Oleh : Tutik Indayani (Anggota Majelis Muslimah Rindu Jannah, Jember)
Persoalan yang dialami muslim etnis Uighur di Xinjiang, China mencuat sejak tahun 2018.
Isu ini belakangan semakin berhembus kencang setelah sebuah laporan dari Wall Street Journal (WSJ), yang menyebutkan bahwa China merayu ormas Islam di Indonesia untuk bersikap lunak terkait isu Uighur, dengan cara menggelontorkan sejumlah donasi dan program beasiswa terhadap ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah, walaupun mereka membantahnya.
Awalnya Indonesia diam tidak bereaksi atas berita dugaan pelanggaran HAM pemerintah China terhadap etnis Uighur yang diluar batas kemanusiaan. Indonesia menganggap masalah Uighur adalah masalah dalam negeri China, negara lain tidak berhak turut campur.
Setelah banyak kritikan dari pihak luar negeri dan desakan dari rakyat juga beberapa ormas, akhirnya Pemerintah Indonesia merespon isu tersebut dengan mengambil langkah menempuh jalur diplomasi.
Pemerintah Indonesia melalui Menlu Luar Negeri menempuh Jalur Diplomasi Lunak yaitu menjadi penengah. Langkah ini dianggap yang paling tepat untuk merespon berbagai kritikan yang ditujukan pada pemerintah. “Kita harus mencoba lebih obyektif melihat seluruh persoalan itu”, menurut Mahfud MD.
Menko Polhukam Mahfud MD juga mengklaim kalau dirinya sudah berbicara dengan Duta Besar Cina untuk Indonesia, Xiao Qian mengenai Uighur. Menurut penjelasan Dubes China bahwa etnis Uighur separatisme karena memiliki agenda diluar kerangka negara China. Dengan pernyataan ini jelas melukai perasaan etnis Uighur khususnya dan umat Islam pada umumnya.
Apakah dengan bertanya pada sang eksekutor (China) akan mendapat jawaban yang obyektif, ibarat seorang pencuri yang tertangkap bila ditanya apakah dirinya mencuri pasti jawabannya tidak.
Bila kita ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Uighur, tanyakan langsung pada korban atau pada pihak – pihak yang netral. Atau mendorong PBB membentuk Tim Pencari Fakta Internasional. Ini bukan hanya masalah solidaritas sesama muslim, tetapi ada pelanggaran HAM berat yang dilakukan China terhadap etnis Uighur.
Sesungguhnya orang – orang mukmin itu bersaudara, Rasulullah saw dalam sabdanya: “Perumpamaan kaum muslim dalam saling mencintai, saling menyayangi dan saling mengasihi diantara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Ketika salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur (HR. Muslim) .
Seharusnya Indonesia lebih berani bersuara keras dan lantang sebagai negara yang berpenduduk mayoritas Islam. Lakukan tekanan terhadap China dengan mempermasalahkan ke Dewan HAM PBB, dan meminta Dewan Keamanan PBB melakukan sidang darurat. Dan yang paling utama dengan membatasi pinjaman dari China dan masuknya Infestasi China, sebagai bentuk protes.
Bukan malah menjadi juru bicara rezim China untuk menutupi kekejian, penyiksaan yang dilakukan pemerintah China terhadap muslim etnis Uighur.
Ini berbeda sekali dengan sistem Islam, dimana seluruh penduduk negeri dipandang sebagai manusia bukan dipandang sebagai etnis atau ras. Semua dipandang sebagai warga negara apapun keyakinannya, warna kulit atau etnisnya.
Penyiksaan sepenuhnya terlarang dalam Islam, siapapun ditemukan bersalah melakukan serangan fisik atau penyiksaan terhadap warga muslim atau non muslim akan dihukum berat. Islam melarang menjatuhkan hukuman pada seseorang sebelum tuduhan terbukti.
Disinilah kehormatan bangsa dan negara Indonesia dipertaruhkan. Inilah saat yang tepat untuk mengangkat nama Indonesia sebagai negara yang berdaulat penuh yang penduduknya mayoritas muslim.
Perlu diingat masalah Uighur bukan salah satu masalah umat Islam, masalah umat Islam ada Afghanistan, Suriah, Palestina, Kashmir, Kongo, Bengal, Pattani dll. Ini bukti daftar panjang kalau kita saat ini membutuhkan suatu sistem yaitu sistem Islam.
Wallahu’alam bi asha wab.
Sumber : CNN Indonesia dan ANTARA