Dilema Tahun Ajaran Baru di Tengah Pandemi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Linda Karma Putri (Aktivis Muslimah Banyuasin)

Sejak pertengahan Maret 2020 KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di kelas ditiadakan karena untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.
Siswa dan guru diminta melakukan aktivitas KBM di rumah yaitu Belajar Dari Rumah (BDR). Proses BDR pun dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.

Perubahan situasi yang sangat drastis ini mengakibatkan aura kepanikan dan stres massal. Dimana para siswa, guru dan orang tua kelabakan dengan situasi ini.

Hal ini berlanjut sampai pada ujian akhir pun dilaksanakan di rumah lewat online. Dan hasilnya pun secara online.
Namun untuk pengambilan ijazah dan pengurusan administrasinya barulah siswa datang ke sekolah.
Bagi siswa yang telah dinyatakan lulus maka dilaksanakanlah pendaftaran PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) melalui 4 jalur yaitu :
1. Jalur zonasi (domisili) 50 %.
2. Jalur afirmasi (bagi siswa yang tidak mampu dari segi ekonomi) 15 %.
3. Jalur perpindahan orang tua / wali 5 %.
4. Jalur prestasi 30 %.

Jalur prestasi ini ditawarkan kepada siswa yang memiliki nilai tinggi yaitu PMPA (Penelusuran Minat dan Prestasi Akademik) merupakan undangan untuk masuk ke sekolah yang diinginkan tanpa melalui jalur tes (Kemendikbud.go.id).

Dari jalur PPDB tersebut banyak dampak yang dirasakan baik oleh guru, siswa dan wali murid.

Dampak bagi guru yaitu guru merasa kesulitan dalam mengajar karena capaian akademik siswanya terlalu beragam.
Dampak bagi siswa, siswa tersebut tidak dapat bersekolah di sekolah yang mereka inginkan karena adanya zonasi dan batas umur.
Seperti yang terjadi pada siswa yang stres “tertawa sendiri” akibat adanya sistem zonasi Islampos).
Dampak bagi orang tua, orang tua harus bersiap-siap mengeluarkan uang untuk anaknya yang tidak lulus zonasi dan jalur prestasi.

Disini ada istilah praktik “jual beli bangku” dimana praktik ini sudah ada lama ada sebelum sistem zonasi dan lebih parah lagi di saat masa pandemi semacam ini.
Orang tua merasa cemas apabila anaknya tidak diterima di sekolah negeri karena biaya di sekolah swasta akan lebih mahal lagi.
Karena ada sebagian dari orang tua yang tidak paham, akibat dari praktek ini dan kecemasan nantinya tidak diterima di sekolah negeri maka transaksi ” jual beli bangku” pun bersambut.
Inilah bentuk korupsi yang dilakukan sekolah-sekolah saat tahun ajaran baru tiba.

Inilah dampak dari sistem pendidikan yang lahir dari rahim kapitalisme.
Dimana sistem kapitalis menjadikan dunia pendidikan sebagai alat pengeruk keuntungan.
Keterlibatan swasta dalam dunia pendidikan didasari oleh motivasi untuk mencari keuntungan.
Jadi berharap pada swasta di sistem kapitalis ini sangatlah sulit. Ditambah lagi saat pandemi ini, negara pada sistem kapitalistik ini tidak mampu mereformasikan pendidikan.

Memang ada beberapa kebijakan yang diambil pemerintah tetapi itu hanya sebagai polesan saja untuk menghilangkan seolah-olah negara benar-benar memperhatikan dunia pendidikan.
Misalnya kebijakan tentang “Merdeka Belajar”, merupakan alat untuk melanggengkan korporasi di tengah dunia pendidikan.
Karena negara tidak berpijak pada sistem pendidikan yang berdasarkan Islam.

Pendidikan dalam negara kapitalis hanya berorientasi pada ekonomi tanpa memikirkan output yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut, apakah sudah menghasilkan pribadi yang islami dan menguasai tsaqofah Islam.

Pendidikan hanya difungsikan untuk menghasilkan tenaga terdidik yang siap untuk menjadi mesin penggerak roda perekonomian.

Disinilah peran Negara sangatlah diperlukan untuk hadir secara penuh dalam menyelenggarakan pendidikan dan menyediakan sekolah dan semua perlengkapannya.

PPDB atau Zonasi di dalam negara Khilafah tidaklah perlu karena itu adalah buatan sistem kapitalis.
Negara Khilafah pada beberapa abad yang lalu menyekolahkan para pemuda dimana yang mereka sukai tanpa harus berbelit- belit, seperti sekarang ini.

Kebijakan Khilafah dalam Pendidikan

Negara Khilafah bertanggungjawab penuh dalam memelihara urusan rakyatnya.

Rasulullah saw. bersabda :
” Imam (Khilafah / kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Negara Islam menyediakan pendidikan bermutu untuk semua rakyat sebagai kebutuhan dasar secara gratis.
Sumber dana untuk bidang pendidikan juga berasal dari pemasukan harta milik negara dan hasil pengelolaan harta milik umum, seperti tambang mineral, migas, hutan, laut, dan sebagainya.

Rasulullah saw. bersabda,
“Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: padang, air, api (energi)” (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah ).

Dari pemasukan inilah negara menjamin pendidikan bermutu dan gratis serta dapat diakses oleh seluruh rakyat.

Kebijakan Khilafah tentang kurikulum yang akan diberikan berdasarkan Akidah Islam.

Pendidikan di negara Khilafah bertujuan membentuk pribadi yang berakhlak mulia dan memandang Islam sebagai sistem kehidupan yang benar.
Sistem pendidikan dalam Islam menghasilkan generasi pejuang, generasi pemimpin yang mengukir peradaban dan tak mudah surut dalam memperjuangkan Islam.

Semoga persoalan yang terjadi di dunia pendidikan sekarang dapat diatasi dengan menjalankan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah.
Wallahu A’lambishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *