Dispensasi Nikah, Legalkan Praktik Perzinaan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Lia Aliana (Aktivis Muslimah)

Baru-baru ini, warganet dibuat jengkel dengan pemberitaan yang tengah viral. Pasalnya, sebanyak 240 siswa berbondong-bondong mengajukan dispensasi nikah. Hal itu dilatar belakangi oleh ketetapan pemerintah tentang batas usia perkawinan.

Bahkan, diduga maraknya kasus kehamilan diluar nikah yang menimpa sejumlah remaja perempuan, menjadi salah satu penyebab terjadinya aksi serupa di berbagai daerah. Bahkan 50 persen diantaranya, adalah mereka dengan statusnya sebagai pelajar.

Hal tersebut dibenarkan oleh Pengadilan Agama Jepara, Jawa Tengah. Dilansir dari Jawapos.com, “Dari 240 pemohon dispensasi nikah, dalam catatan kami ada yang hamil terlebih dahulu dengan jumlah berkisar 50-an persen. Sedangkan selebihnya karena faktor usia yang belum sesuai aturan, namun sudah berkeinginan menikah.”

Pun dikutip dari Kompas.com, Susilowati menuturkan, “Tidak dapat dihindari terjadinya pergaulan bebas yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan menyebabkan angka dispensasi meningkat di masa pandemi ini.”

Sungguh disayangkan, generasi muda saat ini tengah hanyut dalam arus modernisasi dan westernisasi. Gaya hidup permisif, hedonis dan pergaulan muda-mudi yang sangat akrab dengan seks bebas menjadi hal yang biasa.

Meski pemerintah sudah menempuh banyak cara, untuk menekan praktik pernikahan dini yang berawal dari pergaulan bebas. Namun nyatanya tidak membawa perubahan apapun, bahkan permohonan dispensasi menikah ke pengadilan semakin meningkat.

Alih-alih menawarkan solusi, justru kebijakan dispensasi menikah ini menuai kontroversi. Beberapa hal yang menjadi perdebatan dan dapat menimbulkan permasalahan diantaranya.

Pertama, rancunya pengklasifikasian antara dewasa dan anak-anak. Saat ini seorang remaja masih dikatakan anak-anak. Karena usianya belum genap 19 tahun. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang batas usia calon mempelai wanita adalah 19 tahun. Batasan ini mengalami perubahan dari yang sebelumnya berusia 16 tahun.

Namun, faktanya seorang remaja mampu menyalurkan dorongan syahwatnya layaknya sepasang suami istri. Aktivitas perzinaan ini dilakukan dengan sukarela tanpa paksaan. Hal ini menunjukan bahwa secara fisik dan biologis telah matang. Artinya bukan lagi anak-anak tapi sudah tumbuh dewasa.

Kedua, dijadikan jalan pintas untuk mengatasi problem gaul bebas. Dengan adannya kebijakan ini tidak menutup kemungkinan bahwa, fenomena seks bebas dikalangan remaja menjadi hal yang lumrah dan dimaklumi.

Tak ada lagi rasa cemas apalagi bersalah atas kemaksiatan yang dilakukan. Kebijakan ini seakan melegalkan dan menjadi tameng dari praktik perzinaan. Karena jika sudah terlanjur hamil diluar nikah, untuk menutupi aibnya hanya butuh permohonan dispensasi menikah. Maka sudah dipastikan perbuatan tercela itu akan terus bertambah.

Dalam syariat Islam, batasan dewasa dan anak-anak tidak berpatokan pada usia. Melainkan ditandai dengan baligh. Ketika sudah baligh maka dikatakan dewasa seiring dengan berkembangnya fisik dan biologisnya. Maka diusia berapapun baligh, ia harus mampu mempertanggung jawabkan segala perbuatannya.

Memang, jika hanya mengandalkan faktor kedewasaan saja, sulit meredam perilaku seks bebas. Butuh sanksi serta aturan yang mengikat. Sistem pergaulan Islam, dengan sempurna telah memberikan pedoman cara berinteraksi dengan lawan jenis. Agar generasi siap memasuki gerbang keluarga dan mencegah seks bebas.

Salah satunya adalah aturan pemisahan hubungan pria dan wanita, tidak campur baur juga tidak berdua-duan. Termasuk diantaranya adalah perintah menutup aurat, menjaga pandangan serta safar disertai mahram bagi perempuan. Maka tertutuplah celah untuk melakukan perzinaan.

Disisi lain negara sebagai pelindung umat, harus menyediakan sanksi tegas yang dapat membuat efek jera pada pelaku seks bebas, penyebar juga pembuat konten pornografi dan pornoaksi. Sehingga tidak ada rangsangan dari luar yang akan menjerat remaja dari pergaulan bebas.

Dengan demikian, pelarangan nikah dini dan dispensasi nikah tidak dibutuhkan. Selain melegalkan segala bentuk perzinaan, hal itu justru akan berdampak pada individu dan generasi yang lemah, serta berpotensi melahirkan keluarga tanpa ketahanan. Maka hanya dengan solusi hakiki dari ilahi rabbi yaitu seperangkat aturan Islam yang mampu mengatasi berbagai problematika kehidupan.

Wallahu a’lam bish shawab

Refrensi :

Ratusan Pemohon Dispensasi Nikah Tidak Semua karena Hamil Duluan


https://edukasi.kompas.com/read/2020/07/08/131828971/pakar-unpad-angka-pernikahan-dini-melonjak-selama-pandemi?page=all

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *