Oleh: Ummu Azka (Aktivis Muslimah dari Serang-Banten)
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) bersama sejumlah kementerian/lembaga terkait menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang penanganan radikalisme bagi kalangan aparatur sipil negara (ASN), Selasa (12/11).(cnnindonesia.com)
Wujud konkret hal tersebut diantaranya adalah pembuatan portal pengaduan bagi ASN yang dinilai bertindak radikal seperti men-share status yang dianggap berbau Radikalisme. Khilafah dan jihad adalah diantara beberapa yang diklaim sebagai bentuk radikalisme beragama.
Deputi bidang Aparatur dan SDM Kemenpan RB Setiawan Wangsaatmaja mengatakan pembuatan portal tersebut untuk mencegah timbulnya radikalisme di kalangan ASN . Secara teknis, laporan yang masuk ke portal aduan ASN tersebut akan ditindaklanjuti oleh satuan tugas dari kementerian/lembaga terkait. Nantinya, akan dilakukan proses validasi laporan yang menghasilkan sebuah rekomendasi terhadap Pejabat pembuat komitmen (PPK) kementerian/lembaga dari ASN yang dilaporkan.
Devide et Impera
Keputusan pemerintah terkait perang melawan Radikalisme beserta seluruh perangkat yang disiapkannya telah memantik banyak gejolak baru di masyarakat. Pembuatan portal pengaduan bagi ASN yang terindikasi radikal akan berakibat kepada sikap saling curiga, saling melaporkan dan alergi terhadap agamanya.
Tipe seperti ini mirip dengan politik adu domba gaya klasik. Memecah belah tokoh dalam sebuah kerajaan, atau para pemuka masyarakat, dengan cara menyulut isu yang akan berpotensi konflik horizontal antar masyarakat adalah tabiat khas politik ini.
Contoh nyata politik Devide et Impera pada zaman itu adalah ketika VOC berupaya menguasai Banten.
Dalam usahanya tersebut, Belanda memanfaatkan konflik internal kerajaan Banten dengan cara politik adu domba. Antara Sultan Haji, Putra Mahkota Banten, sedang berselisih dengan Sultan Ageng Tirtayasa mengenai pergantian kekuasaan kerajaan. Dalam hal ini VOC memberikan bantuan kepada Sultan Haji untuk melengserkan Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah berhasil melengserkan Sultan Ageng Tirtayasa, VOC meminta imbalan berupa perjanjian, yang menyatakan bahwa Banten merupakan wilayah yang berada di bawah kekuasaan VOC, dan VOC diijinkan mendirikan benteng. Banten juga harus memutuskan hubungan dengan dengan bangsa-bangsa lain dan memberikan hak monopoli kepada VOC untuk berdagang di Banten. Perjanjian Banten sangat menguntungkan bagi VOC.
Dengan Adu domba, masyarakat akan lupa terhadap masalah yang sebenarnya bangsa ini hadapi. Melalui konflik yang dibuat, banyak rakyat ribut dengan sesamanya, sehingga musuh di pelupuk mata menjadi samar kehadirannya.
Kini, radikalisme menjadi alat untuk memecah belah umat. Dikotomi diciptakan antara radikal versus moderat, serta pencitraburukkan ajaran tertentu dalam agama, adalah semata upaya untuk menutupi kegagalan rezim dalam mengurusi urusan rakyat.
Di sisi lain, isu radikalisme juga digunakan untuk mengokohkan kedudukan kaum kapitalis sekuler yang ingin mengambil keuntungan dari negeri ini. Inilah wujud nyata imperialisme gaya baru yang mencengkeram negeri ini.
Jelas sudah kerusakan dan kesengsaraan yang disebabkan oleh ideologi kapitalisme sekuler. Sudah saatnya umat mencampakkan aturan hidup ini dan beralih kepada Islam.
Dalam Islam, negara sebagai penyelenggara kehidupan bermasyarakat akan memberikan rasa aman dan nyaman kepada seluruh warganya untuk dapat menjalankan syariat Islam. Bahkan suasana keimanan yang baik pun ditumbuhkan dan dipelihara agar tercipta kontrol sosial yang baik. Semua masyarakat bisa berislam secara kaffah tanpa ancaman, terlebih aduan. Wallahu alam bishshowab.