Darurat Pemilu, Dulu dan Kini

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Wafi Mu’tashimah (siswi SMAIT al Amri)

Pemilu (Pemilihan Umum) diberbagai negara dan selama sejarah panjangnya selalu menuai polemik. Tentunya masalah besar yang mengikut sertakan banyak pihak. Meskipun begitu, entah kenapa pemimpin negeri ini masih mempertahankannya. Ini diluar fakta jika Pilpres pun di tuai kecurangan sistematis.

Tak aneh jika pemerintah berusaha tuk tetap menyelenggarakan Pilkada di dalam kondisi wabah. Nyatanya, mereka bukanlah seorang imam yang berusaha untuk meri’ayah urusan ummat. Tapi mereka hanya seorang kapitalistik yang menganggap jabatan sebagai bisnis. Bisnis yang dibalut kecurangan dan pengkhianatan terhadap rakyat. Pemilu juga sebagai salah satu sarana untuk memberikan kekuasaan pada para kapitalis.

Tidak lepas dari keputusan New Normal, tahapan penyelenggaraan Pilkada serentak pada tahun 2020 yang semula sempat tertunda sejak Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, pada 4 Mei 2020.

Perpu tersebut mengubah waktu pelaksanaan pemungutan suara yang semula dijadwalkan pada 23 September 2020. Sebagaimana yang dicantumkan pada UU No 10 Tahun 2016, kini sudah diputuskan menjadi Desember 2020.

Maka, untuk menindaklanjuti ketentuan dalam Perpu tersebut, pada 27 Mei lalu DPR RI bersama KPU RI dan Pemerintah menyetujui secara resmi bahwa Pilkada Serentak yang semula tertunda dapat dilanjutkan. Tepatnya pada hari Rabu, 9 Desember 2020. Hal itu dikuatkan oleh diterbitkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 5 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Komisi Pemililihan Umum Dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020.

Salah satu alasan yang menguatkan dilanjutkannya pelaksanaan Pilkada 2020 adalah, agar tak banyak kekosongan jabatan. Karena saat posisi kepala daerah diisi oleh pelaksana tugas kepala daerah, bukan tidak hanya legitimasi tak kuat dalam menjalankan roda kepemerintahan, tapi juga lemah dalam eksekusi kebijakan penanganan Cocid-19 di daerahnya masing-masing.

Apa salahnya kalau Pilkada diundur hingga pandemik berakhir? jika masalahnya ialah banyaknya kekosongan jabatan, bisa diisi dengan pejabat sementara yang dipilih penguasa. Bukankah itu lebih praktis dan efektif? sehingga ancaman baru bila pilkada dilakukan bisa diminimalisir.

Meskipun pemilu itu menggunakan protokol lengkap, tapi tak menutup kemungkinan ia menjadi salah satu media penyebaran virus. Faktanya sudah banyak kegiatan yang menerapkan protokol yang berlaku dan tetap menjadi bulan-bulanan corona. Salah-satunya seperti yang terjadi pada Ponpes Gontor beberapa waktu lalu.

Seluruh santri sudah melakukan rapid test sebelum kembali kepondok. Beberapa hari kemudian diketahui seorang walisantri ternyata positif, dan saat anaknya ditest lagi juga terbilang positif (kompas.com). Ini masih satu fakta, belum fakta lain yang terungkap maupun tertutup.

Dalam lslam tak akan diadakan pemilihan pejabat negara dalam kondisi pandemik. Jangankan kegiatan itu dan yang serupa, rakyat yang berada di daerah terdampak pun dikarantina. Sedangkan kebutuhan pokok mereka dijamin oleh negara.

Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan berada dekat wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya jika berada di dalam tempat yang terkena wabah dilarang untuk keluar. Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:

“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)

Dikutip dalam buku berjudul ‘Rahasia Sehat Ala Rasulullah SAW: Belajar Hidup Melalui Hadits-hadits Nabi’ oleh Nabil Thawil, di zaman Rasulullah SAW jikalau ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit Tha’un, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus, jauh dari pemukiman penduduk.

Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail, kemudian dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Para penderita baru boleh meninggalkan ruang isolasi ketika dinyatakan sudah sembuh total.
Metode ini telah terbukti manjur. Lihat ibu kota china, wuhan. Dulu ia menjadi tempat berasalnya covid-19. Lalu setelah kota tersebut dikarantina sekian lama, wabah Covid-19 pun terhenti.

Disamping keharusan dan kefektifan metode lockdown, didalam lslam pemilu adalah cara yang tidak diperbolehkan dalam memilih pemimpin ummat. Dikutip dari kitab Nidzamul Islam karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, Demokrasi yang dianut oleh idiologi kapitalisme berasal dari pandangannya bahwa manusia berhak membuat peraturan (undang-undang).

Menurut mereka, rakyat adalah sumber kekuasaan. Rakyatlah yang membuat perundang-undangan. Rakyat pula yang menggaji kepala negara untuk menjalankan undang-undangnya yang telah dibuatnya. Rakyat berhak mencabut kekuasaan itu dari kepala negara, sekaligus menggantinya, termasuk merubah undang-undang sesuai dengan kehendaknya.

Hal ini karena kekuasaan dalam sistem demokrasi adalah kontrak kerja antara rakyat dengan kepala negara, yang digaji untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan undang-undang yang telah dibuat rakyat.

Dengan begini, telah jelas kefasadan Demokrasi dan kapitalisme. Sistem yang diharamkan oleh Allah SWT. Pemilu adalah salah satu perwujudan dari hukum buatan manusia. Maka, ia juga tidak diperbolehkan. Dalam Islam kedaulatan adalah hak milik Allah dan kekuasaan ditangan rakyat.

Yang terakhir, semestinya kita sadar bahwa semua problematika beruntun yang ada disebabkan penerapan sistem kufur kapitalisme. Cara terbaik untuk mengakhiri seluruh masalah ini hanyalah menggusur demokrasi-sekuler dan menggantinya dengan Islam. Sebab hukum-hukum Sang Pencipta yang sudah jelas kemaslahatannya tak akan terealisir kecuali dengan adanya Daulah lslam.
Wallahu a’lam bishowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *