Beda Level Keimanan Kaum Ibu, Beda Generasi yang Dihasilkan
Oleh: Ummu Haritsah
(Pengamat Publik)
Siapa yang tak kenal ulama besar sahabat Rasulullah yang termaksud 7 sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist. Ialah Anas bin Malik, ia juga melahirkan ulama-ulama besar seperti Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, Asy-Sya’bi, Abu Qilabah, Makhul, Umar bin Abdul Aziz, Tsabit Al-Bunani, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Qatadah As-Sadusi, dan lain-lain. Tak hanya ilmu jariah, Anas bin malik adalah orang kaya di madinah.
Dibalik kesuksesan seorang Anas bin Malik ada seorang ibu bernama Ummu Sulaim. Saat Rasulullah saw berkunjung ke rumahnya. Ummu sulaim berkata kepada Rasulullah SAW “Wahai Rasulullah, aku memiliki hadiah khusus bagimu.’ ‘Apa itu?’ tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Orang yang siap membantumu, dialah anakku Anas.”
Sejak saat itu Anas bin Malik adalah orang yang mengiringi setiap langkah Rasulullah maka wajar ia menghafal banyak hadist, ia belajar langsung oleh Baginda Rasulullah SAW. Maka jangan ditanya amal jariah Ibu Anas bin malik. Ummu Sulaim memanen pahala yang mengalir sampai saat ini. Ia memiliki Anak sholih yang memiliki amal jariah yang tak terhitung jumlahnya.
Bukan, ini bukan dongeng. Ini adalah kisah nyata yang terjadi di masa Islam memimpin dalam sebagai ideologi. Saat Itu ruh Islam masuk dalam seluruh relung kehidupan, masuk dalam sanubari setiap insan termaksud sosok Ibu.
Ibu yang memiliki keimanan kepada Allah akan menjadikan apa yang ia miliki yaitu anak menjadi anak yang sukses dunia dan akhirat. Keimanan ini bisa diperoleh jika Ibu memiliki suport sistem yang menjaga fitrah keibuannya. Negara bertanggung jawab penuh atas kewarasan Ibu.
Islam dengan segenap peraturannya menjadikan fitrah ibu yang penuh kasih sayang menjalankan peran domestiknya di rumah, menjadikan ia sebagai guru pertama bagi anak-anaknya. Dengan habitat aslinya di rumah, seorang ibu meniscayakan boanding kuat antara ibu dan anak. kemudian ia mampu menggali potensi anak dan mengakselerasi keimanan anak tiap tahap perkembangannya.
Bagaimana dengan tanggungan finansial? Negara yang menerapkan Islam di dalamnya memberikan dukungan penuh bagi para bapak atau wali untuk mendapatkan pekerjaan agar mampu membiayai kehidupan keluarganya.
Dalam hal gaya Hidup, peran negara lebih kuat lagi. Negara membangun nilai-nilai kehidupan yang lahir dari aqidahnya. Seorang ibu akan memiliki ketakutan pada Allah SWT baik dalam bergaul, ataupun memberikan lingkungan yang rawan kejahatan seksual pada keturunannya.
Hal tersebut di atas adalah kondisi ideal yang akan dirasakan jika kita menjadikan Islam sebagai ideologi Negara. Namun jika tidak, seorang ibu pasti akan mudah kehilangan fitrahnya.
Baru-baru ini Nasib pilu dialami seorang remaja perempuan di Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Dia dicabuli kepala sekolahnya berinisial J (41) yang juga seorang PNS. Mirisnya, pencabulan ini disetujui dan diketahui ibu kandungnya yang juga seorang PNS berinisial E. ibu korban menyetujui pencabulan itu dengan alasan untuk ritual penyucian diri. Tak dijelaskan ritual apa yang mereka jalani.
“T disuruh melakukan hubungan badan dengan J oleh ibu kandungnya sendiri. Awalnya korban dijemput oleh ibu kandungnya inisial E, selanjutnya korban diantar ke rumah terlapor di Perum BSA Sumenep, dengan alasan akan melaksanakan ritual mensucikan,” ujar Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti. (KumparanNEWS, 1/9/2024)
Miris, seorang ibu yang harusnya menyayangi dan melindungi anaknya malah berbuat sebaliknya. Ia sendiri yang merusak anaknya atas dasar ritual keagamaan yang tak masuk akal.
Ummu Sulaim juga ibu T sama-sama seorang ibu. Mereka tentu melahirkan anak dari rahimmnya sendiri. Mereka sama-sama mengantarkan anaknya pada pihak lain. Bedanya
Ummu sulaim memanen pahala jariah dengan menginfakkan pada Rasullullah dan menghasilkan banyak ulama-ulama terkenal yang karyanya sampai saat ini kita bisa rasakan. Ibu T menyerahkan anaknya pada laki-laki bejat untuk dirusak kehormatan anaknya.
Penting bagi kita menyadari bahwa keimanan individu tidak cukup untuk membuat kaum ibu istiqomah memberikan kasih sayang kepada anak. Keimanan kepada Allah harus dijaga oleh Negera. Negara yang menjauhkan Islam dari kehidupan bernegaranya maka akan melahirkan sekulerisme.
Ibu-ibu yang mengkaji Islam kaffah dianggap pemerintah adalah bentuk radikalisme, kajian-kajian di batasi sehingga kaum ibu tidak memiliki bekal pengetahuan agama yang kuat. Inilah yang membuat kaum ibu tidak bisa membedakan mana ajaran yang benar dan salah.
Maka dari kasus ini kita bisa memahami bersama bahwa benar Allah meletakan kewajiban menuntut ilmu pada posisi fardu ain yang melekat pada perempuan dan laki-laki sebagaimana hadis nabi “Tholabul Ilmi Faridhotun ala kulli muslimin wal muslimat” (HR. Anas Bin Malik)
Dengan ilmu agama kita mampu kuat membentengi diri dari kerasnya ujian kehidupan.
Wallahu a’lam bish-shawwab