Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam (Aktivis Muslimah dari Kalimantan Utara)
Dosen dan Pengamat Politik
China tawarkan beasiswa untuk Santri Indonesia. Beasiswa tersebut ditawarkan pada program Santri untuk perdamaian dunia. Pemerintah China menawarkan beasiswa tersebut untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tawaran tersebut disampaikan kepada Santri Indonesia yang tergabung dalam program Santri untuk Perdamaian dunia dan berkunjung ke Negeri Tirai Bambu. Program ini mendapat sambutan hangat dari pemerintah China dan diterima secara resmi oleh Kementerian Luar negri China di Beijing.
Deputi Direktur Jenderal urusan Asia Kementerian Luar Negeri China, Yun Si dalam sambutannya menyampaikan secara singkat hubungan bilateral dengan Indonesia yang terus meningkat diberbagai bidang politik, ekonomi, perdagangan, sosial, budaya dan hubungan antar masyarakat.
Selain menawarkan beragam beasiswa, Kemenlu china juga merekomendasikan dan siap memfasilitasi kunjungan langsung ke Xianjiang, daerah dengan penduduk mayoritas Islam di China. Pemerintah China menawarkan kunjungan ke Xinjiang bagi para santri Indonesia untuk melihat dan mengamati secara langsung kehidupan umat Muslim disana dan berharap para santri menyampaikan kepada dunia luar secara objektif mengenai kehidupan Muslim di Xinjiang. (Republika.co.id. Kamis, 28/11/2019).
Program beasiswa ini sekilas kelihatan bagus dan kesannya membantu kemajuan generasi muda bangsa ini, khususnya kalangan santri. Namun, seharusnya tidak serta merta program beasiswa diterima tanpa dilihat dari segi kepentingan Negara yang memberikan, apalagi seperti China. Tidak akan ada bedanya dengan dua Negara Kapitalis Amerika dan Australia. Tidak mungkin ada ketulusan membantu. Beasiswa hanya sekedar pencitraan atau ada tujuan yang lebih jauh. Program – program beasiswa luar negeri yang ditawarkan dan telah berjalan, pada hakikatnya adalah sebuah jebakan bagi generasi negeri ini, khususnya generasi muda Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa poin berikut:
Pertama, program –program beasiswa yang sudah berjalan di Indonesia sangat banyak dari luar negeri. Namun untuk kalangan pelajar dan pendidikan Islam seperti pesantren dan PTAI, ada dua program kerjasama pendidikan dengan luar negeri, yaitu Amerika dan Australia. Atau yang dikenal dengan sebutan AUSAID dan USAID. Amerika dan Australia meluncurkan beasiswa pendidikan untuk para santri dan pelajar Muslim di PTAI. Tidak hanya beasiswa, program – program ini dimulai dengan kegiatan “changed student” dan “studi banding ‘ untuk menarik minat mereka kelak sekolah di kedua Negara tersebut. Selama dua kurang lebih dua minggu kembali dari program changed student, hasilnya mindset santri berubah 180’ terhadap Barat. Sesuai yang diharapkan oleh Barat. (Amerika dan Australia).
Kedua, program beasiswa luar negeri dari Barat cenderung bermuatan pemikiran bukan saintek. Karena jika program saintek, prosedur masuknya sangat susah. Apalagi pelajar santri dan PTAI adalah pendidikan berwajah pemikiran bukan saintis dan teknologi. Jurusan yang ditawarkan pun juga berbau social, politik, budaya, hukum, yang didalamnya mengandung pemahaman sekuler, liberal, kapitalis, demokrasi dan HAM ala Barat. Hingga hilanglah nilai-nilai Islam dan keyakinan terhdap Islam sebagai hukum tertinggi yang wajib diterapkan. Barat menjadi the rule of model bagi penikmat beasiswa. Tentunya, kembali ke tanah air membawa ide-ide murni Barat yang liberal kapitalis. Orang-orang Barat tak peru langsung kampanye ke negeri muslim, cukup mendidik generasinya dengan pemikiran mereka dan kembali membawa ide-ide kufur Barat.
Ketiga, kini China menyusul langkah Amerika dan Australia. Namun bahasa China lebih mencurigakan dengan mengatakan pemberian beasiswa untuk santri sebagai wujud perdamaian dunia. Perdamaian dunia mana yang dimaksud? Apakah semua santri akan bisa belajar ke China? Bukankah beasiswa itu hanya segelintir orang yang dapat menikmati? Ini hanya propaganda. China ingin menjebak generasi negeri ini dengan program beasiswa. Sebagaimana Barat telah menjebak di awal dengan melahirkan orang-orang liberal untuk perpanjangan kepentingan mereka di negeri ini. Begitu juga china. Ingin memanfaatkan para santri sebagai “corong” penyampai kepada dunia bahwa mereka bukanlah ‘teroris” bahwa mereka tidak memperlakukan muslim di China sebagaimana media memberitakan ke seluruh dunia. China mengharapkan agar kelak para santri beasiswa dapat mengatakan kepada dunia bahwa muslim Xianjiang baik-baik saja. Tentulah jika para santri yang mendapat beasiswa ini yang bicara pada dunia, akan memberikan pengaruh yang luar biasa. China tidak akan didengar oleh dunia tatkala membela diri dari kejahatannya terhadap muslim Xianjiang. Sebaliknya, jika alumni santri menyampaikan kondisi saudara muslimnya di Xinjiang baik-baik saja, akan mengubah pandangan dunia terhadap China. Keberuntungan yang luar biasa untuk pemerintah China. Tentunya China tidak akan rugi hanya dengan memberangkatkan 7 sampai 10 santri / tahun untuk kuliah di Tiongkok. Bandingkan dengan apa yang akan China dapat dari beasiswa tersebut. Citra China bisa membaik, negeri-negeri muslim akan percaya dan menjalin kerjasama ekonomi, pendidikan keamanan, juga politik dengan China. Hegemoni Negara komunis – kapitalis ini akan semakin menguat. Khususnya bagi Indonesia yang menjadi lahan seksi dimata China. Baik untuk pasar produksi, investasi piutang luar negeri, dan tujuan migrasi penduduknya.
Penerimaan beasiswa oleh suatu Negara adalah bukti kegagalan Negara tersebut dalam mengelola pendidikan juga membina generasi mudanya. Oleh karena itu, hanya Islamlah solusi untuk mendidik generasi agar tidak melek terhadap Barat maupun China. Tidak salah dengan belajar teknologi dan sain ke luar, tetapi bukan untuk belajar tsaqofahnya. Dalam prakteknya, Negara dalam Islam melakukan dua langkah starategi terkait pertukaran ahli guna memenuhi perkembangan teknologi.
Pertama, dengan mengirimkan beberapa pelajar ke Negara tujuan yang dibekali oleh Negara sendiri. Hal ini pernah dipraktekkan di masa Khulafurrasyidin ketika mengirimkan empat sahabat ke China untuk belajar ilmu dagang. Langkah kedua, memanggil ahli tersebut untuk mengajari warga Negara. Rasulullah saw juga pernah mempraktekkan hal ini pada tawanan perang untuk mengajari sahabat baca dan tulis. Sultan Mehmed II juga pernah melakukan hal yang sama dengan memanggil ahli senjata Negara lain untuk menciptakan alat penghancur benteng Konstantinopel. Untuk teknologi senjata, Negara akan membayar ahlinya membuat senjata yang berbeda dan lebih canggih dan tidak terpikir oleh musuh yang lain sebelumnya.
Begitulah Islam melakukan startegi pengembangan teknosains bagi Negara. Tidak memerlukan beasiswa Negara lain. Karena Negara akan memiliki banyak pemasukan dengan menerapkan system ekonomi Islam. Seluruh aspek kehidupan saling mendukung dalam kemajuan peradaban. Oleh karena itu, solusi tuntas memutus beasiswa yang penuh jebakan adalah dengan menerapkan syariat Islam secara totalitas. Bukan Cuma aspek spiritual, atau pendidikan saja. Tapi juga ekonomi. politik. kesehatan, sosial-budaya, dan kemana. []