Benarkah Ada Pengkhianat dan di Khianati dalam Demokrasi?
Oleh Yanti ummu Haziq
Kontributor Suara Inqilabi
Tahun ini menuju tahun 2024 rasanya semakin panas semangat politik di negri kita ini (Indonesia), tentu saja karena tahun depan (2024) akan di adakannya Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Negara Republik Indonesia. Beberapa hari lalu ramai di beritakan tentang partai yang merasa di khianati dan penghianat. Di kutip di KOMPAS.TV ( Sabtu, 2 September 2023) adanya Deklarasi bakal Capres (Calon Presiden) Anies Baswedan tentang siapa orang yang akan mendampingi beliau menjadi Cawapres (Calon Wakil Presiden).
Dalam pendeklarasian tersebut Anies Baswedan memilih Ketua Umum PKB yakni Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjadi bakal Cawapresnya Untuk Pilpres 2024. Dalam deklarasinya tersebut Anies sempat menyinggung langkah-langkah Politik yang di ambil Cak Imin. Sungguh mengejutkan ketika di perkirakan atau sudah di gembar-gemborkan bahwa Anies akan menggandeng seseorang dari Partai Demokrat.Orang tersebut merupakan Ketua Umum Partai Demokrat yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Jika di lihat oleh mata masyarakat umum bahwa Partai Nasdem dan Partai Demokrat memang sedang berkoalisi dan sepertinya Koalisi mereka sangat erat terjalin, maka hal itu membuat Partai Demokrat mempunyai harapan sang Ketua umum nya menjadi bakal wakil presiden mendampingi Anies Baswedan menjadi bakal calon Presiden. Akan tetapi tanpa di sangka-sangka seorang Anies Baswedan memilih seorang Ketua umum partai PKB yaitu Cak Imin agar bisa mendampinginya menjadi calon wakil Presiden menuju Pemilihan Umum tahun 2024. Tentu saja hal ini membuat kecewa Keta umum Partai Demokrat beserta jajarannya.
Dunia Politik sekarang ini memang penuh hipokrisi. Menjadi penghianat dan yang di khianati terlihat hal yang wajar. Orang-orang yang terjun ke dunia politik harus siap menerima konsekuensinya. Jika memilih berkhianat harus siap dengan pendapat jelek orang. Dan jika di khianati harus siap dengan rasa kecewa dan sakit hati.
Terlihat faktanya bahwa sistem sekarang ini adanya pengambil alihan kedaulatan rakyat oleh partai politik, rentannya kekuasaan yang di dalamnya terdapat tawar menawar kepentingan atau Politik transaksional. Praktik politik yang sedang berlaku saat ini masih di yakini oleh masyarakat sebagai sistem politik yang terbaik. Karena, menggambarkan posisi rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi yang berhak menetapkan undang-undang melalui konsep perwakilan, sekaligus memilih pemimpin untuk menerapkan UU melalui konsep kontrak sosial.
Akan tetapi, di lihat dari praktiknya sendiri, kedaulatan rakyat yang tertinggi dalam demokrasi tidak terbukti, baik itu dalam menentukan peserta parpol dalam pemilu atau ke pemilihan presiden dan wakil presiden, justru kedaulatan rakyat telah di kuasai oleh kekuatan partai politik. Sedangkan kekuatan partai politik sendiri telah di kuasai oleh kepentingan kalangan elite yang berkolaborasi dengan Kepentingan pemilik modal yang menjadi sponsor.
Sistem politik Demokrasi pun sistem politik yang membutuhkan biaya tinggi, maka setiap orang yang mencalonkan diri untuk menjadi wakil rakyat atau sebagai capres dan cawapres harus menyiapkan biaya yang tidak sedikit, di sinilah terbuka celah adanya praktik sponsor politik yakni para pemegang modal, dan dapat menimbulkan korupsi kebijakan politik.
Pantas saja ada istilah bahwa Demokrasi bukan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Akan tetapi Demokrasi lebih pantas di sebut dengan Pemerintahan dari kapitalis, oleh kapitalis dan untuk kapitalis. Terbukti kebijakan kapitalis ini lebih mengutamakan kepentingan para kapitalis, baik itu asing atau lokal. Dibandingkan dengan kepentingan rakyat yang mayoritas. Demokrasi lahir dari sistem sekularisme yang meniadakan Tuhan dalam kehidupan, termasuk dalam berpolitik. Demokrasi tidak mengenal halal dan haram, bahkan cenderung menghalalkan segala cara untuk memenangkan persaingan.
Sayangnya racun Demokrasi sudah membius mayoritas umat muslim. Bahkan sebagian umat muslim meyakini Demokrasi adalah sistem politik yang Islami. Meskipun mereka sudah di beri pengalaman beberapa kali bahwa Demokrasi adalah sistem tipu-tipu. Orang-orang yang haus kekuasaan menggunakan suara rakyat hanya untuk memenangkan kontestasi. Setelah mereka berkuasa, janji-janji manis mereka ingkari. Mereka tidak peduli dengan nasib rakyatnya, malah mereka menjajah rakyatnya sendiri dengan menjadikan rakyat nya sebagai babu di negri sendiri.
Di dalam Islam berpolitik haruslah melibatkan Zat sang Maha pencipta yakni Allah SWT. Tentu Islam menolak adanya sistem sekularisme, karena berpolitik wajib di bingkai oleh aturan-aturan syariat yang harus di tegakan oleh semua pihak, baik itu penguasa maupun rakyat. Politik di dalam Islam yakni bagaimana penguasa mengatur kebutuhan umat, baik di dalam maupun luar negri, dengan di terapkannya aturan Allah. Kebutuhan umat yang di penuhi bukan sebatas dimensi duniawi saja, melainkan dimensi ukhrawi juga.
Islam menjadikan kekuasaan sebagai sarana bukan tujuan. Kekuasaan tersebut di gunakan untuk menegakan hukum-hukum yang berasal dari Allah. Maka seorang pemimpin dalam Islam mempunyai konsekuensi wajib menerapkan hukum Allah dan dia mempertanggungjawabkan kepemimpinannya tersebut langsung kepada Allah SWT.
Syarat kepemimpinan Islam pun sudah jelas seperti misalnya harus seorang muslim, Laki-laki, baligh, berakal, adil, meredeka dan tentu harus bisa menerapkan sistem Islam dengan baik. Sistem Islam pun mengatur seluruh aspek kehidupan dengan jelas dan komprehensif, mulai dari sistem politik, ekonomi, pergaulan, hukum, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.
Inilah rahasia kehebatan sistem kepemimpinan politik Islam yang berusaha di kaburkan oleh para penganut sistem Demokrasi Sekuler dan di benci para pelaku penjajahan. Sistem Islam ini pernah tegak selama belasan abad dan terbukti telah melahirkan peradaban yang penuh dengan kemuliaan dan keadilan. Penguasa dan rakyat saling menguatkan di dasarkan dengan landasan takwa dan ketaatan.
Muhasabah dan amar ma’ruf pun menjadi tradisional yang kental dalam masyarakat Islam. Wajar jika profil kehidupan yang di munculkan adalah kehidupan yang penuh dengan keadilan dan keberkahan.
Wallahu a’lam bisshawab