Oleh: Irma Hidayati, S.Pd
Jauh panggang daripada api.
Peribahasa di atas sangat pas untuk menggambarkan kebijakan plin-plan pemerintah dalam menangani pandemi covid-19, yang masih bertahan diangka 121ribu kasus.
Mulai dari bantuan langsung tunai yang masih belum tersebar merata, karena kuantitas bantuan masih relatif sedikit. Ketika ada tambahan warga terdampak maka tidak bisa diajukan lagi. Padahal gelombang PHK masih berlanjut sampai saat ini.
Seiring semakin tingginya angka kemiskinan di negeri ini, tiba-tiba terdengar kembali kebijakan pemerintah yang seakan-akan mengentaskan angka kemiskinan. Dikucurkan lagi bantuan langsung tunai (BLT) bagi masyarakat yang gajinya dibawah 5 juta rupiah. Melalui mekanisme data dari BPJS Tenaga Kerja, nanti akan disalurkan melalui bank senilai 2,4 juta dengan dua kali pengiriman ke rekening masing-masing pekerja dimulai bulan September nanti.
Setelah kebijakan pemerintah memberikan bantuan sosial dan BLT kepada masyarakat miskin dan pra miskin maka sekarang pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat menengah. Dengan harapan resesi ekonomi bisa teratasi.
Solusi ini dilakukan karena melesetnya perkiraan pertumbuhan ekonomi masa kuartal II tahun ini yang berakhir pada angka minus 5,32%. Padahal Menko Perekonomian pernah mengungkapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 minus 3,4%. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi kuartal II-2020 ekonomi Indonesia akan minus 4,3%. Dia juga pernah memproyeksikan hingga akhir tahun berada di kisaran minus 0,4% sampai maksimal 1% atau masuk skema sangat berat. (CNN Indonesia, 17/7/2020)
Berbagai analisa kenapa pertumbuhan negatif karena disebabkan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang menghambat berbagai kegiatan ekonomi. (detik.com, 19/7/2020)
Banyak pengamat ekonomi juga yang mengatakan bahwa minusnya ekonomi karena masyarakat menengah lebih menyimpan uangnya untuk jaga-jaga di masa pandemi ini. Mereka mengurangi belanja yang bersifat tersier serta lebih memenuhi kebutuhan pokok saja. Mengingat pertumbuhan ekonomi terbesar di Indonesia selama ini adalah pergerakan konsumtif kebutuhan rumah tangga.
Akar Masalah Resesi Ekonomi.
Permasalahan resesi ekomomi yang melanda sebuah negara, ditandai dengan meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan, turunnya daya beli masyarakat, dan melemahnya neraca perdagangan internasional.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme mengukur pergerakan berbagai variabel tersebut dalam skema angka pertumbuhan ekonomi. Jika dalam dua kuartal berturut-turut angka pertumbuhan ekonomi dalam posisi kontraksi atau negatif, maka sebuah negara mengalami situasi resesi.
Dampak tersulit yang dihadapi masyarakat dalam situasi resesi adalah meningkatnya angka pengangguran secara tajam. Dampak lanjutan dari hal ini adalah meningkatnya angka kemiskinan dan kelaparan.
Akankah pemberian BLT dari pemerintah bagi masyarakat menengah mampu menumbuhkan ekonomi negeri ini?
Solusi Islam Mampu Mengentaskan Kemiskinan.
Sampai saat ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar resesi ekonomi ini berakhir. Diantaranya dengan menurunkan berbagai tarif pajak dan menurunkan tingkat suku bunga, ternyata tidak berhasil menggerakkan roda ekonomi.
Kebijakan new normal juga tidak terlihat pengaruhnya dalam menggerakkan roda ekonomi. Daya beli tak kunjung meningkat, produksi juga tidak bisa digenjot karena ancaman wabah justru tidak bisa diprediksi jumlahnya dan semakin meningkat saja.
Berbeda dengan solusi yang ditawarkan oleh sistem Islam. Dimana setiap permasalahan dilihat dari akarnya dan bisa memberikan solusi yang mendasar, tanpa menyebabkan datangnya persoalan baru. Dunia hari ini membutuhkan sistem ekonomi Islam kaffah untuk membangkitkan ekonomi yang sedang mengalami resesi global.
Sistem Ekonomi Islam terbukti berbuah produktivitas, stabilitas, serta distribusi yang adil dalam rentang waktu 13 abad lebih. Tanpa pernah mengalami defisit APBN akut, tidak pernah mengalami turunnya daya beli masyarakat.
Dalam ekonomi Islam pendapatan negara diperoleh dari pengelolaan berbagai kepemilikan umum termasuk di dalamnya pertambangan, laut, hutan, dan aset-aset lainnya. Kewajiban negara hanya sebagai pengelola, kemudian hasil labanya dikembalikan sepenuhnya kepada kebutuhan primer dan sekunder seluruh rakyat. Sehingga masyarakat miskin, pra miskin dan menengah mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tanpa terkecuali.
Pemasukan lain adalah dari pengelolaan harta milik negara berupa ghanimah harta rampasan perang, fa’i dan kharaj berupa pungutan tanah.
Juga pemasukan dari zakat dengan kekhususan pembelanjaannya untuk delapan ashnaf mustahik zakat.
Sejarah menceritakan bagaimana di jaman Kholifah Umar bin Abdul Aziz tidak ditemukannya rakyat miskin, ketika hendak menyalurkan zakat fitrah. Hal ini berarti menunjukkan jumlah pemasukannya negara dari zakat sangatlah besar sehingga mampu memenuhi kebutuhan pokok setiap individu.
Kemudian sistem ekonomi Islam ditopang oleh sistem mata uang emas, sehingga tidak pernah mengalami resesi mata uang yang jatuh nilainya terhadap mata uang lainnya.
Sektor ekonomi bertumpu pada sektor riil sehingga pertumbuhan ekonomi senantiasa hidup. Sistem mikro dan makro harus sesuai aturan Islam. Tanpa adanya riba pembelian saham dan valas. Jika rakyat membutuhkan modal maka bisa mengadakan kerjasama atau syirkah.
Namun dalam situasi pandemi wabah seperti saat ini maka negara melalui Baitul Mal akan memberikan hibah atau modal secara cuma-cuma bagi orang yang kekurangan modal.
Kemudian mengingatkan seluruh warga agar mengatur keuangan keluarga dengan berhemat. Mengatur pembelanjaan pengeluaran digunakan untuk memenuhi kebutuhan bukan keinginan. Serta membelanjakannya sesuai dengan pemasukan yang didapatkan. Tentunya tetap bersedekah agar rizki yang diperoleh tetap barokah. Semoga pandemi Covid-19 segera berakhir dan bisa bekerja dan beribadah lebih khusu’ lagi. Wallahu a’lam bish showab.