Boikot Total Terhadap Penghina Nabi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Rosi Kuriyah
(Muslimah Peduli Umat)

Sekarang ini, banyak aksi mengenai pemboikotan produk asal negara Perancis. Seperti dilansir pada hari Sabtu, 31 Oktober 2020 oleh
Kompas.com – Majelis Ulama Indonesia ( MUI) mengeluarkan imbauan kepada umat Islam Indonesia untuk memboikot segala produk asal negara Perancis.

Selain aksi boikot, MUI juga meminta Presiden Perancis Emmanuel Macron mencabut ucapannya dan meminta maaf kepada umat Islam sedunia.

Sebelumnya, Presiden Macron beberapa waktu lalu mengomentari pembunuhan terhadap seorang guru di luar Kota Paris yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad pada murid-muridnya di kelas.

Menurut Macron aksi pembunuhan ini merupakan serangan terhadap kebebasan berbicara sehingga pihaknya menyebut akan melawan “separatisme Islam” yang ada.

Seruan boikot MUI dilayangkan melalui surat pernyataan Nomor: Kep-1823/DP-MUI/X/2020 tertanggal 30 Oktober 2020.

MUI menyatakan sikap dan mengimbau kepada umat Islam Indonesia dan dunia untuk memboikot semua produk yang berasal dari negara Perancis, bunyi salah satu pernyataan dalam surat yang ditandatangani Wakil Ketua Umum MUI, Muhyiddin Junaidi dan Sekjen MUI Anwar Abbas itu.

Pemboikotan ini sebagaimana yang telah diserukan oleh sejumlah negara lain, seperti Turki, Qatar Kuwait, Pakistan, dan Bangladesh.

Boikot ini dilakukan setidaknya hingga Macron mencabut perkataannya dan meminta maaf pada umat Islam dunia yang disebut berjumlah 1,9 milyar jiwa di seluruh dunia.

MUI juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk menekan dan mengeluarkan peringatan keras kepada Perancis dengan cara menarik sementara Duta Besar Republik Indonesia yang ada di Paris.

Tampak sejumlah negara berpenduduk muslim memboikot produk Perancis. Hal itu menandakan masih adanya ‘nyawa’ bagi umat Islam menghadapi Barat dengan segala bentuk kebenciannya pada Islam.

Namun, apakah hanya dengan pemboikotan produk dari Perancis dan pengecaman terhadap negara Perancis dapat menghentikan penghinaan terhadap Nabi Muhammad saw. juga terhadap umat Islam? Tentu saja hal ini akan terus berulang, jika akar permasalahannya tidak diakhiri dengan tuntas.

Oleh karena itu, harus diiringi dengan boikot terhadap sekularisme-liberalisme yang menjamin kebebasan berpendapat hingga bebas menghujat ajaran Islam serta Nabi Muhammad. Boikot demokrasi dan kapitalisme, sebagai biang kerok atas setiap tindakan penghinaan serta pelecehan terhadap Islam dan umat Islam. Karena sistem Sekuler-Demokrasi ialah sumber peradaban Barat yang menghasilkan kerusakan bagi manusia.

Sejumlah riwayat menceritakan dengan tegas dan jelas tentang sikap para sahabat sekaligus khalifah terhadap penghina Nabi saw., antara lain, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. memerintahkan untuk membunuh penghina Rasulullah saw., sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud rahimahullah dalam susunannya hadis ke 4.363. Dan kisah ini juga diriwayatkan oleh An-Nasai, Al-Hakim, Ahmad, Al-Baihaqi, Al-Humaidi dan Abu Ya’la rahimahumullah.

Lalu, Khalifah Umar bin Kaththab ra. yang terkenal sebagai sahabat Nabi saw. tegas juga pemberani. Sebagai khalifah yang adil beliau pernah mengatakan, “Barangiapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi, maka bunuhlah ia!” Atsar ini diriwayatkan oleh Al-Karmani rahimahullah yang bersumber dari Mujahid rahimaihullah.

Inilah sikap para penguasa Islam dalam khilafah membungkam negara bebal penghina Nabi. Tentu tak ada satu pun yang berkutik di hadapan khalifah dan kekuatan khilafah. Berbeda kondisinya di.saat tidak ada khilafah, para penguasa muslim hanya mampu berikan kecaman dan boikot barang-barangnya. Maka sudah seharusnya mengembalikan kemuliaan Islam dengan menegakkan khilafah.

Dalam khilafah, keberadaan multikultur dalam masyarakat Islam terjaga dengan harmonis. Hal ini karena Allah Swt. berfirman, “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…” (QS. al-Baqarah [2] : 256)

Itulah yang menjadikan nonmuslim aman hidup dalam Daulah Islam. Meskipun demikian, kepada mereka tetap disampaikan dakwah Islam lewat penerapan syariat Islam dalam negara sehingga mereka merasakan keagungan Islam.

Khilafah menerapkan aturan bahwa warga negara Daulah Islam yang nonmuslim disebut dzimmi, yang berarti, “mendapat perlindungan dan keamanan”. Negara harus menjaga dan melindungi keyakinan, kehormatan, akal, kehidupan, dan harta benda mereka. Sebagai warga negara Daulah, mereka berhak memperoleh perlakuan yang sama.

Kedudukan ahlu dzimmah diterangkan Rasulullah saw.,

“Barang siapa membunuh seorang mu’ahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang hak, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali pun.” (HR. Ahmad)

Khilafah berhasil menjaga kerukunan antar umat manusia tetap berada dalam batasan syariat. Memanusiakan manusia, tercipta keharmonisan hidup berdampingan antar pemeluk agama. Segala bentuk kebencian dan perlakuan keji minim terjadi, karena khalifah menegakkan keadilan dan menjamin keamanan. Masyaallah.

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *