Damai Corona, Abai Rakyat Jelata

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Eka Prasetyawati (Komunitas Setajam Pena)

Dalam kondisi pandemi Covid-19 yang angkanya terus naik, Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan agar masyarakat Indonesia mau hidup berdamai dengan Corona. Masyarakat juga diminta hidup berdampingan dengan virus Covid-19 tersebut. Yang dimaksud hidup berdampingan adalah menyesuaikan diri dengan keberadaan virus Corona. (CNN Indonesia, 09/05/2020)

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan di tengah situasi penanganan penyebaran virus corona (Covid-19) yang belum lama ini baru genap dua bulan di Indonesia. Melalui akun resmi media sosialnya pada Kamis (7/5), Jokowi meminta agar masyarakat untuk bisa berdamai dengan Covid-19 hingga vaksin virus tersebut ditemukan. Jokowi menyadari perang melawan virus yang telah menjadi pandemi dunia itu harus diikuti dengan roda perekonomian yang berjalan. Oleh sebab itu, dengan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat ini, masyarakat pun masih bisa beraktivitas meski ada penyekatan pada beberapa hal.

Pernyataan Jokowi itu pun lantas menjadi sorotan di media sosial, lantaran hal itu bertentangan dengan apa yang disampaikannya dalam pertemuan virtual KTT G20 pada Maret lalu. Kala itu, Jokowi secara terbuka mendorong agar pemimpin negara-negara dalam G20 menguatkan kerja sama dalam melawan Covid-19, terutama aktif dalam memimpin upaya penemuan anti virus dan juga obat Covid-19. Bahasa Jokowi kala itu, ‘peperangan’ melawan Covid-19.

Pernyataan tersebut membuat berbagai kalangan bingung bahkan menuai kritikan pedas. Salah satunya dari analis politik Pangi Syarwi Chaniago, direktur eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, yang mengatakan ajakan Presiden Jokowi ini bisa dimaknai bahwa pemerintah putus asa, sebagai indikasi pemerintah tak sanggup lagi memenuhi kebutuhan masyarakat selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Cabang Bekasi mengaku khawatir dengan pernyataan Presiden Jokowi yang meminta masyarakat untuk hidup berdamai dengan Covid-19 sampai vaksin untuk penyakit ini ditemukan.

Ketua ARSSI cabang kota Bekasi, Dokter Eko S. Nugroho merasa was-was terhadap pernyataan Jokowi karena takut masyarakat salah mengartikan. Pesan berdamai dengan Covid-19 yang disampaikan oleh Jokowi tetap harus diiringi dengan usaha. Eko menilai berdamai dengan virus asal Wuhan tersebut dapat diterminologi sebagai dancing with Covid-19. Padahal seharusnya tetap bermusuhan dengan Covid-19, tetapi dapat melakukan aktivitas dengan aman, dan kesadaran masyarakat tetap menjaga jarak serta menggunakan masker untuk mengutamakan keamanan dan menjaga kebersihan. (Kedaipena.com, 11/05/2020)

Jika vaksin dan obat anti-Covid-19 belum ditemukan, wabah diprediksi masih akan terus berlanjut. Drajat Wibowo, Ketua Dewan Pakar Pengurus Pusat Partai Amanat Nasional (PAN) menyesalkan, pencegahan penularan Covid-19 yang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) lewat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak diikuti dengan pelaksanaan rapid test maupun tes swab dan PCR secara massal kepada semua warga di setiap daerah.

Padahal tes massal, yang dilakukan di setiap daerah sangat penting untuk mengetahui seberapa besar jumlah warga yang terinfeksi dan tidak terinfeksi Covid-19. Setelah itu diikuti dengan penelusuran (tracing) ke mana saja sebelum dan sesudah warga terinfeksi Covid-19. Pemerintah harus berupaya keras mencari vaksin Covid-19 dengan mengerahkan segenap sumber daya manusia dan lembaga riset yang dimiliki. Sembari menunggu vaksin Covid-19 yang baru ditemukan, pemerintah harus memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak Covid-19 (baik dampak langsung maupun yang tidak langsung), memenuhi kebutuhan pokoknya khususnya selama masa PSBB dan social distancing ini. Data yang akurat dan valid tentang kondisi masyarakat ini sangat penting agar bantuan pemerintah tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.

Dalam sistem kapitalis hanya akan melahirkan para pemimpin yang tidak memiliki kesiapan menghadapi pandemi. Ketidaksiapan lahir dari buruknya tata kelola pemerintahan saat ini akibat penerapan sistem kapitalis sekuler. Sistem ini menyebabkan buruknya tata kelola pemerintahan, hingga rezim yang memimpin tidak memiliki kafabilitas dan tak mengerti caranya mengurus negara dan rakyat. Alhasil, tetap mempertahankan sistem rusak ini jelas hanya akan menambah kehancuran negeri tercinta ini. Kebijakan agar hidup damai dengan Corona menegaskan lepas tangan pemerintah untuk penanganan wabah. Tenaga medis dibiarkan maju ke medan perang dan rakyat dilepaskan ke Rimba belantara tanpa perlindungan.

Dulu, ketika wabah penyakit terjadi di masa kepemimpinan negara Islam dibawah Khalifah Umar bin Khaththab ra yang berpusat di Madinah, negara Islam juga tak lepas dari krisis ekonomi. Beliau langsung memerintahkan pendirian posko-posko bantuan, kemudian membagikan makanan dan pakaian langsung kepada rakyat yang jumlahnya mencapai enam puluh ribu orang.

Ketika wabah smallpox melanda Khilafah Utsmani di abad ke 19 menimbulkan kesadaran di kalangan penguasa tentang pentingnya vaksinasi smallpox (cacar). Maka Sultan memerintahkan di tahun 1846 penyediaan fasilitas kesehatan yang bertugas untuk melakukan vaksinasi terhadap seluruh anak-anak warga muslim dan nonmuslim dengan menyitir fatwa ulama tentang pencegahan penyakit dan bukti empiris yang menunjukkan proteksi dari kematian.

Catatan sejarah ini menunjukkan bahwa negara berperan penting untuk melindungi kesehatan warganya dari wabah penyakit. Maka untuk mengakhiri pandemi dan menciptakan tatakelola negeri yang mensejahterakan serta memberikan kebaikan untuk seluruh rakyatnya adalah hanya dengan sistem yang benar. Sistem aturan negara yang berasal dari Allah SWT, sang pencipta dan pernah terbukti selama 14 abad lamanya pernah memimpin dunia. Rasulullah dan para khalifah setelah beliau pernah mencontohkan sistem terbaik itu, yaitu sistem Islam.

Sejarah keemasan Islam terpampang nyata bagaimana para pemimpin Islam begitu bertanggungjawab dalam mengurus negara dan umat. Sebut saja kisah sangat mahsyur kesuksesan Khalifah Umar saat menghadapi wabah. Sejarah telah menorehkan tinta emas pada seluruh kebijakan Umar bin Khaththab, termasuk kebijakannya menangani krisis hingga tuntas. Berbeda jauh dengan pemimpin hari ini, sehingga tidak bisa dibandingkan antara kepemimpinan kapitalis dan kepemimpinan Islam.

Bagi seluruh kaum muslimin, Rasulullah dan para sahabatnya adalah sebaik-baik manusia yang harus dijadikan teladan dalam hidup mereka. Termasuk bagaimana pengurusan Khalifah Umar saat menghadapi wabah. Kehadiran Islam yakni khilafah tidak saja sebagai pembebas segera Indonesia dan dunia dari pandemi, namun juga dari semua kerusakan dari sistem kapitalis. Sebagai buah keberkahan yang pasti ketika Islam diterapkan diatas dorongan taqwa. Wallahu’alam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *