Berdalih Penyederhanaan Kurikulum Kian Mereduksi Ajaran Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Watini Alfadiyah, S.Pd. (Praktisi Pendidikan)

Dalam dunia pendidikan, kurikulum memegang peran penting demi tercapainya kesuksesan belajar. Hingga saat ini kurikulum sering mengalami perubahan.

Kini saat diberlakukannya K-13 revisi tersandung pandemi, dunia pendidikanpun dihebohkan dengan penyederhanaan kurikulum pendidikan. Dan akhirnya,
beredar dokumen tentang penyederhanaan Kurikulum 2013 (K-13) yang dibahas dalam FGD struktur kurikulum SD.

Dokumen ini jadi bahan diskusi hangat di kalangan guru.
Pasalnya, dalam dokumen itu ada rencana melebur mata pelajaran agama dengan PKN (Pendidikan Kewarganegaraan).

“Kalau PKN dan Agama dilebur, ini bisa jadi masalah, bisa juga tidak. Yang jadi pertanyaan, apakah Pancasila, Kewarganegaraan, dan Agama itu suatu kesatuan?,” kata Pengamat dan Praktisi Pendidikan 4.0 Indra Charismiadji. (Rabu, 17/06/2020/JPNN.com).

Dilain sisi, Pemerintah memutuskan untuk menunda RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) . Namun tampaknya, agenda dalam RUU ini mulai digulirkan, salah satunya di bidang pendidikan. Kemendikbud berencana melebur Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Dalam pasal 20 RUU HIP, agama, rohani, dan kebudayaan serta pendidikan menjadi bagian dari Pembangunan Nasional. Lebih lanjut dalam pasal 23 RUU tersebut,
“Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintahan Daerah melakukan pengarusutamaan kebudayaan melalui pendidikan untuk mencapai tujuan pemajuan kebudayaan,”

Maka tidak heran jika wacama peleburan PAI dengan PKn akan menjadi Pendidikan Agama, Kepercayaan, dan Nilai-nilai Pancasila. Terlebih, wacana ini pun muncul di saat publik tengah heboh dengan polemik RUU HIP.

Kabar ini membuat Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI) merasa resah. Mereka pun segera melakukan meminta klarifikasi Kemendikbud. AGPAI menilai wacana tersebut berbahaya.

“Kami meminta penjelasan atau tabayun kepada Kemdikbud terkait beredarnya power point yang ditulis rahasia terkait penyederhanaan PAI dan PKN,” kata Ketua Umum DPP AGPAII Mahnan Marbawi (18/06/2020/Islam today.ID).

Menanggapi rencana tersebut, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas menyatakan tidak setuju penyatuan pendidikan agama dengan PKN dan Kepercayaan itu. “Saya Tidak setuju 1000x. Apa alasannya untuk menyatukan mata pelajaran tersebut,” kata Anwar Abbas saat diminta tanggapanya, Kamis (18/6). Kalau memang benar hal itu direncanakan, Anwar Abbas menilai telah terjadi upaya pendangkalan agama dan sekulerisasi. “Saya ulangi sekali lagi kalau memang ada maka berarti pendangkalan agama dan sekulerirasi itu benar- benar mereka lakukan secara nyata dan sistimatis. Jika mereka berani melakukannya silahkan saja. Sama- sama kita lihat,” kata Anwar Abbas yang juga Sekjen Majelis Ulama Indonesia ( MUI) tersebut.

Hal senada ditegaskan Pimpinan Lembaga Pendidikan Maarif PBNU KH Arifin Junaedi yang juga tegas menolak peleburan mapel pendidikan agama dengan PKN dan Kepercayaan itu.”Kami sudah membicarakannya dan akan segera menyikapinya. Namun masih internal tetapi intinya kami menolak,” tandas Arifin Junaidi. Hemat dia materi pendidikan agama yang ada sebenarnya masih kurang, “Lah kok sekarang malah mau dikurangi dengan rencana peleburan tersebut,” tegasnya. (Kamis, 18/06/2020/MediaIndonesia.com)

Adanya wacana peleburan pendidikan agama (PAI) dengan pendidikan kewarganegaraan (PKN) kini menimbulkan polemik dikalangan ulama dan praktisi pendidikan. Lantas akankah Kemendikbud tetap melangkah untuk melakukan peleburan. Sementara pendidikan agama keberadaannya sebagai pondasi pembentuk kepribadian generasi. Dengan minimnya jumlah jam tatap muka mata pelajaran agama saat ini kita sudah bisa melihat output pendidikan yang ada, apalagi dengan dilebur lantas apa jadinya.

Islam adalah agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan. Mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt, dengan dirinya, dan dengan sesama manusia lainnya. Di dalamnya tidak hanya menyuguhkan praktik ibadah dan tata cara mendekatkan diri kepada sang pencipta. Lebih dari itu, di dalamnya membentuk akhlakul karimah dan menyimpan nilai sosial yang mengatur pergaulan seorang hamba dengan hamba yang lainnya, nilai-nilai toleransi, yang dengannya setiap peribadi/golongan/bangsa saling menghormati dan menghargai satu sama lain pun tersedia di dalamnya.

Islam yang dibawakan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah satu ajaran yang agung dan tidak akan ada satu ajaran pun yang melampaui keagungan dan ketinggiannya. Hal ini senada dengan apa yang disabdakan di dalam haditsnya :

الإسلام يعلو ولا يعلى عليه

Artinya: ”sesungguhnya Islam itu mulia/tinggi tidak ada agama yang lebih tinggi daripadanya”. (HR. Bukhari).

Dengan demikian, islam sebagai suatu ajaran sudah tidak diragukan lagi menyimpan regulasi dan nilai-nilai yang agung yang bisa berinteraksi secara luas serta memberi manfaat untuk seluruh alam sebagaimana misi yang tersemat padanya yaitu ” rahmatan Lil’alamin”.

Dengan demikian, kenapa keberadaan Islam selalu diawasi untuk diotak-atik dan berupaya direduksi. Justru sepantasnya bukan ajaran Islam yang dilebur kemata pelajaran kewarganegaraan, tetapi semua mata pelajaran yang seharusnya mengacu kepada Islam. Wallahu’alam bi-ashowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *