Dana Umat Diembat, Syariat Islam Dibabat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Nisa Andini Putri (Mahasiswi Bengkulu)

 

Pemerintah menilai potensi wakaf di Indonesia masih cukup besar. Tercatat potensi wakaf secara nasional senilai Rp 217 triliun atau setara 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan potensi tersebut berasal dari 74 juta penduduk kelas menengah saja. “Potensi yang besar ini, saya mengajak seluruh masyarakat untuk memulai melakukan gerakan wakaf, salah satunya melalui instrumen surat berharga negara syariah (SBSN) atau sukuk,” ujarnya saat konferensi pers virtual ‘Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia’ (Republika.co.id Sabtu, 24/10/20).

Dengan demikian Presiden Joko Widodo meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) di Istana Negara. Kala itu, Jokowi mengungkapkan pemanfaatan wakaf uang tak hanya terbatas untuk tujuan ibadah, tetapi juga sosial dan ekonomi.

Harapannya bisa memberikan dampak pada pengurangan angka kemiskinan dan ketimpangan sosial di masyarakat. “Kita perlu perluas lagi cakupan pemanfaatan wakaf, tidak lagi terbatas untuk tujuan ibadah, tetapi dikembangkan untuk tujuan sosial ekonomi yang memberikan dampak signifikan bagi pengurangan kemiskinan dan ketimpangan sosial dalam masyarakat,” kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden. (Kompas.Com Senin, 25/1/2021)

Apa yang dilakukan oleh pemerintah tampak jelas sekali menunjukkan bahwa saat ini pemerintah telah kehabisan cara untuk menyangga ekonomi. Pajak dan hutang tak mampu lagi membiayai pengeluaran negara. Maka karakter muslim yang memiliki kesadaran dalam berwakaf dalam membantu sesama, kini dimanfaatkan rezim untuk membuat program-program wakaf yang menarik. Tentu muaranya agar masyarakat semakin masif berwakaf dan dapat digunakan sebagai dana sampingan agar ekonomi bisa diselamatkan. Ibarat orang yang sudah mau tenggelam. Akhirnya meraih apa saja yang lewat untuk bisa menyelamatkan diri.

Sumber dana yang berasal dari umat Islam begitu diminati, tapi tidak dengan syariat Islam yang lain, seperti menerapkan hukum Islam bagi para koruptor, hukum potong tangan, qishas apalagi menerapkan Islam secara menyeluruh. Hal yang demikian itu dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut bangsa dan tidak menguntungkan bagi negara. Sehingga, ada pihak yang dengan mudah menolaknya. Bahkan yang lebih parah lagi, justru mengkriminalisasi pihak yang memperjuangkan syariat Islam.

Sejatinya, akar masalah dari problem yang ada bukan karena pos pemasukan negara yang kurang, bukan pula karena semata adanya Covid-19 menyerang. Melainkan, dari kesalahan sistem yang diterapkan, yaitu sistem demokrasi serta turunannya.

Oleh karena itu, sudah saatnya umat membenahi semua permasalahan negeri ini dengan menerapkan sistem Islam dan mencampakkan sistem kufur buatan manusia. Sebab, sistem saat ini telah nyata tidak mampu menyejahterakan rakyat. Bahkan membuat rakyat semakin melarat.

Tidak ada alasan untuk menunda penerapan Syariat Islam Kaffah dalam semua aspek khidupan. Islam hadir untuk mengangkat derajat manusia dari kezaliman, tak seperti kapitalis yang semakin menenggelamkan masyarakat dalam lumpur kesengsaraan. Wallahu a’lam bish showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *