Bukan RUU Kesehatan Omnibus Law yang Dibutuhkan Umat Saat Ini

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Bukan RUU Kesehatan Omnibus Law yang Dibutuhkan Umat Saat Ini

Hasna

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Menyoroti Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law yang saat ini sedang berada dalam tahap pembahasan antara DPR RI dengan pemerintah. Kini, masih menuai penolakan. Pasalnya, lima organisasi kesehatan di berbagai wilayah di Indonesia telah menggelar aksi demonstrasi menolak pembahasan rancangan UU kesehatan Omnibus Law. (cnbc, Senin,18/05/2023)

Ikatan Dokter Indonesia mencatat ada sekitar sebelas ribu tenaga kesehatan ikut berpartisipasi. Lima organisasi kesehatan tersebut menyampaikan bahwa cukup banyak tenaga kerja medis dan tenaga kerja kesehatan dengan ikatan kerja yang tidak jelas saat ini.

Akan tetapi, RUU kesehatan sendiri ternyata tidak memberikan jaminan hukum mengenai kepastian kerja dan kesejahteraan tenaga medis dan tenaga kesehatan. Malahan juga tidak ada jaminan perlindungan hukum bagi para tenaga kesehatan. Lalu bagaimana perlindungan Nakes seharusnya di dalam Islam?

Sebagaimana dikabarkan dalam halaman online viva.co.id, Senin, 8 Mei 2023, Juru Bicara Aksi Damai IDI, Dokter Beni Satria bicara soal RUU kesehatan disahkan nantinya, maka dalam undang-undang tersebut akan ada penghilangan anggaran 10 persen untuk tenaga kesehatan.

Sementara itu, menurutnya Kesembuhan pasien merupakan tanggung jawab bersama, bukan tanggung jawab dokter, sarana dan prasarana juga harus ada, pemeriksaan berupa alkes alias alat kesehatan dari laboratorium yang sesuai standar, dan dokter tidak mungkin mengobati, mendiagnosa suatu penyakit tanpa didukung alat-alat penunjang yang baik, seperti rontgen, USG kemudian laboratorium. (tribunjateng, 9/5/2023)

Selain itu, katadata,12/5/2023, Syahril menegaskan ada tiga usulan pasal baru yang melindungi dokter dan nakes dalam Daftar Inventaris Masalah RUU Kesehatan. Pertama, perlindungan dokter dari tindakan perundungan.Kedua, Perlindungan untuk dokter peserta didik atau dokter residen. Ketiga, perlindungan nakes dalam keadaan darurat.

Menurutnya, DPR justru memulai inisiatif untuk memperbaiki undang-undang yang ada. Sehingga pasal-pasal terkait perlindungan hukum sebelumnya menjadi lebih baik.

Guna mendukung upaya ini, maka, perbedaan cara pandang adalah keniscayaan ketika kepentingan masing-masing pihak menjadi asas dalam menentukan kebijakan. Dengan adanya bentuk protes, tenaga kesehatan, kebijakan terkait tenaga kesehatan, itu semua menunjukkan belum terwujudnya perlindungan tersebut secara nyata.

Sejatinya, penguasa dalam sistem kapitalisme belum berhasil melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa para tenaga medis serta masyarakat secara umum. Tentu saja, ini tidak terlepas dari cara pandang kapitalisme terhadap kesehatan yang dijadikan sebagai salah satu objek komersial atau kepentingan bisnis.

Maka, semakin nyata, keselamatan jiwa pasien serta tenaga medis tak menjadi prioritas utama. Sekalipun ada pelayanan yang diberikan kepada rakyat semata-mata hanya demi kemaslahatan para korporasi. Sebab, penguasa dalam sistem demokrasi kapitalisme, mereka bekerja untuk kepentingan penguasa yang sejatinya kepentingan mereka tak lain meraup keuntungan sebesar-besarnya dari bisnis kesehatan yang dilegalkan.

Oleh karenanya, mau bagaimana pun upaya yang dilakukan, jika paradigma kapitalisme yang digunakan dalam mengatur kesehatan tidak akan mampu menjamin perlindungan bagi tenaga kesehatan dan rakyat pada umumnya.

Bukan RUU kesehatan Omnibus Law yang dibutuhkan umat saat ini melainkan umat butuh sistem yang shahih yang berasal dari wahyu Allah azza wa jalla yaitu sistem politik Islam dalam meriayah segala hal permasalahan yang dihadapi umat manusia secara keseluruhan. Berlaku juga dalam mewujudkan sistem kesehatan yang manusiawi.

Sistem yang lahir dari rahim Islam adalah tata aturan yang sebelumnya pernah diterapkan selama kurun waktu lebih dari tiga belas abad lamanya.

Islam telah mampu menjadikan kesehatan sebagai satu perkara yang harus dipenuhi oleh negara. Maka itu, sejatinya Islam menjadikan kepentingan rakyat dan tenaga kesehatan sebagai pokok prioritas yang harus dilindungi. Sebab, dalam sebuah hadits riwayat an Nasa’i, at Tirmidzi dan al Baihaqi dikatakan, lenyapnya dunia itu lebih ringan di sisi-Nya daripada terbunuhnya seorang muslim.

Ini artinya perlindungan dan pemeliharaan syariat Islam atas nyawa manusia diwujudkan melalui berbagai hukum, diantaranya melalui pengharaman segala hal yang dapat membahayakan atau mengancam jiwa rakyat.

Kebijakan sistem Islam, sejatinya meniscayakan tersedianya fasilitas kesehatan, sarana prasarananya secara memadai. Dan pada dasarnya, semua fasilitas kesehatan akan dipenuhi negara dengan prinsip pelayanan bukan bisnis. Dengan begitu, diharapkan masyarakat dapat menikmati layanan kesehatan secara cuma-cuma alias gratis tanpa membedakan lagi mana golongan miskin atau miskin.

Syariat Islam juga melarang kapitalisasi layanan kesehatan dan segala turunannya termasuk juga dalam hal pendidikan dokter. Sebab, syariat Islam akan menjaga supaya SDM kesehatan memiliki profesionalitas yang tinggi dan punya kepribadian Islam.

Maka, pelayanan terbaiklah yang akan diberikan negara untuk keselamatan jiwa bagi rakyat yang menjadi tanggungannya. Sebab, negara yang bermindsetkan Islam, paham betul bahwa amanah terbesar ialah mewujudkan ketakwaan kepada Allah,yang nantinya akan dipertanggung jawabkan di yaumil akhir sekaligus wujud ketaatan kepada imam (khalifah) yang akan berbuah pahala.

Problem terkait dana untuk pelayanan kesehatan, maka, akan diambil dari kas Baitul Mal yang bersumber dari harta kepemilikan umum. Dari dana inilah, negara mampu memberikan fasilitas terbaik dalam jumlah yang memadai guna melindungi nakes. Alhasil, mereka akan mampu bekerja dengan sebaik-baiknya tanpa kekurangan sesuatu apapun.

Tak tanggung-tanggung, sistem pemerintahan Islam akan membangun rumah sakit dengan kualitas terbaik, mengatur jam kerja yang tidak menzalimi, menyediakan obat-obatan yang mutakhir serta memberikan hak mereka berupa gaji dan insentif yang sesuai dan tidak menzalimi.

Peradaban Islam telah mencatat, bahwa perlindungan tenaga kesehatan dan masyarakat dapat dilakukan oleh sistem shahih yang akan menerapkan syariat Islam secara keseluruhan, yakni Khil4f4h.

Wallahu’alam bishshawaab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *