Oleh: Yanik (Komunitas Setajam Pena)
Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia dilanda kepanikan hingga menjadi gempar atas adanya virus corona atau Covid 19, virus ini sebenarnya sudah menggemparkan masyarakat dunia semenjak tiga bulan yang lalu. COVID-19 yang pertama kali muncul di Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, Tiongkok, pada Desember 2019 yang dugaan awal karena kebiasan disana makan kelelawar. Virus ini bisa menyebabkan kematian dan diantara gejalnya adalah batuk, flu, demam, sakit tenggorokan dan gangguan pernapasan akut parah (SARS-Cov-2).
Dan kini virus itu sudah masuk ke Indonesia dengan korban hingga saat ini sudah ratusan. Virus corona atau Covid-19 telah ditetapkan WHO sebagai pandemi. Wabah virus ini dinyatakan pandemi karena virus tersebut telah menyebar luas ke 114 negara dengan lebih dari 118 ribu kasus. Tentang bahaya virus tersebut bisa kita lihat kasus di Cina, Iran, Italia, Korsel, dan lain-lain yang telah merenggut banyak jiwa.
Namun Pemerintah indonesia masih lambat melakukan penanganan dan pencegahan terhadap Virus Corona atau Covid-19. Diawal-awal pemerintah seakan menutup-nutupi fakta tentang Covid-19 di Indonesia. Alhasil, masyarakat tidak memiliki kesiapan ataupun pemahaman terhadap Virus Corona. Penyebaran COVID-19 ini bisa saja terus bertambah dan semakin banyak yang terpapar bila pemerintah tak serius menanganinya. Masyarakat juga perlu tahu, jadi tidak perlu disembunyikan. Justru masyarakat harus diberi tahu risiko sebenarnya. Supaya tanggung jawab pengendalian dan pencegahan itu bukan hanya bertumpu pada pemerintah tapi masyarakat juga ikut.
Persoalan covid-19 semakin rumit, sejak awal masyarakat ragu terhadap keseriusan pemerintah menangani Covid 19. Hingga akhirnya WHO berkirim surat pada Jokowi dan akhirnya diputuskan sebagai Bencana Nasional. Namun karena kurang terbukanya pemerintah terhadap masyarakat hingga membuat masyarakat ragu karena masih banyak hal yang terkesan ditutupi oleh pemerintah. Apalagi, lambatnya penetapan status dan penyerahan langkah tindak pada masing-masing daerah karena bisa jadi berbeda penanganan antar pemerintah daerah, terbukti membuat warga terjangkit Covid-19 meningkat berlipat ganda. Meski setelah terbukti banyak rakyatnya terpapar corona, pemerintah masih membolehkan turis masuk, seperti yang terjadi di Semarang. Bahkan, tenaga asing dari Cina dengan leluasa masuk seperti yang terjadi di Kendari.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan kepala daerah menentukan status bencana di daerah masing-masing dengan berkonsultasi bersama BNPB. PKS menilai Jokowi seperti melepaskan tanggung jawab kepada daerah.”Dalam kondisi pandemik, kebijakan yang berbeda-beda tidak efektif. Cara Pak Jokowi menyerahkan kebijakan pada masing – masing kepala daerah seolah – olah mau lepas tanggung jawab. Mesti ada satu kebijakan nasional yang diikuti oleh seluruh pihak, termasuk seluruh kepala daerah. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyampaikan bahwa, “pandemi ini tidak mengenal daerah”. (Detik.com, 15/3/2020).
Lalu bagaimana seharusnya tugas negara sebagai penanggungjawab?
Pada zaman Rasululullah SAW pernah juga terjadi wabah kusta yang menular dan mematikan dan belum diketahui obatnya. Ketika itu, Rasulullah SAW juga pernah memperingatkan umatnya untuk tidak dekat dengan daerah yang sedang terkena wabah. Dan sebaliknya jika berada di dalam tempat yang terkena wabah dilarang untuk keluar. Rasulullah SAW bersabda: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu” (HR Bukhari).
Langkah semacam ini juga diterapkan di banyak negara untuk mengatasi mewabahnya penyakit menular yang dikenal dengan lockdown. Yakni, tindakan darurat atau kondisi saat orang-orang untuk sementara waktu dicegah memasuki atau meninggalkan area atau bangunan yang telah ditentukan selama ancaman bahaya berlangsung.
Ini pula yang seharusnya dilakukan negara. Kebijakan lockdown harus ditetapkan pemerintah karena ketimpangan informasi, sumber daya, peralatan kesehatan, hingga tenaga medis. Pemerintah sudah semestinya lebih mengutamakan kesehatan dan keselamatan masyarakat dibandingkan stabilitas ekonomi. Apalagi terkesan santai dalam penanganannya. Semua upaya dan ikhtiar termasuk lockdown harus dilakukan tanpa mengurangi sedikit pun keyakinan tentang qadha dan qadar Allah SWT. Juga keyakinan tidak ada satu pun yang menimpa di bumi ini kecuali dengan seizin-Nya.
Wallahu’alam bishowab