berfirman:
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).”
Soal jodoh dan rezeki itu sudah ada yang mengatur, sebelum menyatukan diri dalam ikatan perkawinan juga seharusnya sudah dibicarakan matang-matang soal perbedaan tersebut. Kalau perbedaan itu sudah disepakati, kedua pasangan bisa melangkah kepada komitmen yang lebih kuat. Dengan demikian soal perbedaan sosial ekonomi tidak dipermasahkan lagi. Menikah juga merupakan ibadah dan sunnah nabi dan kita sebagai manusia diciptakan Allah untuk berpasang-pasangan satu dengan yang lainnya dan menyatukan keduanya dalam taqwa, dan Allah SWT berfirman:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (an-Nur : 32)”
InsyaAllah membangun rumah tangga dengan niat mencari ridlo Allah Swt kita mendapatkan bahagia di dunia dan akhirat, amin ya rabbal alamin.