Dimana Pelindung Umat Islam?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Ghazi Ar Rasyid (Member Pena Muslimah Cilacap)

Jakarta – Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menyambut pemberian santunan Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok untuk Indonesia Xie Feng bagi 500 anak yatim piatu dan santri NU. Dalam kesempatan ini, Said mengimbau kepada Umat Islam di Tiongkok. Said berharap agar Umat Islam di RRT bisa menjaga kondusifitas dengan tak mengusik ranah politik pemerintahan RRT. Ini agar mereka bisa hidup dengan tetap damai.

“Saya berharap kepada umat Islam RRT, beribadahlah dengan tenang jangan masuk wilayah politik. Cukup diberi kebebasan beribadah dengan baik, jangan ngutik-utik politik di RRC,” imbau Said di Kantor PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (6/7/2015).

Said menyatakan dirinya telah mengunjungi Tiongkok pada kesempatan yang lampau. Dia melihat kehidupan Muslim di Negeri Tirai Bambu itu berlangsung cukup damai. “Di Beijing, orang-orang melaksanakan ibadah dengan tenang di enam masjid.

Di Guangzhou, mengunjungi peninggalan Saad bin Abi Waqqas. Suasananya tenang, banyak yang jualan sate, orang Islam semua,” tutur Said.

Soal pesan Said kepada Muslim di Tiongkok, Xie menyatakan akan menyampaikannya ke masyarakat Muslim Tiongkok. Terlepas dari itu, kehidupan Muslim di Tiongkok berlangsung baik. Tiongkok mempunyai penganut Islam lebih dari 20 juta.

Pemerintahnya menghargai dan melindungi kebebasan beragama. Tiongkok juga ingin bersahabat dengan Indonesia. Xie menyebut Laksamana Cheng Ho sebagai tokoh Muslim Tiongkok yang pernah berlayar ke Indonesia.

Said mengakui, memang hubungan Muslim Tiongkok dengan Nusantara sudah terjalin sejak dahulu kala. Perkawinan campuran juga sudah terjadi sejak era penyebaran Islam di Jawa zaman Wali Songo. “Makam Sunan Gunung Jati juga diziarahi orang Tionghoa. Jadi budaya kita sama lah, ziarah kubur. Cina juga NU,” kelakar Said disambut tawa Xie.

Begitulah keakraban bapak KetUm PBNU dengan DuBes dari Tiongkok yang ingin bersahabat dengan Indonesia. Beliau hanya memaparkan keadaan umat muslim dibeberapa daerah saja di Tiongkok. Tapi, apakah beliau memaparkan bagaimana keadaan umat muslim Uighur di Xinjiang? Kita dibuat seolah-olah tidak tau dengan keadaan muslim Uighur. Kita dibuat tabu dengan informasi saudara/i kita di belahan bumi sana yang sedang ditindas.

Negara Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak setelah Cina, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Lalu, mengapa pemerintah hanya diam melihat umat muslim dinegara lain ditindas, diintimidasi, bahkan dibunuh? Bukan hanya Indonesia , tetapi negara Muslim dibelahan bumi lain yang mendadak diam seribu bahasa ketika ditanya mengenai umat muslim Uighur.

Para pengamat mengatakan pemerintah negara-negara Muslim memang tidak dimasukkan ke dalam satu kategori, namun, ada sejumlah kesamaan utama di balik kebisuan mereka, yakni pertimbangan politik, ekonomi dan kebijakan luar negeri. Inilah alasan negara Muslim yang mendadak diam seribu bahasa. Seperti yang kita tau, China merupakan negara terbesar dan terkuat dibidang politik dan ekonominya. Dengan kemampuan didua bidang ini China berhasil menyumpal mulut pemerintah Negara Muslim didunia.

Sebaliknya, negara-negara seperti Australia dan Amerika Serikat secara terbuka mengecam tindakan Pemerintah China di wilayah tersebut. Etnis minoritas berbahasa Turkic telah ditahan di kamp-kamp dimana mereka mendapat ‘pendidikan ulang’ dan menjadi sasaran indoktrinasi politik, termasuk dipaksa belajar bahasa yang berbeda dan melepaskan keyakinan mereka. Penelitian terbaru mengungkapkan ada 28 fasilitas penahanan yang digunakan dan telah diperluas lebih dari 2 juta meter persegi sejak awal tahun lalu.

Bahkan posisi Indonesia sebagai pemimpin ASEAN maupun anggota Dewan Keamanan pun tidak ada reaksi sama ssekali atas derita umat musli Uighur, Rohingnya dan Palestina.

Mereka yang sedang menunggu uluran tangan kita, namun kita malah menepis uliran tangan itu. Mereka menangis, anak-anak kehilangan orang tua, orang tua kehilangan anaknya, istri kehilangan suaminya dan sebaliknya. Namun, kita hanya diam. Tak berani mengutik rezim. Kita terlalu takut kehilangan kekuasaan kita.

Dan bila ada negara kecil yang jauh di Afrika Barat sebut saja negara Gambia, yang menunjuk protes dan menggugat terhadap kekejaman negara Myanmar terhadap Rohingnya melalui lembaga dunia. Seharusnya, hal itu membuat kita sebagai negara Muslim malu dan tergugah untuk bersikap lebih baik sebagai manifestasi ukhuwah Islamiyah.

Tidak perlu menjadi orang yang beragama. Cukup menjadi manusia yang memiliki hati saja, pasti kita akan tergugah melihat sesama manusia yang dikebiri, dipenggal kepalanya, dibom rumahnya, dan dibunuh. Sayangnya, itu tidak terjadi karena beragam alasan.

Dan lagi lagi alasan mereka berkaitan dengan urusan politik dan ekonomi.
Seperti yang kita tahu bahwa, investasi Cina di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara dari 2005 hingga tahun 2018 telah berjumlah AU$144,8 miliar. Sementara di Malaysia dan Indonesia, jumlahnya AU$121,6 miliar dibandingkan periode yang sama, menurut lembaga think tank American Enterprise Institute. Beijing telah banyak berinvestasi di industri minyak dan gas milik negara Arab Saudi dan Irak, serta menjanjikan investasi berkelanjutan di seluruh Asia, Afrika, dan Timur Tengah.

Tapi perlakuan Pemerintah China terhadap Uyghur dan kelompok Muslim lainnya tidak menghalangi turis-turis Muslim untuk bepergian ke Cina. Para pelancong Muslim menghabiskan lebih dari AU$ 11,3 miliar di Cina tahun 2018, sebuah angka yang diperkirakan akan meningkat AU$ 1,4 miliar per tahun, menurut laporan terbaru perusahaan riset pasar Salam Standard.

Fakta diamnya dunia Islam terhadap kekejaman Cina terhadap Muslim Uighur, juga derita Muslim Rohingya dan Palestina menegaskan bahwa saat tiada Khilafah, umat tidak memiliki pelindung. Bahkan tidak bisa berharap perlindungan dan pembelaan dari negeri muslim terbesar seperti Indonesia untuk menyelamatkan saudara muslim Uighur, muslim Rohingya dan muslim Palestina. Karena dengan tegaknya Khilafah saudara muslim yang tertindas akan terbebas sebebas bebasnya. Dan mereka akan lebih terlindungi dan tentunya dijaga dengan aman. Dengan tegaknya kembali Khilafah mereka akan bisa merasakan nikmatnya tinggal dirumah yang utuh, nyenyaknya tidur di malam hari, dan perlindungan yang selalu membuat mereka tenang. Janji itulah yang selalu mereka nanti untuk bisa terbebas dan bisa beribadah pada Allah SWT dengan tenang. Orang kafir bisa hidup aman dibawah pemerintahan Islam, tapi orang Islam belum tentu bisa hidup aman dibawah pemerintahan orang kafir.
Wallahu A’lam bish-shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *