Edukasi Minimalis, Tenaga Medis Miris

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Siti Mariyam, S.Pd (Pendidik dan Anggota Komunitas “Setajam Pena”)

Wabah Covid-19 masih terus menghantui dunia, termasuk juga Indonesia. Berbagai kalangan saling bahu membahu dalam menangani wabah ini agar cepat teratasi. Begitupula yang dilakukan oleh kalangan medis, mereka adalah pihak yang berada di garda terdepan menolong masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Namun, semakin hari penyebaran virus Covid-19 di negeri ini semakin meluas, jumlah pasien yang terjangkiti virus ini pun semakin bertambah, ketakutan dan kepanikan pun melanda masyarakat. Informasi tentang penyebaran Covid-19 pun beredar luas, tidak peduli informasi itu benar atau sekedar hoax. Akibatnya, sebagian masyarakat mengambil tindakan-tindakan sendiri sesuai pemahaman mereka. Namun sayangnya, tindakan ini terkadang justru menimbukkan permasalahan baru bahkan sampai memunculkan tindakan yang tidak manusiawi.

Seperti beberapa kasus yang menimpa kalangan medis. Mereka mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan di masyarakat. Seperti yang dialami oleh dokter dan perawat di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta Timur. Para tenaga medis tersebut ditolak dan diusir dari kos-kosan yang mereka sewa, karena takut jika tenaga medis yang memang behadapan langsung dengan pasien ini membawa virus Covid-19 dan bisa menularkan kepada mereka.

Kejadian tidak menyenangkan juga dialami oleh Tri Sudaryati (54tahun), perawat senior di salah satu rumah sakit di Jawa Timur. Dia mengalami tekanan mental di luar tempat kerjanya sejak merawat pasien corona, dia dikucilkan karena dianggap bisa menularkan virus. (kompas.com, 05/04/2020)

Kejadian yang lebih menyedihkan dan menyayat hati adalah kasus penolakan jenazah dari seorang perawat yang positif covid-19 di Semarang. Penolakan ini dilakukan oleh sekelompok warga di daerah Sewakul, Ungaran, Kabupaten Semarang pada Kamis, 9 April 2020. Warga daerah tersebut menolak perawat tersebut dimakamkan di sana karena takut masih membawa virus dan menyebar. (Kompas.com, 11/04/2020)

Kejadian-kejadian tidak menyenangkan yang diterima oleh beberapa tenaga medis ditengah-tengah masyarakat memang sangat disayangkan. Terlebih, mereka adalah garda terdepan yang menolong masyarakat dalam menghadapi pandemi ini. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, bahkan nyawa mereka menjadi taruhan demi membantu pasien. Sungguh miris.

Sikap tidak menyenangkan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap para tenaga medis dilakukan karena munculnya ketakutan dan kecemasan mereka terhadap penyebaran virus ini. Kecemasan dan ketakutan yang dialami oleh masyarakat adalah hal yang wajar terjadi ditengah-tengah pandemi. Terlebih, edukasi yang diberikan sangat minimalis dan tidak ada informasi yang akurat kepada masyarakat mengenai Covid-19.

Akibat tidak adanya kejelasan informasi dan juga edukasi yang benar dari pemerintah, akhirnya masyarakat bertindak sesuai dengan apa yang mereka mengerti meski tindakan tersebut dzalim atau tidak manusiawi. Mereka tidak mengetahui jika pemahaman dan tindakan mereka salah. Karena yang mereka tahu adalah mereka berupaya untuk melindungi diri dan wilayah mereka dari penularan.

Sungguh, hal ini sangat disayangkan. Karena berhadapan dengan wabah yang sudah menjadi pandemi, tentu kecepatan dan ketepatan informasi serta edukasi yang benar dari pemerintah sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dan tugas ini adalah tanggungjawab penguasa.

Sudah seharusnya pemerintah memberi informasi yang detail dan rinci terkait Covid-19. Begitu pula harus memberi edukasi yang tepat dan akurat bagaimana cara pencegahan, penularan, penanggulangan dan cara-cara ketika menghadapi atau bersikap terhadap orang-orang yang berstatus korban baik ODP, PDP dan lain sebagainya. Hal itu dilakukan agar tak ada kabar simpang siur di kalangan masyarakat dan mereka bisa saling gotong-royong membantu, bukan saling cuek dan dzalim.

Kelalaian yang dilakukan penguasa terhadap penanganan pandemi saat ini sebenarnya sudah terlihat sejak virus belum masuk ke negeri ini. Bukannya bersegera untuk membentengi dan mengedukasi rakyat tentang penyebaran virus Covid-19 agar bisa meminimalisir penyebaran virus ke dalam negeri, namun pada faktanya sejak awal penguasa negeri ini sudah menyepelekan dan meremehkan pandemi ini. Wajar saja jika masyarakat pun juga minim ilmu dan informasi. Padahal pemerintah bisa melibatkan media dan juga para tenaga medis, dan tokoh masyarakat dalam menghadapi wabah dan membantu menyampaikan ke masyarakat. Begitu pula dengan menggandeng tokoh ulama supaya mengajak masyarakat lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta Allah SWT, agar lebih tenang dan siap menghadapi wabah ini.

Dengan demikian, maka berbagai kebijakan dan aturan yang diambil oleh penguasa akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Tanpa dukungan penuh dari masyarakat, maka pelaksanaan kebijakan tersebut tidak akan berjalan dengan baik dan efektif.

Beginilah sistem kapitalis sekuler mengajarkan. Sikap abai dan tidak serius dalam mengurusi urusan rakyat adalah hal biasa. Lihatlah bagaimana penanganan wabah di negeri ini, bahkan di Amerika yang masih belum optimal dan didukung penuh oleh rakyatnya.

Hal ini sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh pemerintahan Islam. Karena Islam adalah agama sekaligus ideologi yang mempunyai perangkat yang lengkap dalam menghadapi masalah, termasuk dalam menghadapi wabah. Dalam sejarah Islam, wabah penyakit menular pernah terjadi pada masa Rasulullah saw. Wabah juga pernah terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Namun, penguasa Islam dahulu telah mencontohkan bagaimana mereka bergerak dengan cepat dan tanggap dalam menangani wabah.

Cepat dan tanggapnya penguasa Islam terhadap wabah yang terjadi, semua itu dilakukan demi melindungi rakyat. Karena dalam Islam seorang penguasa adalah yang penanggungjawab, dia bertanggungjawab terhadap keselamatan rakyatnya. Seorang khalifah tidak akan membiarkan rakyatnya akan menderita akibat wabah karena kesalahannya.

Lebih dari itu, penguasa Islam melakukan semua atas dasar mengharap ridha Allah ta’ala semata. Karena mereka faham bahwa kelak akan bertanggungjawab kepada Allah swt atas apa yang dia lakukan terhadap rakyat dengan taruhan surga atau neraka. Maka wajar jika para khalifah terdahulu, meski dengan fasilitas yang masih sangat minim, namun mereka bergerak cepat menangani wabah. Inilah karakter pemimpin dalam Islam. Wallaahu a’lam bishhowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *