Oleh : Alfiana Rahardjo, S.P.
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang sangat berlimpah. Negeri ini memiliki segudang sumber daya alam (SDA) dan keanekaragaman hayati. Diantaranya daratan, hutan, perairan, perikanan, flora, fauna, lautan, mineral maupun non mineral. Sumber daya alam ini berperan sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia dan alam.
Akan tetapi, kekayaan alam tersebut tak dijaga secara tepat. Berdasarkan data Global Footprint Network tahun 2020, Indonesia mengalami defisit ekologi sebesar 42%. Artinya, angka tersebut menunjukkan konsumsi terhadap sumber daya lebih tinggi daripada yang saat ini tersedia. Hal ini akan menyebabkan daya dukung alam terus berkurang. (m.mediaindonesia.com, 11/02/2021).
Menurut guru besar IPB University dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Prof Dr Akhmad Fauzi, dilansir dari laman IPB University. “Terdapat kerusakan yang cukup masif pada alam di Indonesia. Kerusakan alam ini misalnya disebabkan oleh alih fungsi lahan. Laju pencemaran lingkungan khususnya air juga tinggi. Selain itu keberagaman alam juga sudah semakin berkurang. Hal ini membuat perekonomian nasional kita melemah. Mengabaikan modal alam berakibat memperbesar angka ketimpangan ekonomi,” (m.mediaindonesia.com, 11/02/2021).
Kualitas lingkungan ditentukan oleh tindakan manusia yang berada di dalam dan sekitarnya. Sebagaimana apa yang dilakukan oleh tangan-tangan manusia dalam mengelola sumber daya. Jika pengelolaan nya tepat maka dampak baik pun didapatkan begitu pula sebaliknya.
Kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia merupakan akibat dari faktor manusia yakni tata kelola lingkungan yang tidak tepat. Adanya alih fungsi lahan dan lajunya tingkat pencemaran lingkungan menjadi penyebab kerusakan ekologi negeri dengan julukan Zamrud Khatulistiwa ini.
Alih fungsi lahan di Indonesia terjadi di berbagai daerah. Mulai dari lahan sawah menjadi perumahan, infrastruktur umum seperti tol sampai kawasan hutan disulap menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit. Alih fungsi lahan pun dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek ekologi. Dan yang ada dibalik semua itu adalah pihak korporasi. Tentunya bertujuan untuk memperluas bisnisnya. Mereka mengeruk kekayaan alam negeri ini secara berlebihan. Tak berpikir dampak buruk yang bisa saja terjadi.
Kebebasan pihak korporasi mengeksploitasi SDA ini tak lepas dari sistem ekonomi yang diterapkan di negeri ini. Sistem ekonomi yang bersandarkan prinsip kapitalis, dimana siapa yang punya modal besar dialah yang bisa mengelola SDA. Tak heran bila di negeri ini yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin. Padahal SDA tidak diperuntukkan untuk kepentingan korporasi tapi untuk kesejahteraan masyarakat. Seperti sabda Rasulullah saw, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Maka dari itu, agar tidak terjadi eksploitasi SDA, seharusnya negara yang mengelola dan mengatur pemanfaatan SDA untuk masyarakat secara adil. Tidak boleh melibatkan pihak swasta.
Seperti halnya dengan sistem ekonomi Islam yang menggolongkan SDA ke dalam kepemilikan umum. Kepemilikan umum adalah semua kekayaan yang telah ditetapkan kepemilikan oleh Allah bagi masyarakat maka menjadi milik bersama. Individu diperbolehkan mengambil manfaatnya namun terlarang memilikinya secara pribadi.
Negara dalam sistem Islam mengatur pengelolaan kekayaan alam yang hasilnya untuk kesejahteraan masyarakat. Negara juga berupaya agar distribusi kekayaan alam bisa merata. Mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang.
Allah Swt. berfirman:
كَيْ لاَ يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ اْلأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
Hendaklah harta itu tidak beredar di kalangan orang-orang kaya saja di antara kalian. (QS al-Hasyr [59]: 7).
Begitu adilnya pengaturan SDA dalam sistem Islam. Masyarakat sejahtera. Ekologi pun terjaga. Tidak akan terjadi kerusakan lingkungan.
Wallahua’lam bishawab.