Dilema Kesehatan dan Ekonomi Bagi Pedagang Pasar Dikala Pandemi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Fatmawati Thamrin (pemerhati masalah social)

New normal yang sudah diberlalukan pemerintah. Agar dapat kembali produktif dengan melakukan berbagai aktivitas tapi dengan menerapkan protokol kesehatan selama masa pandemi COVID-19. Ini bahkan sangat disambut hangat oleh rakyat. Alasannya agar bisa beraktivitas seperti biasanya terutama agar bisa kembali bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Walaupun belum dapat dikatakan Covid-19 sudah usai. Masyarakat masi di hantui keadaan mencekam pandemi.

Pasar adalah nadi perekonomian rakyat karena bagian dari mata rantai penyediakan kebutuhan yang vital. Namun pasar juga menjadi tempat kerumunan yang paling rawan. Potensi untuk menjadi kluster penyebaran corona sangat tinggi.

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKPPI) mencatat sebanyak 529 pedagang positif corona (Covid-19) di Indonesia. Kemudian, di antara ratusan pedagang yang positif corona tersebut sebanyak 29 lainnya meninggal dunia. Ketua Bidang Keanggotaan DPP IKAPP, Dimas Hermadiyansyah mengatakan, saat ini terdapat 13.450 pasar tradisional yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air.

Sebanyak 12,3 juta orang tercatat menjadi pedagang di pasar tersebut. Angka itu belum termasuk para pemasok barang, PKL, kuli panggul, serta jejaring rantai di pasar tradisional. DPP IKAPPI mencatat data kasus Covid-19 di pasar seluruh Indonesia adalah 529 ditambah laporan terbaru yang kami terima dari Sumatera Selatan ada 19 temuan baru kasus Covid di Pasar Kebun Semai Sekip Palembang. Jadi total kami mencatat perhari ini Positif Covid-19 di pasar sebanyak 529 orang dan yang meninggal sebanyak 29 orang. (Okezone 13/6/2020)

Dengan dibukanya pasar, pemerintah juga telah menghimbau walau pengurangan PSBB, masyarakat harus melakukan protokol kesehatan memakai masker, mencuci tangan hingga menjaga jarak. Diharapakan pembukaan pasar akan terjadi pemulihan ekonomi karena dampak pandemi. Mengurangi ketercekikan masyarakat karena dampak ekonomi terhadap rumah tangga.

Dimas mengaku, pihaknya khawatir banyaknya pedagang yang terpapar corona berdampak pada kehilangan mata pencarian 12 juta para pedagang lantaran masyarakat yang takut berbelanja di pasar tradisional.

DPP IKAPPI akan terus memantau perkembangan data kasus di pasar tradisional, dengan membantu pemerintah sambil terus melakukan penyadaran kepada rekan-rekan pedagang agar memperhatikan protokol kesehatan di pasar.(Okezone 13/6/2020)

Dampak mental pada pandemi ini, membuat masyarakat ketakutan dan seram ketika ada petugas covid berada di sekitarnya. Seperti insiden ini, ratusan pedagang dan pengunjung pasar Pasar Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa. Berdasarkan video yang beredar, suasana di Pasar Cileungsi cukup mencekam. Namun Anggota TNI dan Polri kemudian turun tangan untuk menenangkan massa.

Terkait insiden penolakan dan pengusiran itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Mike Kaltarin, mengatakan pengusiran itu karena kurangnya edukasi.

Petugas gabungan sudah berusaha memberi pengertian kepada massa agar mau diperiksa. Sebab, sejak PSBB proposional parsial diterapkan menuju new normal, semakin banyak masyarakat yang tidak mengindahkan protokol kesehatan untuk pencegahan virus.

Pemeriksaan ini dilakukan karena Pasar Cileungsi sebelumnya merupakan klaster baru penularan virus corona dan masuk dalam zona merah di Kabupaten Bogor. Hingga Selasa (2/6), tercatat 16 orang dari klaster Pasar Cileungsi terkonfirmasi positif COVID-19 usai menjalani tes swab. (kumpara.com 11/6/2020)

Ratusan pedagang pasar positif terinfeksi covid dan beberapa menjadi korban jiwa. Ini karena pasar tempat yang tidak mungkin sepi. Sehingga orang-orang berkerumun pasti ada.

Sebaran virus di pasar diduga karena pedagang tidak patuhi protocol kesehatan. Karena masa pandemi ini berlangsung lama hingga 4 bulan lebih, masyarakat atau pedangang merasa new normal adalah saat bisa lebih leluasa dalam beraktifitas. Ini persepsi yang akan membuka klaster baru covid.

Pemerintah juga melakukan pendekatan yang salah (tidak pesuasif dan tes dilakukan di pasar) sehingga ditolak warga. Adanya tim tes covid membuat warga ketakutan, dan kecemasan, hingga mengurani datangnya konsumen.

Ini menegaskan pemerintah tak cukup menyediakan sarana tes dan himbauan agar patuh, tapi juga butuh pendekatan agar sadar protocol sehat, juga pemberian jaminan pemenuhan kebutuhan sehingga rakyat tidak memaksakan untuk berjualan yang berisiko besar terhadap sebaran. serta harus ada sanksi tegas yang dijalankan oleh aparat setelah edukasi memadai.

Wallahu’alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *