Dana Umat Disayang-Sayang, Syariat Islam Dianak Tirikan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ummik Rayyan (Member Pena Muslimah Cilacap)

 

JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo pada Senin (25/1/2021) meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) di Istana Negara. Kala itu, Jokowi mengungkapkan pemanfaatan wakaf uang tak hanya terbatas untuk tujuan ibadah, tetapi juga sosial dan ekonomi. Dengan demikian, harapannya bisa memberikan dampak pada pengurangan angka kemiskinan dan ketimpangan sosial di masyarakat.

“Kita perlu perluas lagi cakupan pemanfaatan wakaf, tidak lagi terbatas untuk tujuan ibadah, tetapi dikembangkan untuk tujuan sosial ekonomi yang memberikan dampak signifikan bagi pengurangan kemiskinan dan ketimpangan sosial dalam masyarakat,” kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden.

Fatwa mengenai wakaf uang sebenarnya telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 11 Mei 2002. Di dalam dokumen fatwa tersebut dijelaskan wakaf uang (cash wakaf/waqf al-Nuqud) merupakan wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga, atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Pengertian wakaf uang ini di dalamnya termasuk surat-surat berharga.

“Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh),” tulis dokumen fatwa tersebut seperti dikutip Kompas.com, Sabtu (30/1/2021).

MUI menjelaskan, wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syariah. Nilai pokok dari wakaf uang pun harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Mohammad Nuh menjelaskan, kegiatan wakaf sudah dilakukan sejak zaman nabi. Namun, dengan perkembangan zaman, bentuk wakaf pun terus mengalami perubahan. Wakaf yang dulu hanya berupa tanah kini juga diperbolehkan dalam bentuk uang, saham, hingga hak cipta. Menurut dia, wakaf dalam bentuk uang tersebut dikelola oleh nazir. Wakif atau orang yang berwakaf lalu melakukan akad dengan nazir berkaitan dengan tujuan dari penyaluran uang wakaf tersebut.

“Konteks yang ramai, Gerakan Nasional Wakaf Uang. Ini sesuai aturan kaidah di perwakafan, uang wakaf tidak masuk ke mana-mana, tetapi ke nazir,” jelas Nuh.

“Karena transaksi akad dari orang yang berwakaf dengan nazir. Ini untuk apa diserahkan, ke penerima manfaat bisa untuk rumah sakit kesehatan, pendidikan, kegiatan sosial, atau yang umum kemaslahatan umat,” ujar dia.

Staf Ahli Menteri Keuangan Suminto menjelaskan, seluruh dana yang terkumpul dari GWNU sepenuhnya masuk ke badan-badan yang mengurus dana wakaf atau para nazir. Di Indonesia sendiri, jumlah nazir di Indonesia sangat banyak, misalnya BWI itu sendiri, Dompet Dhuafa, ACT, Rumah Zakat, LazisMU yang dikelola Muhammadiyah, LazisNU yang dikelola Nahdlatul Ulama, hingga nazir yang berada di universitas. Perusahaan start up crowdfunding Kitabisa.com juga merupakan salah satu nazir.

“Jadi, tidak ada dana wakaf itu yang masuk ke pemerintah atau APBN. Sehingga tidak ada sama sekali dana wakaf digunakan untuk biaya APBN atau proyek infrastruktur,” kata Suminto.

Terkait dengan instrumen investasi pemerintah, yakni cash wakaf linked sukuk (CWLS) yang digunakan sebagai wadah investasi wakaf uang, Suminto menjelaskan, hal itu dibutuhkan untuk menjaga nilai pokok wakaf dalam bentuk uang. Namun demikian, CWLS merupakan opsi dari berbagai instrumen investasi lain seperti bank syariah atau membeli sukuk pemerintah. Sukuk pemerintah atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sendiri sebenarnya bisa dibeli siapa pun. Sehingga, siapa saja yang membeli instrumen SBSN, termasuk nazir wakaf uang merupakan investor. Bukan berarti uang tersebut nantinya menjadi bagian dari APBN atau masuk ke kas negara.

“Jadi tidak ada tujuan pemerintah ambil dana wakaf. Tapi kalau nazir mau investasikan ke instrumen pemerintah, sukuk ya monggo. Untuk CWLS itu BWI minta ke pemerintah agar pemerintah bisa menciptakan instrumen yang aman yang bisa dijadikan tempat berinvestasi bagi para nazir,” jelas Suminto.

Sementara itu Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, pengelolaan wakaf uang hanya akan diinvestasikan untuk produk keuangan syariah. Hal mengenai mekanisme pengumpulan dan pengelolaan wakaf uang diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah.

“Secara garis besar, pengelolaan wakaf uang hanya bisa dilakukan melalui investasi produk keuangan syariah,” kata Kamaruddin dilansir dari laman resmi Kemenag, Kamis (28/1/2021).

Ia menjelaskan, pengelolaan wakaf uang akan dipercayakan kepada pengelola wakaf atau nazhir melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) yang sudah mendapat izin dari Menteri Agama. Adapun pihak yang menjadi nazhir dalam Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) adalah Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang merupakan lembaga independen.

“Uang wakaf yang terhimpun kemudian akan diinvestasikan ke berbagai macam produk keuangan syariah yang resmi. Misalnya, deposito mudharabah, musyarakah, bahkan sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN),” ujarnya.

Menurut Kamaruddin, pembiayaan proyek pemerintah hanya salah satu bentuk instrumen investasi wakaf. Namun, investasi itu baru bisa dilakukan melalui dana wakaf sepanjang instrumennya berbasis syariah, dengan tetap memperhatikan kehendak wakif. SBSN atau sukuk saat ini dinilai Kamaruddin sebagai instrumen investasi unggulan karena karakteristiknya yang sangat aman dan memberikan imbal hasil yang bersaing.

“Sehingga wajar jika nazhir sebagai portofolio manager mempertimbangkan instrumen tersebut,” tuturnya.

Seiring berjalannya roda kekuasaan penguasa, makin terlihat pula bobroknya pemerintahan dalam mengelola perkembangan perekonomian negeri ini. Setelah dana zakat dan dana talangan haji dijadikan wadah pemasukan negara, kali ini pemerintah menancapkan taringnya pada dana wakaf umat. Argumen yang diajukan pun masih memacu pada metode klasik, dimana untuk menolong perekonomian negeri ini. Alur cerita yang monoton bahkan tak memberikan efek inovasi yang membangun. Sungguh memilukan, negeri yang katanya kaya akan segala hasil bumi namun masih saja kekurangan, baik materi maupun mental.

Rezim hari ini secara terang-terangan memperlihatkan sikap muka tebalnya, tanpa malu-malu dan ragu membeberkan niatnya untuk mengeruk dana wakaf yang notabenenya milik umat. Ketika berhubungan dengan materi, bermunculan berbagai macam cara agar umat mau dan bergiat dalam wakaf, namun semangat yang berderu ini jauh terlihat ketika umat sedang menyuarakan aspirasinya dalam dakwah dijalan Allah, mereka begitu acuh bahkan menutup diri dalam menyikapinya, begitu ironis jika dibayangkan.

Inilah bobroknya sistem kapitalis, mereka mengenyampingkan bahkan menenggelamkan urusan umat namun mengagung-agungkan dana yang dimiliki umat. Mereka dzalim kepada umat, memaksa mengeluarkan dananya demi menutupi rusaknya pemerintahan sistem kapitalisme.

Oleh karena itu, sudah saatnya umat bangkit tuk memperbaiki permasalahan negeri ini dengan menerapkan sistem Islam dan mencampakkan sistem kufur buatan manusia. Sebab, sistem saat ini telah nyata tidak mampu mensejahterakan rakyat.

Wallahu a’lam bish-showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *