Berhijab Syar’i Tanda Taat Ilahi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Muthmainnah Kurdi (Pemerhati masalah global)

” Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS Al Ahzab : 59).

Keindahan ajaran Islam itu paripurna, syumuliyah, komprehensif, mengatur setiap jengkal kehidupan, termasuk dalam berpakaian.
Termaktub jelas, isyarat Allah dalam kandungan surat Al Ahzab ayat 59 di atas, yakni perintah menutup aurat, dari ujung kaki hingga seluruh kepala.

Jilbab adalah sebutan kerudung yang sudah menjadi keumuman masyarakat Indonesia. Merujuk pada dalil, dapat dibedakan 3 kategori pakaian muslimah yang syar’i.

Pertama, jilbab. Jilbab adalah sebagaimana yang terdapat pada dalil, ” … Hendaklah mengulurkan pakaian ke seluruh tubuh mereka..”, ( TQS. Al-Ahzab: 59).
So, pengertian jilbab adalah, pakaian yang menjulur dari atas hingga kaki, longgar, tebal, tidak sempit membentuk lekuk tubuh.

Kedua, kerudung atau khimar, adalah, ” .. Dan ulurkanlah kain kudung itu hingga dadamu..” ( TQS An-Nur: 31). Kerudung tidak boleh tipis dan harus menutup dada.

Ketiga, sahabat cantik dan shalihah, kaki juga aurat yang kudu ditutupin lho, dalil yang mempertegas nya adalah, ” .. Aurat wanita adalah seluruh tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan “( HR. Abu Daud: 4140).

Menurut Imam Syafi’i, ulama panutan muslim Indonesia dalam Fiqih, Batasan aurat wanita sebagai mana dalil di atas, berlaku sama saat shalat dan di luar shalat. Bahkan menurut beliau dalam kitab Al-Um, jika yang memandang adalah laki-laki ajnabi (baca bukan mahram), maka aurat wanita adalah seluruh tubuh tak terkecuali wajah, artinya harus bercadar.

Penjelasan di atas mempertegas, wajib bagi wanita balig (muslimah) menghijabi seluruh tubuh mereka.Tidak ada satupun ulama salaf atau bahkan ulama kontemporer yang menyelisihi kewajiban itu. Namun kemudian polemik muncul dari ucapan ibu Sinta Nuriyah, istri presiden RI ke 4, bapak Abdurrahman Wahid atau yang sering disapa Gus Dur, terkait kewajiban muslimah berjilbab, beliau mengatakan bahwa, muslimah tidak wajib berjilbab, dalam pengertian “tidak wajib berkerudung”. ( Tempo.co). Dalam pemahaman beliau, jilbab itu wajib secara kontekstual saja.

Sebuah kesalahan besar dan fatal, juga menyesatkan, karena berani mengubah hukumNya. Mengapa bisa begitu berani membuat narasi itu ..?
Dalam sistem Demokrasi kapitalis dengan ide sekulerisasi, kebebasan individu dalam segi apapun sah-sah saja, bahkan ada lembaga penjaminnya, yaitu Hak Azasi Manusia ( HAM).

Tolok ukur dalam sistem ini adalah memisahkan aturan agama dalam detail kehidupan. Maka wajar, muncul narasi yang tidak ahsan itu. Namun begitu, hendaknya muslimah cerdas bersikap. Tidak usah terpengaruh dan menjadikan peristiwa tersebut sebagai ujian keimanan dalam berhijab syar’i. Jangan pula mengurungkan niat untuk berhijab syar’i Buat temen-temen muslimah yang baru hijrah. Karena pedoman kita itu Al-Qur’an dan Hadits, bukan manusia.

Lihat apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i Rahimahullah ” .. Jika ucapanku berbeda dengan hadits, maka buanglah sejauh-jauhnya, ambillah hadits..”. Lha ibu itu siapa coba..? pantaskah ucapan yang jelas-jelas melabrak tatanan hukum diteladani..? Tentu tidak.

Sahabatku yang cantik nan shalihah, ketahuilah bahwa ketika kita menanggalkan pakaian syar’i perintah Illahi, pada saat yang sama kita sedang membuat DIA murka, karena dosa yang paling dibenci-Nya adalah saat kita tidak menutup aurat.

Naluri wanita memang selalu ingin tampil paling cantik, menarik, ingin paling diperhatikan, apalagi kalo sudah mau bepergian.. bisa lebih lama berkutat didepan cermin dibanding lamanya berada di tempat acara, demi mendapatkan perhatian semua orang.

Islam datang mengatur naluri itu, memuliakan wanita dengan perintah menghijabi seluruh tubuhnya, menghiasi dirinya dengan pakaian taqwa, agar dengannya mudah dikenali jati diri, juga terhindari dari keburukan perangai lelaki. Sejak balig datang diusianya, wanita memulakan taati, berhijab syar’i sebagai wujud cinta Illahi.

Tiada guna pujian dan sanjungan duniawi,
Jika di akhirat jadi bahan bakar neraka dan siksa pedih tak terperi. Na’uzubillah..
Wallahu A’lam.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *