Corona Hilang, Fajar Kebangkitan Islam Menjelang

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ummu Abror (Ibu Rumah Tangga dan Pengajar)

Corona… virus berukuran super mungil ini nyatanya telah berhasil menggoncang dunia. Keberadaannya telah membuat 7,75 milyar manusia di seluruh dunia panik tidak berdaya.

Walaupun saat ini manusia telah mencapai titik puncak teknologi mutakhir 4.0. Akan tetapi negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Spanyol, Perancis, Jerman, Italia, Cina nyatanya dibuat tak berdaya, bahkan menjadi negara penyumbang pengidap positif Covid-19 terbesar di dunia.

Dengan jumlah lebih dari 500.000 kasus infeksi Covid-19 yang dilaporkan, AS juga memiliki kasus virus corona terbanyak di dunia. Sementara itu jumlah kasus secara global kini mencapai lebih dari 1,7 juta dan jumlah kematian melewati angka 103.000 pada Jumat (kupang.tribunnews.com, 11/04/2020).

Bagaimana dengan Cina sendiri? Cina sedang menghadapi gelombang kedua kasus Virus Corona ‘Covid-19’. Ditandai dengan melonjaknya kasus impor baru Covid-19 yang dilaporkan tertinggi dalam hampir enam pekan terakhir.
108 kasus baru tercatat pada Minggu 12 April, naik dari 99 dibanding sebelumnya, sekaligus menandai jumlah kasus tertinggi sejak 143 kasus dilaporkan pada 5 Maret (liputan6.com, 13/04/2020).

Sistem kesehatan negara-negara tersebut benar-benar kewalahan melawan wabah. Dalam laman washingtonpost.com dinyatakan bahwa, “Wabah virus corona yang sedang merebak di Amerika Serikat sedang menelanjangi kesenjangan yang serius pada kemampuan sistem kesehatan untuk merespon epidemi.”

Di Indonesia pun kondisinya tidak jauh berbeda. Bahkan dalam beberapa hal kondisinya jauh lebih buruk, hal ini tampak dari tingkat kematian penderita positif Covid-19 yang melebihi rata-rata dunia. Di berbagai daerah banyak rumah sakit yang kekurangan APD, kekurangan ruang isolasi, masker dan kekurangan peralatan medis dan lain sebagainya.

Jika dilihat secara mandalam akar dari semua kondisi buruk ini tak lain dan tak bukan adalah Capitalism atau kapitalisme. Dalam sejarah ekonomi, kapitalisme menyebabkan krisis pada negara yang mengusung paham tersebut, seperti Amerika. Jika diteliti lebih mendalam, bahwa sistem ekonomi, politik negara-negara penganut kapitalisme memang rapuh, terbukti sebelum terjadi wabah Covid-19 sudah menunjukkan tnda-tanda kehancuran.

Hal itu dibenarkan oleh Samuel Huntington dalam buku masterpiece-nya The Clash of Civilization, di mana ia mengungkap dibanding tahun 1920-an, Barat termasuk Amerika Serikat jauh mengalami kemerosotan.

Krisis finansial yang terjadi di Amerika tidak bisa dilepaskan dari the nature of capitalism yang sudah mengakar pada sistem ekonomi mainstream yang diusung sebagian besar negara di dunia.
Maraknya transaksi ekonomi nonriil yang berbasis spekulasi tanpa pijakan yang riil, hanya menambah menggelembungnya ekonomi (bubble economy), dan menunggu waktu untuk gelembung meledak sehingga menimbulkan krisis serta dampak dan efek negatif bagi perekonomian, bahkan runtuhnya peradaban kapitalisme itu sendiri.

Begitu juga Amerika Serikat yang sejak memasuki abad 20, merupakan “pemimpin” peradaban Barat (menggantikan Inggris) dan kukuh sebagai pemuncak peradaban bahkan jauh lebih lama dari Uni Soviet (rival Amerika Serikat) juga akan mengalami kehancuran.

Keburukan sistem itu telah melahirkan bencana di berbagai pelosok dunia, kekacauan politik dan kekacauan ekonomi juga mengguncang negara lainnya. Kantor berita al-Jazeera (4/4/2020) mengutip pernyataan politikus Amerika yang juga Mantan Menteri Luar Negeri, Henry Kissinger, dalam sebuah artikel di Wall Street Journal, bahwa pandemi corona akan mengubah sistem global selamanya.

Kissinger menjelaskan bahwa kerusakan yang disebabkan oleh pandemi virus corona mungkin bersifat sementara. Akan tetapi kekacauan politik dan ekonomi yang disebabkannya dapat berlanjut selama beberapa generasi. Ia pun menambahkan bahwa pandemi corona benar-benar telah menciptakan kasus baru, yang tercermin dalam besarnya penolakan rakyat terhadap sistem kapitalis ini, dimana semua kebijakan penyelamatan ekonomi berakhir dengan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Kissinger menutup artikelnya dengan mengatakan bahwa tantangan historis yang dihadapi para pemimpin dunia pada saat ini adalah bagaimana mengelola krisis dan membangun masa depan pada saat yang bersamaan. Kegagalan dalam mengatasi tantangan ini benar-benar dipastikan akan mampu membuat dunia terguncang.
Maka Islam sebagai agama dan idiologi telah memiliki solusi lengkap dan tuntas dalam menyelesaikan permasalahan pandemi ini. Sistem Islam telah mengatur berbagai masalah kehidupan, termasuk dalam masalah kesehatan.

Sistem Islam dibangun di atas konsep dan paradigma shohih, yaitu tampak dari dua aspek, pertama bahwa ia berasal dari Allah SWT sang pencipta dunia dan isinya. Kedua ia merupakan sistem yang paripurna, mengatur di segala bidang kehidupan, dan didukung oleh keseluruhan sistem kehidupan berupa pelaksanaan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah. Hal ini menjadi kunci rahasia kekokohannya sebagai pelindung kesehatan dan nyawa manusia dalam kondisi apapun.

Sistem politik Islam dan sistem ekonomi Islam merupakan unsur utama pembentuk sistem kesehatan Islam. Konsep tersebut mewujud dalam fungsi negara sebagai raa’in (pemelihara urusan umat) dan junnah (pelindung dari segala kerusakan). Juga dari aspek pengadaan sumber daya manusia di bidang kesehatan dengan konsep pendidikan Islam serta aspek model pembiayaan kesehatan yang bersifat mutlak dengan berbasis baitul mal. Politik riset, industri, serta pengadaan infrastruktur kesehatan.

Semua konsep Islam ini benar-benar mendukung paradigma shahihnya pelayanan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia.Sejarah telah mencatat bagaimana kemampuan Islam menghadapi aneka wabah. Hadirnya seorang pemimpin terpercaya yang di baiat oleh kaum muslimin, sebagai pelaksana dari hukum syara . Maka ketika pemimpin itu memerintahkan rakyatnya untuk mentaati syariat, rakyat pun akan mematuhinya.

Dalam sistem Islam negara menjamin logistik warga yang dikarantina. Negara juga memotivasi warganya untuk saling berlomba dalam kebaikan. Akan terjalin kerjasama antara warga masyarakat dengan pemerintah. Tidak akan dijumpai adanya pihak berpangku tangan, apalagi meremehkan bencana atau sibuk dengan urusan lain yang tidak prioritas.

Di sisi lain pemerintah juga senantiasa mengingatkan rakyatnya untuk bermuhasabah, sabar dan tawakal mungkin Allah menurunkan wabah untuk menguji hambanya agar mereka kembali kepada syariahNya.

Para ilmuwan pun ikut berperan.. Mereka menggunakan berbagai ilmu yang dimiliki untuk mengatasi bencana. Mereka berusaha bekerjasama dengan para aghniya (orang-orang kaya) untuk menafkahkan harta mereka, atau pedagang besar yang menyedekahkan kekayaannya untuk meringankan beban warga, Dokter yang mengembangkan vaksin, insinyur yang memperbaiki sumber air dan sanitasi. Dan juga ahli geografi yang menyumbangkan kontribusi mereka sesuai dengan bidang keilmuannya.

Maka untuk merealisasikan diterapkannya ajaran Islam secara kaffah, maka tugas kaum muslimin, haruslah memandang bahwasanya dibalik wabah ini ada agenda penting kaum muslimin yang mesti terus berlanjut, yaitu dakwah melanjutkan kehidupan Islam. Dengan cara mengoptimalkan takwa, mempersiapkan diri dan mebekali diri dengan ikhtiar maksimal baik level individu, keluarga maupun masyarakat agar wabah yang terjadi menghantarkan pada kemenangan Islam. Sebagaimana pernyataan dari Ibnu Khaldun “bahwa penyakit bukan hanya ketentuan Allah atau fenomena acak dari alam tapi wabah merupakan komponen integral dari keruntuhan peradaban”.

Pada level keluarga bisa dilakukan dengan memupuk keyakinan bahwa segala ujian berasal dari Allah swt. Semua kehendak Allah pasti akan memberikan kebaikan bagi orang-orang yang beriman. Membangun keyakinan akan rizki dari Allah swt sehingga ketakutan akan kemiskinan atau kesulitan ekonomi tidak akan mengganggu keharmonisan keluarga. Allah swt berfirman:

“Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman”. (QS az Zumar ayat 52)

Sementara pada level masyarakat bisa dilakukan dengan cara menghilangkan kultur individualis yang serba tidak peduli terhadap lingkungan meski ditengah suasana social distancing. Kesempatan ini bisa digunakan secara optimal untuk membina masyarakat agar lebih dekat dengan Islam. Bukan hanya sebatas membina ibadah mahdhoh tetapi memahamkan masyarakat dengan Islam kaffah.

Kenyataannya saat ini masih banyak umat Islam yang belum faham Islam kaffah. Belum faham konsep politik Islam, politik ekonomi Islam, politik pendidikan Islam, politik kesehatan Islam dan lain sebagainya.

Maka tugas para pengemban dakwah adalah menjadikan kondisi pandemi ini sebagai momentum untuk mencerdasakan umat menuju jalan perubahan dengan membongkar kerusakan-kerusakan yang ada adalah akibat dari diterapkannya sistem kapitalis sekuler, memahamkan umat bahwa sistem Islamlah yang mampu menciptakan khoiru ummah, dengan amalan dakwah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. hingga terbentuk pemikiran dan kesadaran pada umat kemudian kesadaran itu menjadi opini umum ditengah-tengah umat dan mengkristal sehingga menjadi suatu dorongan kekuatan politik yang menginginkan perubahan.

Jika Kissinger mengatakan bahwa wabah corona akan mengubah tatanan dunia, seharusnya sebagai seorang pengemban dakwah wajib optimis bahwa tatanan dunia yang menggantikan tatanan kapitalis sekuler adalah tatanan Islam. Peluang kemenangan itu akan tercipta dalam sebuah pertarungan jika lawan kita lemah. Kenyataannya saat ini memang demikian, industri Barat tidak berjalan, pasokan makanan terputus, gagal menangani wabah. Di samping itu kita harus yakin bahwa kemenangan Islam adalah janji Allah.

Bukan hanya mengedukasi umat tapi juga menjalin ukhuwah antar komunitas dengan solidaritas global sebagai umat Nabi Muhammad saw.

Moment Ramadhan adalah moment yang tepat untuk ini, dimana syuur umat Islam tengah disatukan oleh perasaan yang sama, mendekatkan diri pada Allah swt. Hal ini bisa kita lakukan dengan memanfaatkan revolusi teknologi 4.0. Dengan berbekal telpon seluler, kita bisa bergerak — meski di rumah — mengedukasi umat, menjalin ukhuwah di seantero dunia.

Kita juga bisa bergerak bersama komunitas menasihati pemilik otoritas jika kebijakannya menyimpang dari Islam dalam ibadah maupun dalam meriayah urusan umat. Terlebih jika kebijakannya justru bergantung pada asing. Kita harus menyampaikan bahwa negara harus menjalankan fungsi dasarnya sebagai raa’in (pemelihara urusan umat) dan junnah (pelindung dari segala kerusakan).

Inilah amalan yang harus kita lakukan, melakukan amal sholeh, menjadikan jati diri umat sebagai khoiru ummah. Bukan sebatas taklim tapi menawarkan Islam sebagai visi politik dunia. Menyiapkan umat agar siap bertarung dengan pemikiran kufur melalui panduan wahyu. Maka saat keimanan masuk dalam sanubari umat akan menjadi bara yang akan menjadi penentu gerak mereka. Mereka tidak bisa bergerak kecuali dengan dorongan iman. Inilah yang akan menjadi sarana turunnya pertolongan Allah dengan kemenangan Islam.

Wallahu a’lam bi shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *