Dilema Perempuan dalam Sistem Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Wiwi (Pelajar)

 

Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa banyak negara di dunia, tak terkecuali Indonesia menempatkan posisi perempuan tidak jelas. Dia juga menyatakan berdasarkan studi Bank Dunia, lebih dari 150 negara memiliki aturan yang membuat kehidupan perempuan lebih susah.

Dilansir dari laman Kompas.com, 20/12/2020, “Di dunia, tidak cuma di Indonesia yang memang cenderung meletakkan perempuan di dalam posisi apakah itu dari sisi norma nilai-nilai kebiasaan budaya, agama sering mendudukan perempuan itu di dalam posisi yang tidak selalu jelas,” kata Sri Mulyani dalam acara Girls Leadership Class.

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam sistem pendidikan, beberapa daerah di Indonesia lebih mendahulukan laki-laki ketimbang perempuan. Mereka beranggapan bahwa anak perempuan lebih baik dinikahkan saja. Dengan begitu, beban orang tua akan berkurang. Hal ini sesuai dengan data rata-rata nasional. Tingkat perempuan yang berstatus kawin di bawah usia 18 tahun adalah 10.82 persen (Liputan6.com, 9/09/2020).

Hak cuti perempuan dalam UU Cipta Kerja, yaitu cuti haid dan cuti melahirkan memang tidak dihapuskan. Akan tetapi, buruh perempuan tidak lagi mendapat upah saat mereka mengambil cuti. Akibatnya, buruh tersebut tidak mau mengambil hak cuti haid dan melahirkan. Karena mereka takut upahnya dipotong.

Berbicara mengenai upah perempuan di banyak negara. Rata-rata upah perempuan selalu jauh di bawah rekan kerja laki-laki mereka. Perbedaan upah bervariasi dari 10-40 persen berdasarkan gender.

Diskriminasi yang terjadi pada perempuan  sangatlah lumrah di alam sistem kapitalisme. Hal ini membuktikan kegagalan sistem demokrasi kapitalisme dalam menyejahterakan masyarakat. Gagal menjamin perlindungan bagi warga negaranya, termasuk perempuan.

Ditambah ide kesetaraan gender yang mendorong perempuan agar diberdayakan maksimal untuk menaikan taraf hidupnya. Oleh karena itu, diharapkan program pemberdayaan perempuan mampu membantu negara menggenjot laju perekonomian dan menurunkan angka kemiskinan.

Kapitalisme telah menjadikan perempuan sebagai tumbal dalam kerakusannya. Dengan orientasi materi, kapitalisme mengiming-imingi kesejahteraan bagi perempuan dengan kebebasan mengaktualisasikan diri dan berkarir. Sehingga, perempuan meninggalkan peran utamanya sebagai istri pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anaknya.

Sesungguhnya, kenestapaan yang dialami perempuan tidak akan terjadi jika sistem bernegara diatur oleh sistem Islam. Dalam Islam, kebutuhan perempuan ditanggung oleh walinya. Sehingga, perempuan bisa fokus menjalankan tugas utamanya sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Dengan demikian, tidak ada lagi rasa khawatir terhadap pemenuhan kebutuhannya.

Hanya Islam yang menjamin dan melindungi hak juga peran perempuan. Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki aturan yang komprehensif yang menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi siapa pun, termasuk perempuan.

Islam juga memiliki solusi atas setiap persoalan kehidupan. Karena Islam bersumber dari Zat Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Islam menjamin kebahagian manusia selama aturannya diterapkan secara menyeluruh. Aturan Islam selalu tetap, tidak berubah. Karena aturannya datang dari Zat Yang Maha Sempurna.

Saat kaum perempuan dihinakan dan direndahkan. Di mana pada saat itu, perempuan layaknya benda yang bisa dimiliki, diwariskan, dan ironisnya hanya sebagai pemuas nafsu laki-laki. Hal yang lebih mengerikan, perempuan dijadikan simbol kehinaan. Sehingga kelahirannya menjadi aib yang luar biasa besar, membunuhnya sudah menjadi budaya.

Kehadiran agama Islam merevolusi sistem jahiliyah dan berhasil menggali potensi dan akal manusia. Islam menetapkan standar kemuliaan seseorang tidak berdasarkan  gender, kedudukan dan materi. Melainkan kadar ketakwaan di hadapan Allah.

Dalam Islam kedudukan perempuan sangatlah jelas. Yakni, memiliki peran mulia sebagai ummun wa rabbat al-bayt (ibu dan pengurus rumah tangga). Peran ini terlihat sepele, namun memiliki nilai politis dan strategis. Karena dari para ibu inilah akan lahir pemimpin-pemimpin yang  tangguh, cerdas dan berkualitas.

Berkat keberhasilan para ibu hebat dalam mendidik dan memelihara generasi umat. Kemudian, lahirlah mujtahid-mujtahid yang membangun peradaban Islam hingga mencapai puncak kegemilangannya.

Dalam sebuah hadis mahsyur disebutkan, “Wanita adalah tiang Negara, jika baik wanitanya baik pula negara itu, tetapi jika jelek wanitanya, maka jelek juga negara itu.” HR. Ahmad.

Jika perempuan menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai fitrahnya. Kemuliaan, kebahagiaan, dan kebangkitan akan diperoleh dengan  mudah. Maka, dengan sendirinya kedudukan perempuan akan mulia.

 

Wallahu ‘Allam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *