Oleh : Reni Asmara (Pemerhati Kebijakan Sosial)
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dipilih oleh pemimpin negara untuk diterapkan sebagai upaya menghambat laju penyebaran covid-19 di Indonesia. Tapi, kenyataan pelaksanaannya tidaklah mudah. Pelaksanaan penerapan PSBB di berbagai daerah masih dinilai belum optimal. Hingga muncul PSBB tahap berikutnya. DKI Jakarta yang merupakan daerah epicentrum sudah melakukan PSBB tahap III.
Wilayah Kabupaten Sumedang turut serta memperpanjang penerapan PSBB hingga 19 Mei 2020 yang didaulat sebagai PSBB tahap II. Dengan menerapkan aturan yang lebih ketat dan tindakan penegakan hukum apabila dilanggar. Agar warga masyarakat Sumedang disiplin, ketat dan tegas dalam penerapan PSBB ini sehingga penanganan wabah ini cepat selesai.
Karena kunci keberhasilan PSBB adalah kepatuhan masyarakat. Bahkan, petugas check point di perbatasan harus bekerja maksimal. Harus memberhentikan kendaraan dan melarang pihak dari luar untuk masuk ke Sumedang.
Fakta di lapangan menunjukkan pengawasan pemeriksaan di pintu-pintu masuk Sumedang seperti di Jatinangor masih longgar. Pengawasan terhadap warga yang pulang pergi Sumedang pun longgar. Terutama pemudik yang merupakan ODP. Hal ini dipicu oleh kebijakan relaksasi bidang transportasi pemerintah pusat. Salah satunya dengan membuka jalur transportasi antar daerah. Ini bertentangan dengan PSBB yang dilakukan pemerintah daerah Sumedang. Tidak adanya tindakan tegas terhadap aktivitas masyarakat yang masih banyak keluar rumah bahkan berkumpul, disebabkan negara tidak menjamin kebutuhan pokok rakyat selama PSBB. Bagi rakyat diam di rumah berarti kelaparan. Walaupun ketika berikhtiar keluar rumah covid-19 mengancam.
Akibatnya, PSBB dirasa lamban dan kurang efektif. Indikator kesuksesannya berupa penurunan 30% pergerakan orang atau kepadatan agak sulit dikendalikan. Tentu berimbas pada durasi penerapan PSBB yang tidak jelas lamanya. Sebenarnya banyak masyarakat berharap PSBB segera berakhir.
Penerapan PSBB yang berkepanjangan mengakibatkan lumpuhnya ekonomi masyarakat. Perusahaan terancam bangkrut, pedagang terancam gulung tikar, pekerja (pabrik, mall, toko dll) dirumahkan bahkan di PHK. Masyarakat kebingungan untuk mendapatkan penghasilan. Sementara bantuan dari pemerintah tidak merata, tidak semua masyarakat terdampak mendapat bantuan.
Berbeda dengan kebijakan lockdown yang merupakan ajaran Islam. Rasulullah menerapkannya ketika terjadi wabah tha’un. Beliau bersabda : ”Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu. “ (HR Bukhari).
Agar wabah tidak menyebar dan penanganannya akan lebih mudah. Masa Khalifah Umar Bin Khattab ketika terjadi wabah tha’un kolera di Syam. Kebijakan lockdown diterapkan hingga wabah pun sirna.
Dalam menerapkan kebijakan lockdown tentu dibutuhkan kerjasama individu, masyarakat dan negara untuk menyelesaikan masalah wabah. Individu harus disiplin dan taat. Masyarakat harus saling peduli. Negara melalui pemimpinnya harus mengayomi. Negara wajib memenuhi kebutuhan pokok setiap rakyatnya. Jika kas negara kosong, maka masyarakat aghniya harus membantu, bahkan harus rela dipungut pajak. Negara juga harus meyakinkan masyarakat jika negara mampu mengatasi wabah. Sehingga tercipta sinergi, rakyat percaya bersama negara fokus mengatasi wabah.
Wacana lockdown pernah diusulkan oleh Gubernur Jakarta Anis Baswedan. Akan tetapi ditolak dan pemimpin negara lebih memilih menerapkan PSBB.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dilansir TribunWow.com (7/04/2020) mengatakan pemerintah tidak mampu menerapkan lockdown karena pemerintah tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di tengah pandemi. Walaupun dapat memicu peluang kerusuhan. Pemerintah lebih memperhitungkan dampak sosial ekonomi dibandingkan nyawa rakyatnya.
Padahal pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap nyawa dan kondisi rakyatnya. Rasulullah bersabda : ”Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Selama ini memang solusi Islam hanya dijadikan pilihan. Diabaikan jika tidak menguntungkan dan berbenturan dengan kepentingan pribadi maupun golongannya. Padahal sistem ini merupakan solusi bagi setiap permasalahan. Maka, urgen adanya kepemimpinan Islam agar mampu menerapkan sistem Islam disetiap aktivitas kehidupan. Yang menjadi petunjuk dalam menghadapi setiap permasalahan kehidupan. Baik dalam kehidupan individu, masyarakat maupun negara. Wallahu’alam bishowab.