Oleh : Hj. Nur Fitriyah Asri (Pegiat Literasi Opini, Member AMK)
Dilansir oleh kompas.com, jumlah peserta Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Jember mencapai 1.533.413 orang. Namun, sebanyak 116.682 peserta berstatus nonaktif karena tak membayar iuran bulanan. Sementara untuk Kabupaten Lumajang, ada 28.032 peserta yang non aktif. Semua akan mendapat kelonggaran pembayaran. Salah satu penyebab warga tak bisa membayar tunggakan karena terdampak pandemi Covid-19.
Hal itu seiring dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan.
Salah satu substansi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tersebut adalah mengaktifkan kembali kepesertaan karena terdampak Covid-19, yakni dengan melunasi iuran selama paling banyak enam bulan.
Berdasarkan Perpres 64 Tahun 2020, jumlah iuran untuk kelas I sebesar Rp 150.000. kelas II Rp 100.000. sedangkan kelas III Rp 42.000. (kompas.com, 18/6/2020)
Komentar Politik:
BPJS sejak awal sudah bermasalah. Badan asuransi mempunyai prinsip tidak mau rugi. Memungut dan memaksa rakyat untuk membayar iuran tiap bulan dengan premi yang tinggi, jelas ini sangat membebani. Terkesan melakukan pemaksaan karena mendapat payung undang-undang. Bahkan jika menunggak ada denda dan sanksinya.
Adapun para pengelolanya bergelimang gaji yang sangat tinggi. Dana rakyat dibuat bancakan, wajar jika akhirnya terjadi devisit. Padahal banyak rumah sakit yang belum dibayar. Peserta jaminan BPJS pun tidak mendapatkan pelayanan yang layak.
Ironisnya, kerugian ini ditanggung negara. Inilah yang menjadi alasannya mengapa iuran BPJS dinaikan lagi. Mahkamah Agung menilai bahwa devisit anggaran BPJS karena kesalahan dan kecurangan, jadi tidak layak dibebankan pada masyarakat. Apalagi di masa pandemi Covid-19 akan menambah beban masyarakat. Namun, presiden tetap menaikkan iuran BPJS dengan mengabaikan putusan MA. Artinya Presiden melanggar konsitusi dan tidak punya naluri kemanusiaan. Padahal dalam situasi dan kondisi sulit, wajar jika peserta menunggak pembayaran. Sebab untuk memenuhi kebutuhan perut saja sulit, tetapi masih juga dipalak membayar iuran BPJS. Ditambah tagihan listrik yang melangit dan biaya hidup lainnya. Slogan untuk membela wong cilik ternyata sebaliknya, justru mencekik wong cilik.
Semua itu akibat dari sistem kapitalis liberalisme yang diterapkan di negeri ini. Negara melepas tanggung jawabnya. Perannya hanya sebagai regulator dan fasilitator. Rakyat yang selalu dikorbankan, karena hanya menjadi obyek kebijakan dan eksploitasi atas nama peraturan.
Berbeda jauh dengan negara yang menerapkan sistem Islam. Dalam Islam, syariat mewajibkan negara mengemban amanah dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Sebab, kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. Islam mempunyai aturan yang sempurna. Di dalamnya terdapat bagaimana cara mengelola ekonomi dan menyejahterakan rakyatnya. Dan telah terbukti Islam berhasil membangun peradabannya selama lebih dari 13 abad. Saatnya beralih ke aturan Islam yang bersumber dari wahyu Allah Swt. Aturan yang niscaya akan menyejahterakan.
Wallahu a’lam bishshawab.