DATA FIKTIF PNS, BUKTI KELALAIAN DAN KOLUSI BIROKRASI

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ummu Arsyila (Member Pena Muslimah Cilacap)

 

Informasi terkait adanya laporan data ‘PNS fiktif’ masih menjadi perhatian pemerintah. Sebelumnya diungkapkan, ada 97.000 data ‘PNS fiktif’ hingga 2015 yang disebutkan masih mendapatkan gaji dan dana pensiun.

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, mengantisipasi adanya PNS yang tidak masuk dalam database pemerintah, pihaknya melakukan kickoff meeting yang membahas pemutakhiran data mandiri ASN dan Pejabat Pimpinan Tinggi (PPT) non-ASN pada Senin (24/5/2021).

Berdasarkan hasil Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) yang dilakukan pada September-Desember 2015, BKN sudah merilis penjelasan mengenai 97.000 PNS yang tidak terekam datanya.

Adapun penyebab ribuan data tersebut tidak terekam yakni karena mengalami kesulitan akses melakukan pendaftaran ulang, status mutasi, status meninggal, dan status berhenti atau sejenisnya yang tidak dilaporkan oleh Instansi kepada BKN.

Sebanyak 97.000 data PNS itu kemudian ditindaklanjuti oleh BKN sejak 2015 dengan mengeluarkan Surat Kepala BKN Nomor K 26-30/V 2-1/99 tentang Tindak Lanjut e-PUPNS tanggal 5 Januari 2016.
Selain itu, BKN juga meminta kepada seluruh ASN dan PPT non-ASN untuk melakukan pemutakhiran data yang berlangsung pada Juli-Oktober 2021.

Untuk prosedur pelaksanaan pemutakhiran, BKN sudah menerbitkan Keputusan Kepala BKN Nomor 87 Tahun 2021 tentang Pemutakhiran Data Mandiri ASN dan PPT Non-ASN Secara Elektronik Tahun 2021 tanggal 10 Mei 2021. (Kompas.com, 26/05/2021).

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus mengaku kaget dan prihatin mendengar kabar terkait 97.000 pegawai negeri sipil ( PNS ) fiktif. Ia menduga terjadi kolusi yang menerima gaji dan iuran pensiun.

Menurutnya, tak menutup kemungkinan terjadi persekongkolan sejumlah pihak dalam kasus puluhan ribu PNS fiktif ini. Ia pun mendesak pemerintah mengusut tuntas temuan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

“Tidak bisa sendiri itu, yang terkucur dana terus menerus, tiap bulan menerima gaji. Bisa saja dia berkolusi dengan institusi atau atasan yang bersangkutan,” kata Guspardi kepada wartawan, Rabu (26/5/2021).

Legislator asal Sumatera Barat ini menambahkan, data fiktif 97.000 PNS ini memalukan dan menunjukkan manajemen kepegawaian negara begitu lemah dan amburadul, apalagi perkara tersebut sudah mencuat sejak 2014.

Untuk itu, kata Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini, pemerintah pusat harus mengusut tuntas kasus ini dan menjerat pejabat yang memanfaatkan anggaran kesejahteraan PNS untuk kepentingan pribadi maupun instansi.

“Tentu perlu kita telusuri. Kan siluman itu namanya. Dia enggak PNS, tapi terupdate sebagai orang yang menerima gaji atas nama PNS. Ini kan sesuatu yang ganjil. Kenapa itu bisa,” ujarnya.

Lebih dari itu, Guspardi mengungkap bahwa Komisi II DPR tidak pernah mendengar laporan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN RB) maupun BKN terkait 97.000 PNS fiktif tersebut.

Namun, pihaknya akan mengkonfirmasi temuan tersebut kepada Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo atau BKN ketika ada agenda rapat bersama dengan Komisi II (sindonews.com, 25/05/2021).

Dari sini kita bisa melihat bahwa dalam sistem saat ini, setiap permasalahan yang terjadi bukannya terselesaikan justru semakin ruwet. Seperti kasus ini misalnya sudah mencuat sejak tahun 2014, tapi sampai sekarang masalah tersebut belum juga terselesaikan.

Bahkan dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk mengisi kantong-kantong pribadi mereka. Sungguh sangat zalim, disaat masih banyak tenaga pendidik yang memiliki gaji yang sangat minim, justru masalah yang ada mereka manfaatkan untuk kepentingan pribadi mereka.

Hal tersebut bisa terjadi karena adanya kolusi dengan birokrasi dan juga lemahnya sistem pemutakhiran data. Karena hal ini negara harus membayar SDM tanpa memberi kontribusi kerja. Rakyat di rampok hingga mencapai triliunan rupiah.

Dalam Islam hal ini tentu tidak akan terjadi karena kesalahan input data sekecil apapun akan terlihat dengan jelas, karena dalam pemilihan para pegawai harus melalui beberapa tahap yaitu :

Proses Rekrutmen
Islam sangat menyerukan agar proses rekrutmen berjalan dengan jujur dan adil agar tujuan rekrutmen untuk mendapatkan sumber daya manusia yang handal dapat terpenuhi. Hal ini jelas dalam Alquran surat al-Qashash ayat 26 yang artinya:
“ Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata: “Wahai Ayahku! Jadikanlah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja(pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.”
Ayat ini menjelaskan bahwa sumber daya manusia yang layak dijadikan bagian dari organisasi adalah mereka yang kuat dan dapat dipercaya.

Dalam ayat tersebut juga dikatakan bahwa sumber daya manusia yang direkrut adalah memiliki sifat dapat dipercaya, artinya sumber daya manusia yang direkrut memiliki sifat jujur dan mampu menjalankan amanah dengan baik. Jujur adalah modal utama seseorang. Jika seluruh karyawan organisasi memiliki sifat jujur maka bisa dipastikan organisasi itu akan kondusif, tidak perlu diawasi karena sifat jujur mereka karena perasaan diawasi oleh Allah SWT.

Pandangan lain mengenai tafsiran ayat diatas (Ibrahim, 2006), amanah adalah bagian dari faktor penting untuk menentukan kepatutan dan kelayakan seorang calon karyawan, karyawan harus melaksanakan segala kewajiban sesuai dengan ketentuan Allah dan takut terhadap aturan Nya, melaksanakan tugas yang dijalankan dengan sebaik mungkin sesuai prosedurnya tidak diwarnai dengan nepotisme, tindak kezaliman, penipuan, intimidasi, atau kecenderungan terhadap golongan tertentu.

Pentingnya merekrut karyawan yang amanah juga ditegaskan Rasulullah SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah. Rasulullah bersabda:
“Ketika menyia-nyiakan amanah, maka tunggulah kehancuran. Dikatakan, hai Rasulullah, apa yang membuatnya sia-sia? Rasulullah bersabda: “Ketika suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”

Hadits ini menekankan pentingnya merekrut karyawan yang amanah, yang tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang telah diamanatkan kepada karyawan tersebut, dengan kata lain karyawan harus bisa menjalankan tugas sesuai dengan apa yang dibebankan kepadanya, dan tidak menghianati kepercayaan yang diberikan kepadanya.

 

Proses Seleksi
Seleksi merupakan proses menentukan sember daya manusia yang layak diterima dalam organisasi. Seleksi haruslah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan (Tubagus, 2015) hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya:
“Barang siapa yang mempekerjakan orang karena ada unsur nepotisme, padahal disana terdapat orang yang lebih baik dari pada orang tersebut, maka ia telah menghianati amanah yang diberikan Allah, Rasul-Nya, dan kaum muslimin.”

Prinsipnya seleksi adalah mencari sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, keahlian, pengalaman, sehingga seleksi yang menghabiskan banyak biaya dapat menemukan sumber daya manusia yang benar-benar layak untuk bekerja. Dalam hadist itu juga tidak dibenarkan dalam proses seleksi terdapat unsur nepotisme, yang disebutkan menghianati amanah Allah dan Rasul-Nya beserta umat muslim.

Terdapat berbagai cara atau metode dalam seleksi. Seperti wawancara, tes potensi akademik, juga tes kesehatan.
Dari serangkaian proses seleksi yang sangat panjang otomatis akan tersaring siapa yang terbaik dari para pelamar. Landasan hukum proses seleksi dalam syariat Islam juga terlihat jelas dari ungkapan khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. yang artinya :
“Jika engkau ingin mengangkat pegawai, maka pilihlah secara selektif. Janganlah engkau mengangkat pegawai karena ada unsur kecintaan dan kemuliaan (nepotisme), karena hal ini akan menciptakan golongan durhaka dan khianat. Pilihlah pegawai karena pengalaman dan kompetensi yang dimiliki, tingkat ketakwaannya dan keturunan orang Shalih, serta orang yang memiliki akhlak mulia, argumen yang shahih, tidak mengejar kemuliaan (pangkat) dan memiliki pandangan yang luas atas suatu pekerjaan.”

Proses Penempatan
Penempatan adalah proses memposisikan tempat atau jabatan bagi para sumber daya manusia yang telah lolos proses seleksi. Penempatan haruslah sesuai dengan prinsip yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan suatu pekerjaan dilakukan secara itqon (Profesional).” (HR. Tabrani)
Dalam hadist ini jelas bahwa profesionalitas jadi prinsip utama alam proses penempatan. Dalam Islam profesional ditandai dengan tiga hal (Yusanto, 2002) yakni :

a. Kafaah (Keahlian)
Merupakan hal yang berhubungan dengan keahlian dan kecakapan.

b. Himmatul ‘amal (etos kerja yang tinggi)
Karyawan yang memiliki etos kerja tinggi melakukan tugas dengan penuh keikhlasan, sungguh-sungguh dengan semangat tinggi, mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan tanpa ada sedikit pun kesalahan.

c. Amanah (terpercaya)
Sumber daya manusia yang amanah adalah mereka yang menjalankan tugasnya dengan jujur, penuh tanggung jawab, sesuai prosedur, tidak menyalahi aturan.

Setelah proses yang panjang maka di dapatkanlah pegawai yang memiliki akidah yang kuat, jujur, amanah, dan profesional. Yang akan melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Didukung pula oleh sistem yang syar’i dimana negara berdiri di atas azas akidah yang kemudian dari akidah tersebut lahirlah sebuah peraturan dan sudah pasti peraturan yang lahir bertolak ukur Ridha dan Murka Allah.

Oleh karenanya hal-hal sebelum dan sesudah terjadi sudah disiapkan tindakan preventif dan kuratif nya.

Jika tetap ada yang berani berbuat korupsi maka hukumannya bisa berupa tasyhir (pewartaan/ekspos), denda, penjara yang lama bahkan bisa sampai hukuman mati, sesuai tingkat dan dampak korupsinya.

Dan ini hanya ada dalam sistem Islam. Yang mampu menyelesaikan masalah sampai ke akarnya.

Wallahu a’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *