Oleh : Ummu Hanan (Aktivis Muslimah)
Isu seputar Papua Barat kembali menghangat. Kali ini kabar seputar deklarasi kemerdekaan wilayah tersebut menjadi pembicaraan banyak kalangan. Para pengamat politik mendesak pemerintah Indonesia segera merespon deklarasi sepihak ini. Jika tidak, dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh pihak yang menginginkan disintegrasi sebagai sebuah legitimasi atas pengakuan mereka. Selain itu pendiaman juga akan memunculkan ancaman atas kedaulatan Indonesia di mata dunia.
Pemerintah Indonesia memiliki cara pandang berbeda dalam menyikapi deklarasi Papua Barat. Menurut Juru Bicara Kementrian Luar Negeri, Indonesia tidak perlu menanggapi berlebihan atas isu ini. Pihak Kemenlu beralasan deklarasi dilakukan oleh pihak yang bukan wakil sebenarnya dari masyarakat Papua. Sebagaimana diketahui, Benny Wenda sebagai deklarator, selama ini tinggal di Inggris. Benny mengumumkan pembentukan pemerintahan sementara Papua pada tanggal 1 Desember 2020 (bisnis.com,02/12/20).
Meski merasa tidak perlu menaggapi secara serius deklarasi Papua Barat, Pemerintah Indonesia akan tetap mengambil langkah. Melalui Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD, Pemerintah Indonesia akan melakukan pendekatan kesejahteraan atas isu ini. Diantara bentuk pendekatan ini adalah dengan menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) dan juga pemekaran pembangunan di Papua (tribunnews.com,04/12/20).
Isu kemerdekaan Papua tidak kali ini saja berkumandang. Pada tahun 2011 tepatnya pada tanggal 19 Oktober juga pernah terjadi deklarasi serupa. Bahkan konon telah terpilih Presiden Republik Federal Papua Barat Forkorus Yaboisenbut dan Perdana Menteri Edison Warumi. Masalah Papua juga sempat diangkat dalam pembahasan dalam Sidang Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa pada tahun 2012 silam (merdeka.com,12/06/12).
Disintegrasi merupakan ancaman serius dalam hal kedaulatan sebuah negara. Ketika terbaca adanya potensi perpecahan maka penguasa harus segera mengambil langkah pencegahan. Seperti halnya pada masalah Papua Barat. Potensi perpecahan yang berujung pada tuntutan untuk memisahkan diri dari Indonesia sebenarnya telah terendus sejak lama. Melalui beragam faktor pencetus, Papua acapkali diposisikan sebagai objek yang terzhalimi oleh otoritas setempat (Indonesia).
Problem kesejahteraan menjadi isu sentral yang menuntut Papua merdeka. Kita ketahui bersama bahwa tanah Papua memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, seperti emas dan tembaga. Kawasan Grasberg sendiri merupakan salah satu deposit tambang emas dan tembaga terbesar di dunia (kumparan.com). Ironisnya, masyarakat Papua hidup dalam kondisi penuh keterbatasan. Tingginya angka kemiskinan dan kasus busung lapar menjadi bukti bahwa kekayaan alam yang dimiliki tidak dinikmati oleh mayoritas rakyat Papua.
Menjaga keutuhan wilayah negara adalah perkara penting dalam pandangan Islam. Syariat Islam memerintahkan kepada setiap Muslim untuk bersatu dan melarang perpecahan. Sebagaimana Allah berfirman di dalam QS: Ali Imran ayat 105 yang artinya “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” Syariat Islam juga memerintahkan kaum Muslim untuk berada dalam satu kepemimpinan politik, Khilafah Islamiyah. Khilafah menjadikan wilayah kaum Muslim berada dalam satu wilayah kekuasaan, tidak terkerat-kerat seperti hari ini.
Sebaliknya, demokrasi mengakui adanya negara bangsa atau nation state. Konsep negara bangsa membuka peluang bagi munculnya disintegrasi. Bagaimana tidak, dalam negara bangsa ikatan pemersatu adalah ikatan kebangsaan yang sangat rapuh dan rentan tarik menarik kepentingan. Sedikit provokasi dapat berakibat lepasnya tapal batas wilayah. Cukuplah berpecahnya negeri Muslim menjadi lebih dari 50 negara kecil menjadi sebuah contoh nyata.
Demokrasi terbukti gagal dalam menjaga keutuhan wilayah negara. Deklarasi Papua Barat bukanlah kasus yang pertama. Siapapun tentu tidak menginginkan adanya perpecahan dan pelepasan wilayah lagi. Tidak ada kata terlambat untuk menyelamatkan negeri ini dari ancaman disintegrasi. Tentunya bukan dengan jalan demokrasi. Karena demokrasi lah biang disintegrasi. Hanya dengan kembali kepada konsep Islam dalam syariatnya yang kaffah dapat menyelamatkan negeri. Tak cukup sampai disitu, penerapan Islam yang kaffah juga akan membawa umat Islam pada persatuan yang hakiki dalam naungan negara Khilafah Islamiyah.
Wallahua’lam bishawab.