Ditengah Pandemi, Negara Berhutang Lagi?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Pani Wulansary S.Pd (Pemerhati sosial dan politik)

Diketahui saat ini pemerintah membutuhkan banyak dana demi menanggulangi dampak Pandemi Corona alias COVID-19 dan melindungi perekonomian nasional.

Untuk memenuhi dana tersebut, salah satunya pemerintah melebarkan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2020 ke level 6,27% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Defisit anggaran yang melebar ke 6,27% itu setara Rp 1.028,5 triliun terhadap PDB. Untuk memenuhi itu, pemerintah rencananya akan menerbitkan utang baru sekitar Rp 990,1 triliun.

Berdasarkan draf kajian Kementerian Keuangan mengenai program pemulihan ekonomi nasional, pemerintah hingga saat ini sudah menerbitkan surat utang negara (SUN) senilai Rp 420,8 triliun hingga 20 Mei 2020.

Ditengah pandemi ini, pemerintah lagi-lagi terjebak dalam skema hutang kepada asing sebagai “jalan keluar” masalah desifitnya Anggaran Pemasukan dan Belanja Negara (APBN)

Padahal, sudah menjadi rahasia umum bahwa hutang kepada pihak asing berbahaya bagi fundamental ekonomi dalam negeri, hal ini akan menjadi jalan mulus dalam strategi penjajahan negara adidaya yang bernafaskan kapitalisme.

Seharusnya pemerintah menyadari akan bahayanya ketika terus menerus berhutang kepada pihak asing, sebab ini akan semakin membuat rapuh kemandirian negara dan rentan akan intervensi.

Pemerintah hendaknya menyadari bahwa Indonesia dapat mandiri dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dalam negeri untuk menggenjot ekonomi,
bukan malah terjebak lagi dan lagi dengan penjajahan asing aseng melalui skema hutang luar negeri berbasis riba.

Untuk menyelamatkan negeri ini dari efek bahaya hutang maka pemerintah seharusnya berani mengambil langkah revolusioner, mengganti sistem kapitalis yang diterapkan agar ekonomi tidak bergantung pada asing.

Sistem Islam menjadi jawaban atas setiap permasalahan, sebab dapat mengatasi segala permasalahan, termasuk ekonomi negara, melalui sistem ekonomi dan sistem Islam secara keseluruhan dalam naungan khilafah.

Dalam hal ini Khilafah akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok per individu seperti sandang, papan, pangan , serta kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan sehingga stabilitas domestik terjaga

Pada saat yang sama sistem ekonominya yang dibangun dengan ketiga pilarnya yakni kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, distribusi benar-benar bisa menjamin terwujudkan ekonomi politik tersebut

Hal ini karena kepemilikan individu benar-benar menjadi milik individu, kepemilikan umum murni milik rakyat yang dikelola oleh negara sebagai pemegang mandat rakyat, serta kepemilikan negara milik negara.

Khilafah menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi dan kompetitif dengan kebijakan moneter, yakni menggunakan standar emas dan perak sehingga didapati inflasi akan nol persen, selain itu juga akan memastikan mekanisme pasar berjalan dengan benar.

Negara Khilafah dengan aturan yang berlandaskan Al- Qur’an tegas mengharamkan riba sebagaimana yang terdapat didalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah [2] ayat 275 : ” _Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya_.”

Bukan hanya riba, melainkan kejahatan seperti penimbunan, mafia, kartel, menetapkan harga dan upah jasajuga pasti
Negara mengharamkannya

Bagi yang melanggar semua aturan yang ditetapkan maka dengan tegas akan memberikan sangsi dengan efek jera agar kondisi masyarakat aman dari segala tindakan curang dan merugikan.

Hanya Islam kaffah dalam bingkai Khilafahlah yang dapat menyelesaikan segala permasalahan, untuk itu alasan apalagi pemerintah tidak mengambil Islam sebagai solusi?

[Wallahu’alam Bishawab]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *