Oleh: Rizky Dimayanty
Virus Corona atau covid-19 yang terdeteksi menyambangi Indonesia di awal Maret ini telah memakan banyak korban. Upaya social distancing sudah tak seberapa ampuh mengurangi gelombang penularan yang bergulir seperti bola salju liar.
Masker dan hand sanitizer menjadi barang langka, harganya melangit. Pemerintah sekedar menyediakan APD (Alat Pelindung Diri) bagi tenaga medis pun susah. Sehingga petugas media seadanya dan rakyat mengambil langkah mandiri untuk membantu mereka. https://www.liputan6.com/health/read/4206995/rs-unair-kekurangan-alat-pelindung-diri-untuk-tangani-pasien-covid-19
Penguasa negeri ini sejak awal menganggap remeh Covid-19. Mereka mengabaikan pandangan para pakar kesehatan tentang bahaya penyebaran Covid-19. Penguasa cenderung santai, mereka malah membuat pernyataan dan kebijakan yang kontraproduktif. Misalnya, ingin Corona bisa dimanfaatkan dalam bidang ekonomi dan pariwisata. Sebelumnya, penguasa membuka lebar pintu Indonesia untuk wisata bagi turis. Bahkan rezim mengeluarkan 72 miliar untuk membiayai buzzer pariwisata.
Pemerintah seakan tidak siap mengantisipasi pandemi corona sejak Januari silam. Awalnya terlalu banyak guyonan, sekarang kelabakan. Selain itu, tidak ada juga kerja sama dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200315044141-21-483522/corona-dan-menanti-maaf-jokowi-untuk-rakyat–62
Proses pengundangan Omnibus Law, Undang-undang Minerba dan rencana ibu kota negara terus melaju termasuk pembebasan para napi, tak peduli Indonesia sedang terkena wabah Covid-19. https://m.detik.com/finance/properti/d-4953080/corona-merajalela-rencana-pindah-ibu-kota-tetap-jalan
Fakta-fakta di atas membuktikan bahwa rezim negeri ini benar-benar tak peduli rakyatnya. Paradigma kapitalisme telah merasuki sendi-sendi kekuasaan mereka. Mereka lebih mementingkan kekuasaan dan material ekonomi dari pada kesehatan dan nyawa rakyatnya.
Pemerintah seharusnya bersegera memenuhi kewajibannya untuk menyelamatkan rakyat. Jika pemerintah tetap jalan dengan IKN baru, undang-undang Minerba dan Omnibus law sebenarnya menunjukkan pemerintah lebih berpihak pada kepentingan pengusaha atau asing dibanding rakyat. https://mediaindonesia.com/read/detail/276947-revisi-uu-minerba-untuk-siapa
Bila ditelaah secara mendalam, rumitnya persoalan ini muncul akibat tidak adanya otoritas yang kredibel sekaligus kapabel. Diperparah dengan kondisi keuangan yang terpuruk dan kuatnya ketergantungan kepada asing. Ironisnya kepentingan rakyat selalu dijadikan topeng alasan. Mulai dari kekhawatiran mandeknya ekonomi, sepinya pariwisata, dan alasan tidak tepat lainnya.
Jika ditelusuri, sikap penguasa yang demikian memang sesuai dengan paradigma kepemimpinan dan sistem yang diterapkan. Kepemimpian ideologi kapitalisme demokrasi melahirkan kepemimpinan pragmatis yang abai terhadap hukum agama dan moralitas.
Virus Corona (Covid-19) menunjukkan bahwa sistem kapitalis adalah sistem yang sangat lemah dan sangat tidak stabil. Kegagalan sistem kapitalisme yang dianut banyak negara dalam bergerak dengan cepat dan pas dalam jaminan kesehatan, jaminan rasa aman, dan jaminan pangan menunjukkan kegagalan serius sistem ini.
Lalu apakah setelah semua ini, manusia masih membutuhkan bukti lagi untuk meyakini bahwa kapitalisme, sebagai sebuah sistem yang mengatur hubungan manusia, adalah sistem yang rusak dan gagal. Sungguh, sistem kapitalisme ini tidak membawa manusia kecuali pada penderitaan dan kesengsaraan. Semestinya pandemi ini dihadapi dengan serius sejak awal. Secara kausalitas jangan bermain-main dan menganggap enteng virus.
Tentu saja solusi yang paling sahih adalah solusi dari syari’ah Islam. Saat ada wabah Islam menuntun agar ada penelusuran awal mula virus berkembang. Selanjutnya membatasi penyakit di tempat kemunculannya sejak dini sembari orang-orang sehat di tempat lain tetap bekerja dan berproduksi.
Sayangnya di tempat kemunculannya di Kota Wuhan. Isolasi yang dilakukan pemerintah Cina tidak ketat. Warga negara Cina masih bebas berkeliaran, tanpa peduli jika mereka bisa saja menjadi carrier virus. Nahas bahkan warga negara Cina banyak pula yang datang ke Indonesia. Hingga petaka tak mampu ditolak, Indonesia menjadi negara pandemi dengan death rate Corona tertinggi.
Karantina wilayah atau lockdown jauh-jauh hari telah dicontohkan oleh Rasulullah di masa lalu. Imam al-Bukhari telah meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari Usamah bin Zaid dari Nabi saw, beliau bersabda, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu ….”
Saat wilayah yang terdampak wabah diisolasi, yang di dalam tidak ke luar dan yang dari luar dilarang ke dalam maka negara menjalankan fungsi pelayanannya. Menjamin pengobatannya hingga sembuh dengan gratis. Memaksimalkan sarana dan prasarana rumah sakit berikut APD yang dibutuhkan. Juga tidak menunda melakukan penelitian untuk pencegahan dan pengobatan penyakit yang sedang menjadi wabah.
Selain itu yang menjadi tugas negara adalah memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan warga. Dari sini jelas, saat wabah diisolasi hanya di tempat awal munculnya dan tidak sampai menyebar dengan masif dan tak terkendali ke daerah luar. Tak perlu dilakukan lockdown bagi semua wilayah. Orang-orang yang sehat di luar wilayah wabah dapat beraktivitas seperti biasa. Tidak harus berdiam diri di rumah hingga melumpuhkan perekonomian dan berakhir dengan jumud dan bosan.
Wallahu’alam…