DIBALIK BANTUAN KE SRILANKA, INDONESIA TIDAK LEBIH BAIK

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Neng Erlita N. (Pontianak-Kalbar)

 

Indonesia mengirim bantuan obat-obatan dan alat kesehatan batch pertama ke Sri Lanka pada Kamis (29/4). Bantuan diberikan ketika Sri Lanka dilanda krisis besar. Bantuan kemanusiaan itu merupakan sumbangan dari sembilan perusahaan farmasi dan Alkes RI sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Indonesia juga akan mengirim bantuan kemanusiaan lagi ke negara Asia Selatan itu pada Mei 2022 (cnnindonesia.com, 29/4).

Sri Lanka tengah menghadapi krisis ekonomi akut karena pinjaman yang melambung. Krisis itu diperburuk dengan pandemi Covid-19. Dan semakin terpuruk karena krisis valuta asing, harga makanan yang melonjak, pemadaman listrik selama beberapa pekan, kekurangan obat-obatan hingga bahan bakar. Krisis yang tak terkendali membuat pemerintah meminta bantuan ke Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang diharapkan bisa turut mengurangi krisis yang terjadi.

Empati dan sikap peduli Indonesia terhadap Sri Lanka patut dicontoh oleh negara-negara lain. Namun, sedikitnya ada dua hal yang juga harus dipelajari, dipikirkan dan direfleksikan oleh negeri ini dari krisis Sri Langka.

Pertama, memberikan bantuan atas nama kemanusiaan adalah sesuatu yang sangat mulia, namun perlu dipastikan bahwa masyarakat dalam negeri sudah terpenuhi hajat hidupnya, kemiskinan di negeri ini sudah diatasi dengan baik. Setidaknya, kebutuhan primer 270 juta rakyat negeri ini sudah tercukupi. Pertanyaannya, apakah sudah?

Kedua, Indonesia bisa belajar apa yang menyebabkan krisis Sri Langka terjadi? Yang notabene adalah karena jeratan utang luar negeri hingga harus mengemis hutang kembali. Padahal, tak berbeda jauh dengan Sri Lanka, negeri ini menjadikan utang sebagai salah satu sumber pendapatannya. Bahkan, kalau kita melihat di nominal, hutang Indonesia lebih besar 10x lipat dibandingkan Sri Langka. Namun, pemerintah masih berdalih, bahwa kondisi ini masih aman?

Yang terjadi pada Sri Lanka adalah problem bawaan sistem kapitalisme. Sangat mungkin terjadi pada Indonesia jika sistem kapitalisme masih menjadi pijakan. Tata kelola ekonomi yang berbasis riba menjadikan utang sebagai tumpuan dalam mengurusi kebutuhan bernegara. Padahal, semua itu hanyalah alat negara besar untuk bisa makin menguasai dunia. Dengan demikian, sejatinya Indonesia tidak lebih baik dari Sri Lanka.

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang mengharamkan utang berbasis riba. Pembiayaan pembangunan seluruhnya dari kas negara, yaitu Baitulmal yang pengelolaannya sesuai syariat agar optimal menjalankan fungsinya.

Selain itu, syariat sudah jelas mengatur kepemilikan sehingga SDA yang merupakan kepemilikan umum tidak akan digondol asing. Dalam Islam, haram hukumnya kepemilikan umum, salah satunya SDA untuk dikelola swasta, apalagi asing. Negaralah yang berhak mengelola dan diperuntukkan sebaik-baiknya bagi kemaslahatan umat. Inilah yang menjadikan sumber pemasukan kas negara berlimpah sehingga tidak perlu bertumpu pada pajak maupun utang.

Selain itu, penguasanya akan amanah dan fokus pada pengurusan umat sehingga terlahir negara independen yang bebas dari setir negara adidaya. Dengan kesempurnaannya ini, negara penerap syariat Islam dalam bingkai Khilafah akan mampu memimpin dunia menuju kemuliaannya.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *