Eye of The Truth

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ummu Bisyarah (Aktivis Muslimah Kab. Malang)

Gaza kembali meronta! Israel kembali menggempur gaza tiada henti. Rudal dijatuhkan sana sini tanpa henti. Sejak kamis (14/11) dini hari waktu setempat gencatan senjata dimulai, menyusul eskalasi sengit antara ke 2 kubu yakni Israel Jihad Islam – kelompom milisi Palestina terkuat nomor dua di Gaza setelah Hamas yang menguasai Palestina saat ini.

Korban jiwa pun mulai tak terbendung. Seperti dilansir Associated Press, Kamis (14/11/2019), jumlah korban tewas akibat gempuran udara Israel ke Gaza hingga kini mencapai 32 orang. Kementerian Kesehatan Gaza menyebut 16 korban tewas di antaranya merupakan anggota kelompok militan setempat.

Gencatan senjata berkepanjangan ini tak hanya membunuh kelompok jihadi, namun warga sipil bahkan anggota medis dan pers turut menjadi korban perang ini. Padahal secara hukum internasional hal ini jelas melanggar hukum. Sebut saja kasus Razan al Najjar perawat Palestina yang tewas ditembak dada kirinya dan sederet kasus lain.

Tak cukup itu, peluru kebengusan zionis Israel menembus mata kiri seorang petugas pers bernama Amarneh Dikutip dari aljazeera.com, Senin, 18 November 2019, Amarneh adalah wartawan foto paruh waktu yang pada Jumat, 15 November 2019, tertembak dibagian mata kirinya saat sedang meliput aksi protes di kota Surif, dekat Hebron, Palestina. Dia saat ini masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Hadassah.

Kejadian ini menuai protes dari dunia global, terkhusus para jurnalis. Sejumlah aktivis dan jurnalis Palestina meluncurkan kampanye online yang dilengkapi dengan tagar #EyeofTruth dan #MuathEye untuk mendukung jurnalis foto Mu’ath Amarneh, yang terluka parah pada hari Jumat ketika meliput protes di selatan Tepi Barat.

Kampanye ini bertujuan untuk menjelaskan pelanggaran Israel terhadap wartawan seperti dalam menciptakan hambatan bagi mereka sambil meliput berita tentang peristiwa yang berkaitan dengan eskalasi Israel terhadap Palestina.

Sebenarnya kasus ini bukan kali pertama terjadi. Mohammad Lahham, kepala komite kebebasan di PJS, mengatakan bahwa pasukan Zionis – Israel sengaja menargetkan wartawan, mencatat bahwa telah ada 606 serangan terhadap wartawan yang dilaporkan sampai Oktober lalu. Jelas hukum internasional telah tumpul terhadap kedzoliman yang terjadi kepada kaum muslim. Padahal jelas sejak lama Israel telah melanggar hukum namun tetap saja tak ada tindakan dari PBB.

Dalam konteks masalah Palestina khususnya dan negeri-negeri Islam umumnya, berbagai forum dan pertemuan sering hanya untuk dua tujuan: Pertama, untuk meredam kemarahan publik Muslim sehingga tidak menjadi gerakan yang lebih besar serta membahayakan rezim dan hegemoni kapitalisme negara kafir penjajah. Tujuan pertama ini bisa dirasakan melalui KTT OKI terakhir itu. Kedua, untuk menegaskan konsesi yang sudah diberikan atau menjadi persiapan untuk pemberian konsesi berikutnya. Ini juga tampak pada KTT OKI paling akhir. KTT itu hanya menegaskan konsesi sebelumnya berupa solusi dua negara seperti yang dinyatakan dalam keterangan finalnya. Dengan KTT OKI paling akhir, solusi dua negara itu diakui dan menjadi komitmen 55 negara OKI. Dengan itu seolah solusi dua negara diterima dan menjadi komitmen Dunia Islam dan seluruh kaum Muslim. Padahal jelas, solusi dua negara berarti pengakuan terhadap keberadaan Israel, sang penjajah Palestina.

Alhasil, ini adalah solusi palsu alias bukan solusi, melainkan penyerahan dan pengkhianatan. Pasalnya, solusi dua negara merupakan bentuk pengakuan dan pembenaran atas perampokan Israel atas Tanah Palestina.

Solusi hakiki untuk masalah Palestina haruslah bersandar pada syariah. Masalah Palestina adalah masalah Islam dan seluruh kaum Muslim. Pasalnya, Tanah Palestina adalah tanah kharajiyah milik kaum Muslim di seluruh dunia. Statusnya tetap seperti itu sampai Hari Kiamat. Tidak ada seorang pun yang berhak menyerahkan tanah kharajiyah kepada pihak lain, apalagi kepada perampok dan penjajah seperti Israel. Sikap semestinya haruslah seperti yang ditunjukkan oleh Sultan Abdul Hamid II yang menolak sama sekali segala bentuk penyerahan Tanah Palestina kepada kaum kafir meskipun hanya sejengkal.

Karena itu sikap seharusnya terhadap Israel yang telah merampas Tanah Palestina adalah sebagaimana yang telah Allah SWT perintahkan, yakni perangi dan usir! Demikian sebagaimana firman-Nya:

﴿قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ﴾

Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tangan kalian, menghinakan mereka serta akan menolong kalian atas mereka sekaligus melegakan hati kaum Mukmin (TQS at-Taubah [9]: 14).

Allah SWT juga berfirman:

﴿وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ﴾

Usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (TQS al-Baqarah [2]: 191).

Berdasarkan ayat di atas, Israel harus diperangi dan diusir dari Tanah Palestina. Dengan kata lain jihad fi sabilillah terhadap Israel wajib dilancarkan. Apakah hal itu bisa dilakukan saat ini oleh para rezim di Dunia Islam? Tentu saja bisa jika mereka mau. Namun, rasa-rasanya sangat kecil kemungkinannya bahkan mustahil hal itu mereka lakukan. Pasalnya, tidak satu pun rezim di negeri-negeri Islam saat ini yang menjadikan akidah dan syariah Islam sebagai asas dan standar dalam bernegara, termasuk dalam politik luar negeri mereka dengan mengadopsi jihad fi sabilillah. Padahal jihadlah cara satu-satunya untuk mengusir siapapun yang telah merampas tanah milik kaum Muslim, termasuk Israel yang telah merampas Tanah Palestina

Karena itu penyelesaian tuntas masalah Palestina tidak lain adalah dengan mewujudkan kekuasaan Islam yang berlandaskan akidah dan syariah Islam. Itulah Khilafah Islam yang mengikuti manhaj kenabian. Khilafahlah, sebagai satu-satunya pelindung umat yang hakiki, yang bakal melancarkan jihad terhadap siapa saja yang memusuhi Islam dan kaum Muslim. Tentu dengan kekuatan jihad pula Khilafah akan sanggup mengusir Israel dari Tanah Palestina.

Dengan membaca QS al-Isra’ [17]: 4-8, kita bisa memahami bahwa Yahudi hanya dapat dikalahkan dengan “hamba-hamba Allah yang memiliki kekuatan besar”. Kekuatan besar itulah Khilafah. Dengan Khilafahlah Yahudi sang penjajah Palestina pasti bisa dikalahkan.

Jadi benarlah, solusi tuntas persoalan Palestina adalah Khilafah dan jihad. Sayang, sebagian kalangan sering nyinyir bila disodorkan solusi ini. Padahal jika bukan Khilafah dan jihad, adakah solusi lain? Apakah dengan perundingan? Ingatlah, sudah sangat banyak perundingan damai digelar dan ditandatangani, tetapi sebanyak itu pula diingkari. Jangankan sekadar sejumlah negara Arab atau Dunia Islam, bahkan seluruh dunia mengutuk pun, Israel—yang didukung penuh Amerika dan Barat—tak pernah peduli. Faktanya, sudah lebih dari 33 resolusi PBB terkait Israel dilanggar, dan tak ada tindakan apa pun atas Israel.

Sebagian pemimpin umat selalu menyerukan persatuan umat Islam untuk membebaskan al-Aqsha. Namun, bagaimana umat Islam bisa bersatu bila bukan dengan Khilafah yang terbukti pernah menyatukan mereka pada masa lalu serta sanggup melindungi Palestina dan al-Aqsha selama berabad-abad lamanya?! []

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *