Oleh: Luthfiah, S.Sos
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah sesuai undang-undang no.19 tahun 2003 pasal 1, disebutkan jika badan usaha milik negara merupakan sebuah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh pemerintah. Tujuan dibentuknya BUMN adalah menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, mengelola kekayaan negara hingga mendapatkan keuntungan.
Pelayanan publik tersebut misalnya bidang kebutuhan pokok, sumberdaya dan energi hingga telekomunikasi.
Sayangnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN) Erick Thohir menyatakan selama pandemi terdapat 9 klaster BUMN yang mengalami kerugian (TEMPO.CO 29/4/2021) . Meskipun telah
disuntik penyertaan modal oleh negara (PMN) selama periode 2015-2019, pada 2015 Rp 65,6 triliun, pada 2016 sebesar Rp 51,9 triliun, pada 2017 turun menjadi Rp 9,2 triliun, pada 2018 sebesar Rp 3,6 trilun. Sementara pada 2019, naik lagi menjadi Rp 20,3 triliun.
Sementara untuk tahun 2020, uang pajak yang dialokasikan untuk tambahan modal BUMN turun tipis menjadi sebesar Rp 18,73 triliun (KOMPAS.COM 29/12/2019)
Namun PNM ternyata tidak mampu mencatatkan kinerja lebih baik, BUMN tetap merugi. Berbagai macam faktor disebut menjadi penyebab selain faktor pandemi. Contoh BUMN yang bergerak pada sektor pertanian, PT Sang Hyang Seri mencatatkan kerugian sebesar 183 milyar pada tahun 2018. Sementara PNM yang telah disuntikkan sebesar 400 milyar pada tahun 2015. Disinyalir kerugian tersebut terjadi karena masalah bisnis yang tak efisien, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam hal pengadaan benih. Demikian juga PT.Pertani yang didirikan tahun 1959, bergerak di bidang agribisnis yang memproduksi, mengadakan, serta memasarkan sarana produksi dan komoditi pertanian. Perusahaaan mencatatkan kerugian sebesar 83 milyar pada 2018, sementara telah disuntik PMN sebesar 240 milyar pada 2016.
Bulog pun demikian, BUMN penyalur beras ini mencatatkan kerugian 962 milyar pada 2018, 955 milyar pada 2019. Sementara telah disuntik PMN 3 trilyun pada 2015 dan 2 trilyun pada 2016. Disinyalir tumpang tindih kebijakan pemerintah, misalnya Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) memb terdapat kelebihan pengakuan pendapatan atas penyaluran Rastra.
Salah Kelola Badan Usaha Milik Negara
Ketika Meneg BUMN menyatakan banyak BUMN merugi meski telah disuntik penyertaaan modal negara yang tidak sedikit nilainya. Banyak sekali analisa bermunculan terkait hal tersebut.
Mulai dari sisi manajerialnya, dimana pihak-pihak yang ditunjuk tidak memiloki kompetensi yang memadai
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengungkapkan
“Penyebab kerugian yang dialami oleh tujuh BUMN besar seperti PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel, adalah adanya salah kelola dari manajemen dan aturan atau regulasi yang membuat BUMN tersebut tidak dapat bekerja secara optimal,” jelasnya.
Beban BUMN makin berat karena menumpuknya hutang pada pihak ketiga. Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wiroatmodjo menyatakan periode Januari Sampai Juni 2020 Hutang BUMN mencapai 1.682 Trilliun. Hantaman pandemi covod 19 membuat BUMN semakin terpukul dan mengurangi kemampuan untuk membayar hutang kepada pihak ketiga.
Peneliti INDEF Deniey A Purwanto mengatakan, tren kenaikan utang BUMN terjadi sejak 2016. Sejumlah BUMN saat ini bahkan mencatatkan rasio utang di atas batas wajar.
Beberapa BUMN memang menunjukkan solvabilitas atau debt to asset yang melewati wajar, sudah di atas 60%,” ujar Deniey dalam Webinar Kinerja BUMN dan Tumpukan Utang, Rabu (24/3) (katadata.co.id)
Meneg BUMN, Erick Thohir memerintahkan BUMN untuk melakukan renegosiasi dan restrukturisasi hutang, diantaranya PLN dan Garuda.
Pukulan pandemi covid 19 berpengaruh besar pads kemampuan BUMN untuk membayar hutang, sementara APBN mengalami defisit. Pemerintah mengambil jalan untuk membiayai BUMN yang merugi dari pajak yang dipungut kepada rakyat. Menggenjot penerimaan pajak dari berbagai sektor. Dapat dipastikan rakyat semakin menderita.
BUMN semakin tidak mampu memfungsikan dirinya untuk melayani masyarakat karena pengelolaannya menggunakan sistem kapitalis, mengutamakan keuntungan dan membangun kegiatan bisnisnya menggunakan hutang riba yang menyebabkan BUMN jatuh merugi dimasa pandemi. Meruginya BUMN membuat rakyat juga dirugikan dsn gigit jari.
Pengelolaan Harta Negara Dalam Islam
Islam sebagai sebuah ideologi yang memancarkan aturan-aturan yang mengatur berbagai aspek kehidupan termasuk pengelolaan harta negara, seperti harta ganimah, fai, khumus, kharaj, jizyah 1/5 harta rikaz, ‘ushr, harta orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, dan tanah hak milik negara.
Dengan ijin Allah, negara diperbolehkan untuk mengelola harta milik umum,
Contoh, tambag garam, tambang minyak dan energi, air, hutan, termasuk didalamnya fasilitas umum. Contoh, jembatan, pelabuhan, bandara, kantor pelayanan umum, fasilitas pendidikan, kesehatan, laut, sungai, kanal, pengolahan limbah dan sebagainya (Prof. Dr. Husain Syahatah, Hurmat al-Mal al-m fi Dhaui al-Syari’ah al-Islam, Dar al-Nasyr li al-Jami’at), 27)tidak boleh penguasaan dan pengelolaannya diberikan kepada
asta dan asing.
Tetapi harta milik negara boleh diberikan kepada individu atau sekelompok individu, contoh, memberikan harta kharaj kepada petani untuk memajukan pertanian atau perkebunan (Kitab Muqadimmah ad-Dustur)
Penguasaan dan pengelolaan harta milik umum diberikan kepada negara untuk dikelola dan dikembangkan tanpa melanggar larangan Allah. Privatisasi, pengembangan bisnis dengan unsur riba, diserahkan pada swasta, asing, telah melanggar larangan Allah. Demikian juga pemanfaatan harta milik umum tersebut harus sesuai dengan apa yang telah Allah gariskan.
Demikian islam mengatur penguasaan dan pengelolaan harta milik umum di dalam islam. Semua disandarkan pada penerapan syariat islam kaffah. Pemimpin berkewajiban untuk menjalankannya.
Menyelesaikan kerugian BUMN adalah dengan menerapkan islam. Seperti dicontohkan Khalifah Umar Bin Khattab.
Seperti halnya yang dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab ra. ikapnya terwujud dalam pernyataan beliau,
“Sesungguhnya saya tidak menemukan kebaikan pada harta Allah ini kecuali dengan tiga hal, diambil dengan cara yang benar, diberikan dengan cara yang benar, dan dicegah dari berbagai kebatilan. Ketahuilah, posisi saya atas harta kalian seperti seorang wali atas harta yatim. Jika merasa cukup, saya tidak mengambilnya. Namun, jika saya membutuhkannya, saya akan memakannya dengan cara yang makruf.” (Al-Waie.id).