Demokrasi Bukan Jalan Perubahan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ria Pratini – (Aktivis Muslimah Lubuklinggau)

Demokrasi sering indah diucapkan, tetapi kecut dirasakan. Banyak orang yang tertipu karena tidak memahami hakikat demokrasi yang sebenarnya.
Kita seakan-akan melupakan, bahwa demokrasi adalah sebuah sistem politik yang muncul dari akidah sekularisme dengan prinsip-prinsip pokoknya yang sangat bertentangan dengan islam.

Demokrasi merupakan istilah Barat, yang dikatakan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Perinsip pokok demokrasi yang paling mendasar adalah kedaulatan rakyat. Suara rakyat dianggap sebagai sumber hukum yang paling pokok dan paling tinggi.

Karena itu, kebenaran haruslah didasarkan pada suara mayoritas rakyat. Rakyat disini mempunyai otoritas mengankat dan memberhentikan pemimpin, rakyat juga berhak membuat peraturan dan UU karena mereka adalah pemilik kedaulatan melalui wakil-wakil mereka diparlemen. Berdasarkan perinsip penting ini perkara yang benar dan salah kemudian ditentukan oleh suara manusia atas nama suara rakyat atau suara mayoritas.

Dalam islam sangat jelas bahwa kedaulatan bukanlah ditangan rakyat, tetapi ditangan syariah. Sumber hukum satu-satunya (mashdar al-hukmi) adalah Al-Quran dan As-sunnah.
Allah berfirman dalam Qs an-Nisa’ [4] : 59. “Jika kalian berselisih paham dalam suatu perkara, hentikanlah kalian merujuk kepada Allah (al-Quran) dan Rasul-nya (as-sunnah).

Dengan berpegang tegu pada dua perkara ini kita tidak akan tersesat. Inilah yang disabdakan Rasulullah SAW: ” Aku meninggalkan untuk kalian dua perkara dan kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh pada keduannya, yaitu kitabullah dan sunnahku (HR al-Hakim).

Karena itu demokrasi dengan Islam sangat bertolak belakang, perbedaan secara mendasar demokrasi dengan Islam dilihat dari sumber kedaulatan ini. Demokrasi ini ingin memunculkan kesan bahwa negara yang demokrasi adalah negara yang mengakomodasi aspirasi masyarakat.

Padahal sejatinya praktek demokrasi yang saat ini berkembang dengan konsep representasi alias demokrasi perwakilan hanyalah ilusi yang mustahil diwujudkan. Istilah pemerintahan rakyat hanyalah jargon yang sengaja dipropagandakan untuk menipu rakyat, agar mereka merasa ikut serta dalam menentukan arah pemerintahan dengan berpartisipasi dalam mekanisme demokrasi. Padahal sejatinya yang diuntungkan hanyalah segelintir orang utamanya pemilik modal dan elit partai politik.

Bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap demokrasi? Simak penjelasannya!

Penerimaan Dunia Islam terhadap demokrasi tidaklah mulus. Jika kita ringkas, ada tiga kelompok sikap. Pertama: yang mengatakan tidak ada masalah dengan demokrasi. Kedua: yang menolak sama sekali demokrasi; sebagai anak kandung sekulerisme, demokrasi dikatakan bertentangan dengan Islam. Ketiga: yang mengatakan bahwa demokrasi memang bukan ajaran Islam, tetapi Islam bisa memberikan nilai-nilai dalam demokrasi. Dari kalangan mereka muncul istilah demokrasi yang islami. Perbedaan ini muncul karena masing-masing memahami demokrasi dalam perspektif yang berbeda-beda.

Mestinya kita harus kembali pada inti dari paham demokrasi itu sendiri, yakni kedaulatan rakyat. Dari sini jelas, demokrasi bertentangan dengan ajaran Islam yang menyatakan bahwa kedaulatan atau hak membuat hukum ada di tangan Allah, bukan ditangan rakyat atau wakil rakyat. Adanya anjuran musyawarah dalam Islam tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa demokrasi sesui dengan ajaran Isalam.

Demokrasi merupakan pandangan hidup dan sistem pemerintah yang menjadikan rakyat sebagai Pemegang kedaulatan. Prinsip ini meniscayakan, seluruh perundang-undangan harus bersumber dari rakyat. Pelaksanaan praktiknya adalah parlemen yang dianggap sebagai representasi rakyat. Konsekuensinya, undang-undang apapun yang telah di legislasi oleh Parlemen harus diterapkan dan ditaati oleh rakyat; terlepas apakah undang-undang itu sejalan dengan syariat atau tidak. Konsekuensi lainnya, kebebasan harus dijunjung tinggi dalam masyarakat yang menerapkan demokrasi.

Semua prinsip itu jelas batil dan bertentangan dengan Islam. Dalam Islam, kedaulatan ada ditangan Syariah. Ketentuan ini didasarkan pada banyak dalil yang mewajibkan kaum Muslim menerapkan Syariah dalam totalitas kehidupan, juga celaan dan ancaman kepada setiap orang yang menerapkan hukum selain yang berasal dari-Nya. Setiap permasalahan dan perselisihan yang muncul harus dikembalikan kepada syariah, oleh karena itu kebebasan tidak dikenal dalam masyarakat Islam. Sebaliknya, yang ada adalah keterikatan terhadap syariah dalam setiap Lini kehidupan.
Allah berfirman dalam QS an-Nisa [4]: 165.
” Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

Jika ayat ini dicermati secara keseluruhan, syura yang diperintahkan tidak keluar dari koridor ketaatan terhadap Syariah; sama sekali tidak memberikan otoritas kepada manusia untuk membuat hukum sesukanya, sebagaimana demokrasi. Jelaslah, demokrasi tidak bisa disamakan dengan syura. Wajar saja karena demokrasi memang bukan berasal dari Islam. Demokrasi lahir dari sekulerisme, sebuah ideologi kufur.

Wallah a’lam bi ash-shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *