Belajar Daring, Bikin Boring?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Rianny Puspitasari (Ibu Rumah Tangga dan Pendidik)

Sejak kemunculannya akhir tahun lalu, virus Covid-19 masih membuat dunia berguncang. Bagaimana tidak, hampir semua lini kehidupan terkena dampak akibat virus bermahkota ini. Tidak terkecuali dunia pendidikan. Terhitung sejak bulan Maret 2020, aktivitas belajar-mengajar tidak lagi dilakukan secara tatap muka, namun beralih pada pembelajaran daring.

Istilah untuk aktivitas ini pun beragam, Belajar Dari Rumah (BDR), Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), e-Learning, dan lain-lain. 5 bulan sudah pembelajaran daring ini diberlakukan, banyak hal terjadi, salah satunya kebosanan siswa yang tentu akan berpengaruh pada proses maupun hasil belajar. Seperti yang dinyatakan oleh Selli Juliana Putri (16), siswi kelas XI IPS SMA 1 Soreang, “Ingin cepet bisa ngumpul bareng lagi sama temen, kalau belajar daring suka susah. Seperti kalau absen bisa ada kendala di handphone atau sinyalnya, atau kuotanya. Kalau langsung kan enak absensi juga langsung,” katanya. (tribuncirebon.com, 13/07)

Bukan hanya dirasakan siswa, orang tua pun merasakan bahwa pembelajaran daring ini kurang optimal, sehingga wali siswa di IAIS Kabupaten Soreang meminta kepada pihak sekolah untuk memberlakukan kembali pembelajaran luring. Oleh karena itu, madrasah-madrasah IAIS Soreang, Kabupaten Bandung pun berencana menerapkan kegiatan belajar tatap muka secara bergilir. (pikiranrakyat.com, 15/07)
Harus diakui bahwa sistem pendidikan Indonesia memang tidak siap ketika pembelajaran daring dilaksanakan.

Banyak pengajar yang mengalami gagap dalam mengajar karena secara tiba-tiba dituntut untuk beralih dari luring ke daring tanpa persiapan. Begitu pun yang dialami siswa, mereka ‘dipaksa’ menerima pembelajaran yang premature, maka tidak heran jika kemudan banyak keluhan yang muncul dari pembelajaran online ini. Jenuh, bosan, merasa berat karena tugas yang menumpuk lebih dari pembelajaran luring, masalah sinyal dan jaringan, kuota yang terbatas dan sebagainya. Dari sini orang tua pun menilai bahwa pembelajaran sebaiknya dilakukan di sekolah agar bisa lebih maksimal. Meski demikian tentu banyak yang harus dipersiapkan, selain pertimbangan zona hijau dan siap menerapkan protokol kesehatan, juga harus mengantongi izin dari gugus tugas covid di wilayah setempat.

Memang dilematis, kondisi saat ini begitu membingungkan masyarakat. Di tengah-tengah kurva yang masih meningkat pertambahan kasus positif setiap harinya, kebijakan new normal ditetapkan pemerintah. Seandainya dari awal pemerintah kita tidak menyepelekan dan sigap dalam penanganan, maka bisa jadi tidak akan berlarut-larut bahkan melebar ke seantero wilayah Indonesia. Andai pemerintah langsung melakukan lockdown sebagaimana dulu pemerintahan Islam sigap karena mengikuti sabda nabi, juga tidak membuka kran pariwisata dan pekerja asing dari negara sumber wabah, maka kondisi saat ini bisa cepat berlalu.

Pemimpin dalam Islam tidak boleh abai. Semua kebutuhan dasar masyarakat harus dijamin oleh negara, termasuk juga kebutuhan pada aspek pendidikan. Pemimpin dalam sistem Islam akan semaksimal mungkin memenuhi kewajiban penyelenggaraan pendidikan di masa pandemi dengan menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan bagi para guru maupun siswa. Negara tidak akan membiarkan para guru kesulitan melaksanakan pembelajaran secara daring.

Dengan sigap negara akan menyiapkan kematangan para guru dalam menyelenggarakan aktivitas mendidik siswanya. Mulai dari menyiapkan materi pembelajaran yang tepat di saat pandemi, mengadakan semua fasilitas yang dibutuhkan secara optimal, tak lupa memberi penghargaan yang maksimal bagi para guru atas kerja kerasnya. Dengan demikian, para siswa pun tetap fokus belajar dari rumah, bahkan semakin meningkat keimanan dan keterikatannya kepada hukum syariat dalam menjalani masa pandemi, selain tetap fokus pada bidang pelajaran lainnya. Aktivitas belajar mengajar di masa pandemi bisa dijalani dengan penuh kenyamanan karena keoptimalan fasilitas yang disiapkan negara dan landasan keimanan yang ditanamkan para guru.

Namun, semua ini hanya akan tercipta dalam iklim penerapan syariat Islam secara menyeluruh oleh sebuah institusi. Sebuah institusi negara yang dikenal sebagai Khilafah Islam. Negara yang akan menjadikan solusi Islam dalam menyelesaikan wabah sesuai tuntunan Rasul. Jika pemimpin negeri ini masih tetap memilih kapitalisme sebagai solusi penanganan wabah, maka jangan harap rakyat bisa lepas dari kebingungan dan buah simalakama yang menjeratnya.

Wallahu a’lam bishshowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *