Boikot Produk? Boikot Saja Pemikiran dan Orang-orangnya

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ariefdhianty Vibie (Muslimah Cinta Islam)

Beberapa hari yang lalu, warganet dikejutkan dengan peluncuran logo baru perusahaan multinasional Unilever Global yang berwarna pelangi. Dalam akun instagramnya, Unilever Global menyerukan dukungannya kepada kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Questioning, dan Intersex (LGBTQI). Bukan hanya Unilever, perusahaan raksasa lainnya sudah memiliki posisi terhadap dukungan mereka pada kaum Sodom itu, seperti Facebook, Instagram, Google, Apple, Starbucks, Microsoft, dll (tagar.id, 30/07). Tentu saja, hal ini mengundang reaksi dari sejumlah warganet Indonesia. Kelompok pelangi masih menjadi kelompok yang kontroversial, terutama karena penduduk Indonesia mayoritasnya adalah Muslim, dimana kelompok itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam dan merusak tatanan keluarga ideal.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya mengeluarkan pernyataan karena resah terhadap seruan yang dilancarkan oleh Unilever. Keberadaan kaum pelangi yang jumlahnya diperkirakan semakin banyak akan semakin meresahkan masyarakat. Pihak MUI, melalui Ketua Komisi Ekonominya, Azrul Tanjung, menyerukan masyarakat untuk bersama-sama memboikot produk keluaran Unilever dan beralih keproduk dari perusahaan lain, sehingga akan membuat kerugian besar pada perusahaan asal Belanda itu (republika.co.id, 29/07).

Namun pertanyaannya, apakah cukup dengan memboikot produk para pendukung kaum pelangi itu?

Boikot produk memang bisa memberikan dampak kerugian bagi perusahaan multinasional yang memiliki banyak produk harian bagi masyarakat. Hanya saja jika berkaitan dengan keberadaan kelompok LGBTQI, maka boikot produk tidak akan terlalu memberikan efek signifikan terhadap mereka. Eksistensi mereka akan tetap ada selama ada yang mengemban dan menggencarkan idenya. Jadi boikot produk sangat tidak berpengaruh terhadap keberadaan kaum LGBTQI.

Maka yang harus dilakukan adalah menyerang pemikiran yang rusak itu dengan pemikiran Islam. LGBTQI adalah pemikiran dan sikap yang menyimpang, merusak tatanan kehidupan, dan merusak moral. Memahamkan kepada masyarakat serta meluruskan kembali pemahaman serta akidah mereka yang telah terjerumus kedalamnya adalah lebih baik dan lebih nyata. Oleh karena itu, dakwah Islam harus senantiasa disampaikan kepada masyarakat. Bahwa mereka para penganut LGBT bisa kembali menjadi lurus dengan menerapkan akidah Islam di benak-benak mereka.

Selain itu, dakwah Islam ini pun haruslah menyentuh akar permasalahannya. LGBT lahir dari rahim demokrasi yang menegakkan pilar kebebasan dan hak asasi manusia di dalamnya. Label hak asasi manusia dan kebebasan hanyalah label palsu demi menghipnotis manusia untuk mendukung keberadaan mereka yang semakin meresahkan generasi.

Oleh karena itu, keberadaan kaum pelangi dan para pendukungnya tidak cukup dengan hanya dilakukannya pemboikotan produksaja, melainkan juga memboikot serta menghancurkan ide-ide serta akar pemikirannya. Hanya Islam yang mampu mengembalikan tatanan kehidupan manusia sesuai dengan fitrahnya, jika saja Islam diterapkan secara total dalam sebuah insititusi seperti yang diwariskan oleh Rasulullah SAW.,yaitu Khilafah Islam.

Wallaahu’alam bish-shawwab…

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *