Oleh : Dedah Kuslinah (Muslimah Ideologis Khatulistiwa)
Si daun ajaib, demikian orang banyak menyebutnya. Kratom (Mitragyna Speciosa) atau daun purik atau ketum. Tanaman yang diyakini masyarakat setempat secara turun temurun sebagai tanaman obat. Masyarakat, dan para pemilik kebijakan merekomendasikannya untuk menjadi komoditi pertanian andalan bumi Uncak Kapuas (kabupaten Kapuas Hulu) Kalimantan Barat. Dan, keuntungan berbisnis kratom bukan kaleng-kaleng. Tak ayal banyak petani karet dan sawit di daerah ini mulai beralih garapan. Sebagian besar penduduk Uncak Kapuas Menggantungkan hidupnya dari kratom terlebih saat pandemi Covid-19.
Kratom, bisnis seksi yang menggiurkan. Menyimpan asa yang menjanjikan. Dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mengantarkan generasi untuk mengecap pendidikan yang lebih tinggi.
Kratom Tanaman Herbal Kontroversial
Kratom menjadi kontroversi setelah adanya wacana pelarangan membudidayakannya dan mengekspornya. Karena kratom mengandung zat yang berbahaya.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jika efek dari daun kratom 10 kali lipat lebih berbahaya dibandingkan kokain dan ganja. Karenanya BNN mengusulkan kepada Kementerian Kesehatan agar menetapkan daun kratom sebagai narkotika golongan satu.(https://bangka.tribunnews.com/2019/07/27/daun- kratom-ternyata-lebih-berbahaya-dari-kokain-dan-ganja-bnn-usulkan-masuk-daftar-narkotika). BNN juga menyatakan, daun kratom (mitragyna speciosa) dilarang total digunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional mulai tahun 2022 mendatang (antaranews.com).
Namun, Gubernur Sutarmidji meminta BNN untuk menunda pelarangan kratom hingga 2023. Adapun, Peneliti Madya Balitbang Kalbar, Rudi Setyo Utomo, menyatakan bahwasannya peneliti ingin melihat fakta empirisnya kratom sebagai narkotika, terutama dari kearifan lokal di bumi Uncak Kapuas sebagai sumber utama penghasil produksi kratom.
Senada dengan itu, Wakil Bupati Kapuas Hulu Antonius L Ain Pamero mengatakan bahwa daun kratom memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat di Bumi Uncak Kapuas. Menurutnya, saat ini wilayahnya rata-rata menghasilkan 600 ton kratom setiap bulan untuk dijual ke luar negeri. Malah, petani karet pun sudah beralih ke tanaman kratom karena memang memiliki nilai jual dan menopang ekonomi masyarakat.
Menurut Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong, seyogianya ada kajian dari sisi farmasi karena tanaman daun kratom merupakan tanaman indemik. Berpotensi ke depannya bisa jadi produk farmasi luar biasa di Indonesia (17/11).
Untuk itu, Gubernur Sutarmidji berharap kratom bisa dijadikan bahan baku obat, serta warga bisa menanam kratom di kawasan non-hutan untuk menopang perekonomian jika sudah ada legalitas jelas mengenai pemanfaatan, budi daya dan perniagaannya.
Kratom, Asa di Uncak Kapuas dalam ketidakpastian
Ibarat pisau bermata dua. Satu sisi kratom lebih berbahaya dari kokain dan ganja. Di sisi lainnya menjanjikan materi. Tanaman kratom punya nilai ekonomis, dan menjadi urat nadi masyarakat di Bumi Uncak Kapuas.
Kratom tidak saja dibudidayakan masyarakat. Namun ada juga yang tumbuh secara liar di kawasan Hutan Lindung Betung Karihun. Bahkan Danau Sentarum yang sudah ditetapkan sebagai paru-paru dunia, mayoritas ditumbuhi pohon kratom. Jika kratom dilarang, tentunya kratom yang ada di kawasan ini dimusnahkan. Walhasil dampaknya akan luar biasa pada lingkungan hidup.
Juga berdampak pada ratusan ribu orang yang tercerabut dari pekerjaannya. Karena Saat ini ada sekitar 20 juta pohon kratom yang tumbuh di kabupaten Kapuas Hulu, dan 112 ribu orang yang bergantung pada produksi tumbuhan ini (pemred 26/11).
Mau tidak mau, masyarakat harus beralih lagi mata pencahariannya, atau malah jadi pengangguran. Angka keluarga miskin baru pun meningkat. Akan tetapi jika kratom masuk dalam kategori tanaman endemis dan dibudidayakan, maka kerusakan generasi mengancam.
Bisa dibayangkan ketika seluruh masyarakat kalbar bertanam kratom. Dimana tidak menutup kemungkinan generasi milenial mengkonsumsi daun ajaib yang dijadikan komiditi ini. Apalagi tidak ada UU yang dapat menjeratnya, akan semakin melenakan mereka. Dua arah gelombang narkoba akan menggulung para milenial dalam pusarannya. Ketersediaan kratom yang melimpah dari dalam dan gempuran masuknya narkoba dari luar. Apalagi ketika Pelabuhan Internasioal Kijing telah dioperasikan, disinyalir peredaran narkoba akan berputar di sekitar pelabuhan.
Ketidakpastian semakin mengawang dan mengabur. Walaupun Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian menyatakan ganja (cannabis sativa) sebagai salah satu tanaman obat binaan Dirjen Hortikultura, tak terkecuali kratom (mitragyna speciosa) masuk juga ke dalam daftar 66 tanaman obat binaan Dirjen Holtikultura.
Namun, Badan Narkotika Nasional (BNN) mempermasalahkan dua jenis tanaman tersebut. Menurut Karo Humas BNN Brigjen Polisi Sulistyo Pudjo, kratom memiliki efek yang lebih berbahaya dari heroin dan telah dilarang di sejumlah negara. Meskipun saat ini belum masuk dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, namun peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan kratom dalam berbagai produk makanan dan minuman. Di Indonesia sudah dilakukan kajian lama dan dalam proses kriminalisasi, (pengguna) akan dihukum di tahun 2024. (Tribunnews.com, 29/8/2020). Sedangkan untuk ganja yang masuk narkotika golongan I menurut UU Narkotika, tidak diperbolehkan untuk kepentingan pengobatan. Sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang 35 bahwa ganja hanya boleh digunakan untuk kepentingan penelitian.
Akar masalah polemik kratom adalah diterapkannya system sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan dan dianutnya sistem kapitalisme yang menghalalkan berbagai cara guna meraih keuntungan materi. Ketegasan tidak akan muncul selama cara pandangnya adalah materi. Adapun sistem Islam berlandaskan akidah Islam. Dimana akidah Islam memberikan alasan yang tepat bagi seseorang untuk melakukan sesuatu atau untuk meninggalkan sesuatu. Ketika alasannya akidah maka tidak akan tergoyahkan oleh kemanfaatan ataupun kemudharatan yang sifatnya materi.
Landasan akidah Islam mewajibkan Negara membina ketakwaan warganya. Ketakwaan yang terwujud itu akan mencegah seseorang terjerumus dalam kejahatan. Disamping itu alasan ekonomi untuk terlibat kejahatan tidak akan muncul. Sebab pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat (papan, pangan dan sandang) serta kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, layanan kesehatan dan keamanan) akan dijamin oleh Negara per-individu. Setiap orang juga memiliki kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan sekundernya sesuai kemampuan masing-masing. Dan syariah tidak bisa diterapkan tanpa khilafah. Wallah a’lam bi ash shawab