Bulan Istimewa Ditengah Wabah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Julia Bahtiar (Aktivis Mahasiswa)

Hari Raya Idul Fitri tahun ini dipastikan berbeda. Umat Islam diseluruh dunia harus menghadapi realita baru dalam kehidupan keagamaan mereka akibat Covid-19, yaitu tidak bisa merayakan Idul Fitri seperti biasa. Bagi ummat Islam, hari raya idul fitri adalah momentum besar dan istimewa yang dimeriahkan dengan ritual perayaan seusai mereka mengakhiri ibadah puasa selama 30 hari pada bulan Ramadhan. Maka dari ini, ketakwaan kepada Allah SWT akankah bisa dipertahankan selama masa wabah ini terus menyelimuti kehidupan umat muslim?

Takwa merupakan amal ketaatan pada Allah atas cahaya (petunjuk) dari Allah karena mengharap rahmat-Nya dan ia meninggalkan maksiat karena cahaya (petunjuk) dari Allah karena takut akan siksa-Nya. Tidaklah seseorang dikatakan mendekatkan  diri pada Allah selain dengan menjalankan kewajiban yang Allah tetapkan dan menunaikan hal-hal yang sunnah.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Aku cintai. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya.” Inilah hadits shahih yang disebut dengan hadits qudsi diriwayatkan oleh Imam Bukhari.” (Al Majmu’ Al Fatawa, 10: 433).

Berarti jika seseorang tidak menjalankan perintah Allah, terus melakukan maksiat dan enggan bertaubat, maka ia tidak masuk kriteria orang yang bertakwa, apalagi jika ia adalah pelaku kesyirikan yang biasa melariskan tradisi syirik. Yang terakhir ini sangat jauh dari sifat takwa. Semoga Allah mengaruniakan pada kita sifat takwa.

Ketakwaan terus menjadi tantangan ditengah-tengah kondisi yang sangat memprihatinkan dunia saat ini, khususnya di Indonesia. Bagaimana tidak, ketakwaan kepada Allah SWT menjadi pembuktian apakah hamba itu benar-benar beriman dalam segala kondisi atau hanya dikondisi tertentu saja. Pandemi Covid-19 benar-benar telah menampar kita semua. Tidak memilih ras, suku, kaya maupun miskin.

Pandemi yang begitu memilukan membuat kita harusnya makin sadar, segala hal yang terjadi di muka bumi ini merupakan kehendak-Nya, maka dari itu kewajiban mengimani-Nya pun tidak boleh membuat kita lalai terhadap Sang Pencipta lagi Mulia. Apalah daya dan kemampuan kita tanpa pertolongan dari Allah SWT?

Pandemi Covid-19 belum juga berakhir. Mau tidak mau, suka tidak suka, akhirnya kita merayakan hari kemenangan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sangat disayangkan dikondisi seperti ini, pertemuan silaturrahim dibatasi, tatap muka bertemu sanak keluarga masih terhalangi. Kebijakan demi kebijakan terus digaungkan pemerintah. Mulai dari solat Iedul Fitri di rumah masing-masing hingga jamuan silaturrahim hanya boleh dilakukan melalui media online komunikasi. Letak perbedaannya sangat jelas.

Menyambut perayaan Idul Fitri, Presiden Jokowi beserta wakilnya Bapak Ma’ruf Amin mengatakan bahwa semoga dimasa bulan penuh suci dan berkah ini, Allah meridhoi langkah dalam menyelesaikan wabah dan tetap bertakwa serta bertawakkal kepada-Nya. Momentum ini perlu dijadikan sebuah hal yang lebih baik lagi untuk lepas dari wabah pandemi dan memaksimalkan dalam beribadah kepada-Nya.

Namun perlu digaris bawahi, apakah dalam bertakwa dan bertawakkal akan mampu dilaksanakan tanpa syariat yang mutlak? Kebijakan tanpa campur tangan syariat merupakan hal yang sangat fatal jika tidak menjadikan ia sebagai penegak utama disetiap kebijakan dalam menjalankan roda pemerintahan. Kebijakan yang berjalan tanpa memasukkan Islam Kaffah sebagai satu-satunya jalan penyelesaian tuntas menjadikan suatu permasalahan tak kunjung selesai dan tuntas
Karna sejatinya, setiap hal yang terjadi di bumi ini harusnya selalu melibatkan aturan kaffah sebagai satu-satunya solusi ummat. Islam berperan penting dalam menuntaskan segala permasalahan yang ada. Syariat Islam perlu tegak sebagai jaminan akan bebas dari konflik, apalagi dimasa pandemi ini, harusnya membuat kita semakin sadar betapa pentingnya Islam hadir ditengah-tengah ummat.

Kebijakan yang digaungkan pemerintah saat ini jauh dari kata syariat. Bapak Presiden dan Wakilnya mengajak masyarakat bersama-sama mengharapkan ridho Sang Khalik, maka dari itu harusnya kita semakin yakin, bantuan Allah tidak pernah lepas untuk hamba-Nya yang senantiasa bertakwa dan menjadikan Dia sebagai solusi utama dalam setiap kesempatan untuk menyadari baiknya khilafah hadir untuk menegakkan syariat.

Sulit mewujudkan takwa hakiki di era demokrasi kapitalisme karena kebebasan menjadi pondasi dan modal menjadi prioritas tertinggi. Padahal, Allah dan Rasul-Nya telah menyiapkan model sistem politik yang selaras untuk menyemai dan terus memupuk suburnya takwa, yaitu dengan berlakunya kembali sistem Khilafah.
Wabah Corona memang telah memberi kita banyak pelajaran. Salah satunya bahwa kekuasaan yang berbasis pada akiqah Islam hanya akan melahirkan kefasadan. Maka dari itu kekuasaan yang tegak atas nama keimanan akan selalu memberikan bukti bahwa mendatangkan kebaikan dan keberkahan bagi seluruh alam.

Kekuasaan yang disebut khilafah, senantiasa menempatkan urusan umat sebagai urusan utama. Harta, kehormatan, akal, nyawa rakyatnya dipandang begitu berharga.

Pencederaan terhadap salah satu di antaranya, dipandang sebagai pencederaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Karna semuanya adalah jaminan dari penegakan hukum syara’. Fakta akan hal ini akan tampak saat negara dalam keadaan ditimpa kesulitan. Baik karena serangan bencana maupun serangan musuh-musuhnya. Peradaban Islam adalah satu-satunya peradaban berkarakter mulia, pemberi rasa tenteram dan ketenangan bagi kehidupan ummat manusia.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *