Oleh : Siti Aisah, S.Pd (Guru RA Al-Huda Jati Subang dan Member Akademi Menulis Kreatif)
Makan, jangan asal makan
Perut buncit, langsung kenyang
Makan, pakai aturan yang nabi ajarkan
(Lagu : Jangan Asal Makan, Oleh : NusaRara)
Penggalan lagu anak di atas sudah tak asing lagi didengar oleh para pencinta NusaRara. Hal ini pun sering diajarkan oleh guru-guru RA (sederajat TK). Konsep makanan halal dan thayib merupakan landasan utama bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya.
Merebaknya virus yang mengobrak-abrik negeri tirai bambu itu membuat semua warga dunia panik. Hal ini dilihat dari peningkatan status darurat global yang dikeluarkan WHO (baca: organisasi Kesehatan Dunia) atas penyebaran virus ini hingga ke 27 negara. Virus ini pun menjadi perbincangan di semua lini baik media online, offline atau semacam sosialisasi-sosialisasi agar tidak berdampak lebih jauh. Virus ini pun dipertanyakan juga di dalam negeri, khususnya daerah yang terdapat Warga Negara Asing (WNA) asal Cina. Seperti pemerintah daerah Subang, hal ini sudah dikonfirmasi kepada Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSUD Ciereng Subang dr. H. Ahmad Nasuhi mengatakan hingga saat ini belum ada pasien yang dirawat akibat penyakit Corona atau Covid 19. “Hingga saat ini kami belum menemukan pasien suspek Corona atau dalam pengawasan akibat penyakit itu, Namun kita harus waspada, RSUD Ciereng juga menyiapkan ruangan khusus isolasi,” ungkapnya saat sosialisasi pencegahan Virus Corona di Ciater Subang belum lama ini. (Wartakini.com, 26/02/2020)
Perlu diketahui bahwasanya awal mulai epidemi virus Corona ini, diakibatkan transmisinya penyakit yang awalnya dari hewan, menular kepada manusia. Penularan ini bisa melalui asupan makanan binatang tersebut hingga kontak langsung saat binatang masih hidup. Salah satu sumber mewabahnya virus ini adalah kelelawar. Hewan ini awalnya dipercaya oleh masyarakat Wuhan China (baca: daerah awal epidemi Corona) memberi manfaat dan berkhasiat bagi tubuh. Hal ini dikarenakan dengan menyantap semangkok sup kelelawar dapat menyembuhkan penyakit asma dan sistem pernafasan. Walhasil, pengkonsumsian makanan jenis ini menjadi tradisi budaya setempat hingga menjadi salah satu wisata ekstrim di China. Hal ini menjadi wajar karena negara komunis tidak memiliki aturan tentang makanan.
Salah satu aturan Islam mengenai hubungan manusia dengan diri sendiri adalah tentang konsep makanan. Dalam bahasa Sunda dikenal dengan istilah ‘hawek’ (baca: serakah) dan ‘kadedemes’ (baca: apapun dimakan), sehingga Islam melarang aktivitas ‘hawek’ dan ‘kadedemes’ dalam mengkonsumsi makanan. Makanan halal adalah makanan yang dapat dikonsumsi oleh manusia yang dibenarkan oleh syariat Islam, maka sebaliknya makanan yang diharamkan adalah makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh manusia. Hal ini pun sesuai dengan definisi Departmen Agama yang mengatakan bahwa makanan halal adalah suatu barang yang dimaksudkan untuk dimakan atau diminum manusia dan serta bahan yang digunakannya adalah halal. Sumber hukum terkait ini terdapat pada QS. al-Maidah ayat 88 yang artinya, “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
Makanan menjadi penting untuk dibahas karena ia adalah kebutuhan pokok manusia. Tidak akan hidup seorang manusia tanpa melakukan aktivitas konsumsi makanan. Setiap makanan yang dimakan oleh manusia memberikan energi yang kemudian digunakan untuk menunjang aktivitasnya sehari-hari. Dengan demikian agar makanan layak dikatakan sebagai makanan halal harus memenuhi kategori dan memperhatikan hal-hal ini. Pertama, halal zatnya atau bahan dasar makanan tersebut misalnya makanan yang berasal dari binatang maupun tumbuhan yang tidak diharamkan oleh Allah.
Kedua, halal cara memperolehnya karena makanan yang halal secara zatnya dapat berubah menjadi haram apabila diperoleh melalui hasil mencuri, melakukan perbuatan zina (baca cara bertaubat dari zina dan amalan penghapus dosa zina), menipu, hasil riba (baca hukum riba dalam Islam dan bahaya riba dunia akhirat) dan maupun korupsi dan lain sebagainya.
Ketiga, halal cara memprosesnya, artinya ketika makanan tersebut diproses dengan menggunakan sesuatu yang haram misalnya alat masak yang bekas digunakan untuk memasak makanan haram atau bahan-bahan lain yang tidak diperbolehkan atau diharamkan untuk dikonsumsi maka makanan tersebut bisa menjadi haram.
Terakhir, halal cara menyajikan, mengantarkan serta menyimpannya. Artinya walaupun dari ketiga proses tersebut sudah sesuai syariah (baca: halal). Namun berubah menjadi haram, manakala makanan itu disajikan dalam piring yang terbuat dari emas maupun disimpan bersamaan dengan makanan dan diantar untuk tujuan yang tidak baik.
Islam sebagai satu-satunya sistem yang memiliki konsep jelas mengenai seluk-beluk kehidupan serta mampu memenuhi hak kaum muslim dengan memberikan periayahan yang sempurna.
Sirah Rasulullah saw. sebagai kepala negara, pernah melakukan inspeksi ke pasar setiap harinya. Hal ini dilakukan hanya untuk memastikan tidak ada barang haram yang beredar di masyarakat. Beliau juga melarang produksi zat haram seperti khamr dan semisalnya. Semua ini dilakukan agar jaminan produk halal bagi seluruh masyarakat. Dan juga sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah Swt. dan dapat mempengaruhi diterima atau tidaknya amal salih seseorang.
Hal ini dilakukan semata-mata agar masyarakat merasa terlindungi dari mengkomsumsi dan memperjualbelikan produk haram. Jaminan kehalalan produk yang dikeluarkan pemerintah sepertinya hanya bisa diwujudkan oleh sistem Islam khilafah, yang notabene lahir dari aturan Sang Pencipta. Dengan demikian kemaslahatan akan terwujud ketika manusia tidak hawek dan kadedemes dan mengikuti konsep sesuai syariat. Karena apabila kemaslahatan itu bergantung kepada persangkaan manusia. Maka akan terjerumus ke dalam jurang kebinasaan. Dengan keyakinan inilah seorang mukmin tidak berani melanggar, apalagi mengubah ketetapan serta hukum-Nya atas nama kemaslahatan.
Wallahu a’lam bishshawab.