Dilema Sekolah Tatap Muka Di Tengah Pandemi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Nina Marlina, A.Md (Penulis Bela Islam, Peduli Generasi)

 

Hampir setahun berlalu, pandemi covid-19 belum kunjung berakhir. Aktivitas masyarakat pun masih dibatasi. Meski tidak sedikit masyarakat yang abai. Tidak mempedulikan protokol kesehatan. Pandemi ini telah membuat kejenuhan khususnya para guru dan siswa yang selama pandemi ini melakukan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Termasuk para orang tua yang ikut pusing mendampingi anaknya belajar.

Dilansir dari CNN Indonesia, 20/11/2020 bahwa mulai awal Januari 2021 sekolah akan kembali dibuka karena telah diizinkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Pembukaan ini berlaku untuk seluruh zona risiko covid. Meski demikian, orang tua diberikan pilihan untuk mengizinkan atau tidak anaknya kembali bersekolah.

Apakah kebijakan ini akan benar-benar terealisasi di tengah pandemi masih tinggi? Apakah sekolah-sekolah sudah sudah siap dalam menerapkan protokol kesehatan? Jangan sampai Pemerintah membuat keputusan terburu-buru. Jangan sampai muncul klaster-klaster baru di sekolah.

Dalam kondisi seperti ini, memang menjadi dilema tersendiri untuk para orang tua. Mereka ingin agar anaknya memperoleh kembali pembelajaran secara baik dan optimal. Namun, di sisi lain khawatir anaknya terpapar covid ketika sekolah nanti.  Dampak yang dirasakan dalam sektor pendidikan ini adalah karena buruknya penanganan wabah yang dilakukan Pemerintah. Seharusnya, sejak awal negara serius dalam menangani wabah. Kesehatan dan keselamatan rakyat harus diutamakan. Mulai dari menutup pintu pariwisata, impor TKA, karantina, memisahkan orang yang sehat dan sakit, serta memberikan pengobatan secara cepat dan berkualitas. Namun sebaliknya, negara justru mengikuti langkah negara kapitalis yang  lebih mementingkan kepentingan ekonomi. Kegiatan ekspor impor dan pariwisata masih dilakukan. Akibatnya jumlah kasus covid terus merangkak naik.

Berbeda dengan negara Khilafah yang menerapkan sistem Islam. Ketika terjadi wabah, negara akan memetakan wilayah penyebaran wabah secara cepat. Melakukan tes dan karantina wilayah secara ketat. Jika jumlah kasus di suatu wilayah tinggi, maka harus diisolasi. Aktivitas masyarakat pun dibatasi. Sementara jika masih aman atau kasusnya minim, maka kegiatan masyarakat masih dapat berjalan secara normal. Termasuk kegiatan pembelajaran di sekolah. Jika harus dilakukan PJJ, tidak akan kerepotan seperti sekarang. Hal ini karena Khilafah memberikan pelayanan pendidikan yang baik sebelum atau sesudah pandemi. Untuk pembelajaran daring, negara akan memberikan kemudahan bagi para guru dan siswa. Diantaranya dengan memberikan fasilitas seperti gadget dan laptop, kuota gratis, membangun jaringan internet serta memberikan pelatihan kepada para guru. Alhasil kenyamanan dalam belajar dapat dirasakan oleh semua pihak.

Demikianlah kemampuan penerapan sistem Islam dalam menangani wabah dan pelayanan pendidikan. Sudah saatnya negeri ini pun menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan agar tercipta kemaslahatan dan keberkahan.

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *